Kontroversi Lonjakan Utang untuk Belanja Alutsista
loading...
A
A
A
GAK bahaya tah? Pertanyaan inilah yang melingkupi lonjakan anggaran untuk belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo ini. Realitas itu pun memicu munculnya persepsi miring di balik besarnya anggaranya yang disediakan.
baca juga: Belanja Alutsista, Sri Mulyani Ungkap Pinjaman LN Kementerian Prabowo Tembus Rp384,87 Triliun
Perubahan anggaran untuk alutsista diungkapkan Menkeu Sri Mulyani Indrawati berdasar rapat bersama Menhan Prabowo Subianto . Secara spesifik, kenaikan signifikan terjadi pada belanja alutsista dari pinjaman luar negeri untuk periode 2020-2024 menjadi USD25 miliar setara Rp385 triliun (kurs Rp15.400 per dolar AS) dari anggaran USD20,75 miliar yang telah disetujui sebelumnya. Dengan demikian,kenaikan yang terjadi sebesar USD4 miliar atau setara dengan Rp61,58 triliun.
Kondisi ini pun menegaskan Kemenhan sebagai salah satu pengelola anggaran jumbo dalam APBN.Pada 2023, misalnya, kementerian yang dipimpin Prabowo Subianto itu menerima anggaran pertahanan dan keamanan senilai Rp316 triliun. Sementara dalam APBN 2024, Sri Mulyani menyisihkan Rp331,9 triliun untuk hukum dan hankam, termasuk di dalamnya untuk pengamanan Pemilu 2024.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menyebut kenaikan anggaran baik dari sisi DIPA maupun pinjaman luar negeri selaras dengan kebutuhan sesuai kondisi alutsista, peningkatan ancaman dan peningkatan dinamika geopolitic dan geosecurity. Kenaikan anggaran pun diklaim sesuai dengan perancanaan penganggaran jangka panjang.
Prabowo Subianto yang dikonfirmasi usai penyerahan helikopter angkut berat Airbus H225M kepada TNI AU di Lanud Atang Sendjaja Bogor (01/12) menandaskan anggaran pertahanan 2024 perlu naik karena negara harus siap dan proses penguatan negara tidak bisa dilakukan secara instan. Ditegaskan, hukum alam menunjukkan negara yang tidak siap akan ditekan, ditindas, di-black mal dan sebagainya. ‘’Tidak berarti bahwa kita harus selalu mengandalkan suatu harapan,forecasting, kita akan damai terus. Dalam masalah pertahanan yang paling penting adalah kesiapan,readiness," katanya.
Walaupun penjelasan bisa dipahami, berbagai kritikan tetap saja tak terelakan. Kritik di antaranya disampaikan Peneliti Senior Imparsial Al Araf. Menurut dia, kenaikan anggaran tanpa diserta transparansi sangat rwan penyimpangan. Apalagi, hal tersebut terjadi di tengah masa kampanye Pemilu dan Pilpres 2024.
Di sisi lain, ketua badan pengurus Centra Initiative ini juga mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran di akhir masa di masa akhir pemerintahan Jokowi. Dalam pandangannya, akan sulit melakukan kontrak belanja alutsista dalam waktu kurang dari setahun ini. Kalaupun ada, Kemenhan hanya bisa menyelesaikan kontrak yang telah dilakukan sebelumnya.
baca juga: Memborong Alutsista, Indonesia dalam Ancaman Perang?
Fakta-fakta yang muncul di ruang publik tersebut mencerminkan adanya kontroversi dalam kebijakan pemerintah perihal anggaran pertahanan. Lantas bagaimana masyarakat menyikapi pro-kontra yang terjadi dengan kaca mata seobjektif mungkin?
baca juga: Belanja Alutsista, Sri Mulyani Ungkap Pinjaman LN Kementerian Prabowo Tembus Rp384,87 Triliun
Perubahan anggaran untuk alutsista diungkapkan Menkeu Sri Mulyani Indrawati berdasar rapat bersama Menhan Prabowo Subianto . Secara spesifik, kenaikan signifikan terjadi pada belanja alutsista dari pinjaman luar negeri untuk periode 2020-2024 menjadi USD25 miliar setara Rp385 triliun (kurs Rp15.400 per dolar AS) dari anggaran USD20,75 miliar yang telah disetujui sebelumnya. Dengan demikian,kenaikan yang terjadi sebesar USD4 miliar atau setara dengan Rp61,58 triliun.
Kondisi ini pun menegaskan Kemenhan sebagai salah satu pengelola anggaran jumbo dalam APBN.Pada 2023, misalnya, kementerian yang dipimpin Prabowo Subianto itu menerima anggaran pertahanan dan keamanan senilai Rp316 triliun. Sementara dalam APBN 2024, Sri Mulyani menyisihkan Rp331,9 triliun untuk hukum dan hankam, termasuk di dalamnya untuk pengamanan Pemilu 2024.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menyebut kenaikan anggaran baik dari sisi DIPA maupun pinjaman luar negeri selaras dengan kebutuhan sesuai kondisi alutsista, peningkatan ancaman dan peningkatan dinamika geopolitic dan geosecurity. Kenaikan anggaran pun diklaim sesuai dengan perancanaan penganggaran jangka panjang.
Prabowo Subianto yang dikonfirmasi usai penyerahan helikopter angkut berat Airbus H225M kepada TNI AU di Lanud Atang Sendjaja Bogor (01/12) menandaskan anggaran pertahanan 2024 perlu naik karena negara harus siap dan proses penguatan negara tidak bisa dilakukan secara instan. Ditegaskan, hukum alam menunjukkan negara yang tidak siap akan ditekan, ditindas, di-black mal dan sebagainya. ‘’Tidak berarti bahwa kita harus selalu mengandalkan suatu harapan,forecasting, kita akan damai terus. Dalam masalah pertahanan yang paling penting adalah kesiapan,readiness," katanya.
Walaupun penjelasan bisa dipahami, berbagai kritikan tetap saja tak terelakan. Kritik di antaranya disampaikan Peneliti Senior Imparsial Al Araf. Menurut dia, kenaikan anggaran tanpa diserta transparansi sangat rwan penyimpangan. Apalagi, hal tersebut terjadi di tengah masa kampanye Pemilu dan Pilpres 2024.
Di sisi lain, ketua badan pengurus Centra Initiative ini juga mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran di akhir masa di masa akhir pemerintahan Jokowi. Dalam pandangannya, akan sulit melakukan kontrak belanja alutsista dalam waktu kurang dari setahun ini. Kalaupun ada, Kemenhan hanya bisa menyelesaikan kontrak yang telah dilakukan sebelumnya.
baca juga: Memborong Alutsista, Indonesia dalam Ancaman Perang?
Fakta-fakta yang muncul di ruang publik tersebut mencerminkan adanya kontroversi dalam kebijakan pemerintah perihal anggaran pertahanan. Lantas bagaimana masyarakat menyikapi pro-kontra yang terjadi dengan kaca mata seobjektif mungkin?