Apresiasi Putusan MK, Pengamat Sebut Parliamentary Threshold 4% Tak Beri Ruang Keadilan
Jum'at, 01 Maret 2024 - 00:22 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol, Pangi Syarwi Chaniago menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas parlemen 4 persen untuk Pemilu 2029. Ia merasa, ambang batas itu telah sebabkan banyak suara rakyat yang terbuang sia-sia.
"Karena memang sangat disayangkan ya, misalnya ada suara Perindo, Gelora, PSI, atau ada partai yang kemungkinan lolos dan yang tidak lolos," kata Pangi kepada iNews Media Group, Kamis (29/2/2024).
"Itu kan suara terbuang tidak main-main ya, itu suara rakyat, ya vox populi vox dei yang itu harusnya jangan sampai itu terbuang tidak sah secara konstitusi tidak menjadi kursi," tambahnya.
Pangi menilai, ambang batas parlemen sebesar 4 persen juga tidak menciptakan ruang keadilan dan menimbulkan potensi diskriminatif terhadap peserta pemilu, salah satinya caleg yang meraih suara banyak di suatu dapil.
"Misalnya ada yang (dapat suara) 200 ribu caleh DPR RI, itu kan kursinya terbuang begitu saja, enggak bisa dipakai. Itu yang sebabkan tidak fair, diskriminatif. Tentu ini tidak adil ya. Adanya caleg DPR RI yang super premium tadi, tetapi itu tidak menjadi kursi, itu yang sangat disayangkan suara rakyat terbuang sia-sia," terang Pangi.
Sebelumnya, MK telah memutuskan ambang batas parlemen atau parlementary threshold sebanyak empat persen harus diubah sebelum pemilu 2029 berlangsung.
Hal tersebut sesuai dengan putusan perkara 166/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Menurut MK ambang batas empat persen harus diubah agar berlaku pada pemilu mendatang.
"Norma Pasal 414 Ayat (1) UU 7/2017 perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu didesain untuk digunakan secara berkelanjutan, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyerderhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029," kata Ketua MK Suhartoyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/2/2024).
"Karena memang sangat disayangkan ya, misalnya ada suara Perindo, Gelora, PSI, atau ada partai yang kemungkinan lolos dan yang tidak lolos," kata Pangi kepada iNews Media Group, Kamis (29/2/2024).
"Itu kan suara terbuang tidak main-main ya, itu suara rakyat, ya vox populi vox dei yang itu harusnya jangan sampai itu terbuang tidak sah secara konstitusi tidak menjadi kursi," tambahnya.
Pangi menilai, ambang batas parlemen sebesar 4 persen juga tidak menciptakan ruang keadilan dan menimbulkan potensi diskriminatif terhadap peserta pemilu, salah satinya caleg yang meraih suara banyak di suatu dapil.
"Misalnya ada yang (dapat suara) 200 ribu caleh DPR RI, itu kan kursinya terbuang begitu saja, enggak bisa dipakai. Itu yang sebabkan tidak fair, diskriminatif. Tentu ini tidak adil ya. Adanya caleg DPR RI yang super premium tadi, tetapi itu tidak menjadi kursi, itu yang sangat disayangkan suara rakyat terbuang sia-sia," terang Pangi.
Sebelumnya, MK telah memutuskan ambang batas parlemen atau parlementary threshold sebanyak empat persen harus diubah sebelum pemilu 2029 berlangsung.
Hal tersebut sesuai dengan putusan perkara 166/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Menurut MK ambang batas empat persen harus diubah agar berlaku pada pemilu mendatang.
"Norma Pasal 414 Ayat (1) UU 7/2017 perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu didesain untuk digunakan secara berkelanjutan, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyerderhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029," kata Ketua MK Suhartoyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/2/2024).
(maf)
tulis komentar anda