Pesawat Hawk 109/209 Menolak Tua!
Jum'at, 01 Maret 2024 - 05:13 WIB
Dalam dunia militer, network-centric dikembangkan menjadi network-centric warfare (NCW) atau peperangan jaringan terpusat. Komputer direpresentasikan berbagai alutsista yang terhubung menjadi satu membentuk jaringan besar dalam rangka peperangan. Dalam konsep NCW, setiap alutsista adalah adalah simpul mandiri yang berkemampuan mengolah informasi dan bertukar data satu sama lain. Kemampuan tersebut akan menghadirkan sinkronisasi, kecepatan komando dan kendali, serta tempo operasi.
TNI menyadari pentingnya mewujudkan interoperabilitas untuk setiap alutsista digunakan, baik di lingkup antar-kesatuan ataupun melibatkan seluruh matra. Dalam artikel ‘’NCW sebagai Upaya Transformasi Perang TNI’’ tulisan Thomas Andrew yang dimuat di Jurnal Defendonesia yang dipublikasikan Lembaga Kajian Pertahanan Strategis (Keris) pada medio 2021 terungkap bahwa konsep NCW sudah menjadi perhatian serius sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perhatian kian serius diberikan pada periode selanjutnya.
Peningkatan kapasitas interoperabilitas dimulai sejak latihan militer 2018, dengan mengembangkan sistem C4 (communication, command, control, computer) yang berbasis satelit. Selanjutnya, Latihan Gabungan “Angkasa Yudha” 2019 TNI melakukan serangkaian uji coba. Tercatat pada momen Korps Marinir berperan sebagai unit tempur utama, sedangkan TNI AU menggunakan drone untuk peran ISR (intelligence, surveillance, and reconnaissance).
baca juga: Kontroversi Lonjakan Utang untuk Belanja Alutsista
Dalam latihan ini juga, TNI AU melakukan simulasi serangan SEAD dengan menggunakan empat pesawat F-16, yang berperan sebagai penyerang situs radar, dan dua pesawat Su27. Untuk memperkuat infrastruktur, pada akhir 2019 TNI telah mendirikan Komando Gabungan Wilayah (Kogabwilhan) yang mengoordinasikan tiga matra (darat, laut, dan udara) dengan arah agar bisa menerjukan mereka dengan cepat dan fleksibel ke wilayah yang mengalami eskalasi.
Kendati berbagai upaya sudah disiapkan, TNI masih terkendala beberapa kekurangan, seperti keterbatasan kapasitas SDM, penggunaan senjata dari beragam produsen karena berdampak tidak bisa singkron. Contoh kongkretnya pesawat F-16 tidak bisa berbagi informasi dengan Su-27, karena sistem link berbeda dan tidak bisa disinkronisasi. Padahal NCW mengharuskan setiap unit militer saling terhubung dalam satu sistem.
Peningkatan Sistem Avionik dan Mesin
Dari fakta yang ada, TNI sudah menunjukkan keseriusan meningkatan kapasitas interoperobilitas di semua matra, dengan berbagai cara mulai dari peningkatan sistem, SDM, infrastruktur dan menguji cobanya dalam bentuk latihan gabungan tiga matra TNI.
Untuk sistem komunikasi misalnya, PT LEN telah bekerja sama dengan Rohde & Schwarz untuk membuat sistem komunikasi. Secara khusus untuk Hawk 100/200 TNI AU, TNI AU telah melakukan modernisasi. Program dimaksud dilakukan PT Infoglobal Teknologi Semesta bekerja sama dengan BAE Systems.
baca juga: Tanggapi Soal Alutsista Bekas, Wamenhan: Hanya Mengisi Kekosongan
TNI menyadari pentingnya mewujudkan interoperabilitas untuk setiap alutsista digunakan, baik di lingkup antar-kesatuan ataupun melibatkan seluruh matra. Dalam artikel ‘’NCW sebagai Upaya Transformasi Perang TNI’’ tulisan Thomas Andrew yang dimuat di Jurnal Defendonesia yang dipublikasikan Lembaga Kajian Pertahanan Strategis (Keris) pada medio 2021 terungkap bahwa konsep NCW sudah menjadi perhatian serius sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perhatian kian serius diberikan pada periode selanjutnya.
Peningkatan kapasitas interoperabilitas dimulai sejak latihan militer 2018, dengan mengembangkan sistem C4 (communication, command, control, computer) yang berbasis satelit. Selanjutnya, Latihan Gabungan “Angkasa Yudha” 2019 TNI melakukan serangkaian uji coba. Tercatat pada momen Korps Marinir berperan sebagai unit tempur utama, sedangkan TNI AU menggunakan drone untuk peran ISR (intelligence, surveillance, and reconnaissance).
baca juga: Kontroversi Lonjakan Utang untuk Belanja Alutsista
Dalam latihan ini juga, TNI AU melakukan simulasi serangan SEAD dengan menggunakan empat pesawat F-16, yang berperan sebagai penyerang situs radar, dan dua pesawat Su27. Untuk memperkuat infrastruktur, pada akhir 2019 TNI telah mendirikan Komando Gabungan Wilayah (Kogabwilhan) yang mengoordinasikan tiga matra (darat, laut, dan udara) dengan arah agar bisa menerjukan mereka dengan cepat dan fleksibel ke wilayah yang mengalami eskalasi.
Kendati berbagai upaya sudah disiapkan, TNI masih terkendala beberapa kekurangan, seperti keterbatasan kapasitas SDM, penggunaan senjata dari beragam produsen karena berdampak tidak bisa singkron. Contoh kongkretnya pesawat F-16 tidak bisa berbagi informasi dengan Su-27, karena sistem link berbeda dan tidak bisa disinkronisasi. Padahal NCW mengharuskan setiap unit militer saling terhubung dalam satu sistem.
Peningkatan Sistem Avionik dan Mesin
Dari fakta yang ada, TNI sudah menunjukkan keseriusan meningkatan kapasitas interoperobilitas di semua matra, dengan berbagai cara mulai dari peningkatan sistem, SDM, infrastruktur dan menguji cobanya dalam bentuk latihan gabungan tiga matra TNI.
Untuk sistem komunikasi misalnya, PT LEN telah bekerja sama dengan Rohde & Schwarz untuk membuat sistem komunikasi. Secara khusus untuk Hawk 100/200 TNI AU, TNI AU telah melakukan modernisasi. Program dimaksud dilakukan PT Infoglobal Teknologi Semesta bekerja sama dengan BAE Systems.
baca juga: Tanggapi Soal Alutsista Bekas, Wamenhan: Hanya Mengisi Kekosongan
tulis komentar anda