Hindari Hoaks Covid-19 dengan Validasi Data
Kamis, 13 Agustus 2020 - 06:45 WIB
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak masyarakat untuk saling memvalidasi data agar tidak ada disinformasi. Langkah ini dibutuhkan agar masyarakat tidak terjebak memproduksi atau menyebar hoaks yang bisa meresahkan.
Ajakan ini disampaikan Dirjen Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Widodo Muktiyo atas banyaknya kasus hoaks tentang informasi seputar pandemi corona (Covid-19) . Tercatat hingga 8 Agustus 2020 sebanyak 1.028 hoaks tersebar di berbagai platform media sosial berupa disinformasi pandemi.
Perinciannya, dari sebanyak 1.028 hoaks yang tercatat oleh Kominfo, pada bulan Januari ada 40 hoaks, Februari 100, Maret 265, April 219, Mei 172, Juni 102, Juli 108, dan Agustus 22. Dia menandaskan, setiap hoaks yang muncul akan terpantau karena Kominfo memiliki divisi cyber crime yang selama 24 jam terus melakukan monitoring, terutama di media sosial. (Baca: Postingan Menghujat Nabi Muhammad Picu Bentrokan di India, Tiga Tewas)
“Kita tidak bisa tanpa adanya umpan balik dari masyarakat. Saya kira itu sehingga kami sangat senang kalau komponen masyarakat (memberikan hal itu) atau informasi yang valid, informasi yang bisa dibuktikan, kemudian kita akan menegakkan aturan dengan yang sudah berlaku selama ini,” ujar dia dalam diskusi secara virtual “Budaya Baru agar Pandemi Berlalu” di Kominfo, Jakarta, kemarin.
Agar tidak terjebak informasi menyesatkan itu, dia mengajak masyarakat untuk memantau web covid19 .go.id yang berkolaborasi dengan Kominfo dalam pengelolaan data dan informasi. Bila masyarakat punya data mengenai Covid-19 menurutnya bisa dibuktikan dan disandingkan dengan data dari Satgas Penanganan Covid-19 tersebut.
Dengan perbandingan data ini akan ada validasi dan tidak menjadi hoaks. “Artinya begini di era keterbukaan ini menjadi jauh lebih memudahkan partisipasi masyarakat untuk mengontrol pelaksanaan program apa pun dari pemerintah kepada masyarakat. Ini yang saya kira penting. Yang penting sepertinya masyarakat mau divalidasi datanya, kemudian malah menjadi hoaks ya. Bukan malah menjadi mengadu domba,” tegasnya.
Dia menuturkan, informasi yang disediakan covid19 .go.id tersebut juga bisa dimanfaatkan masyasrakat untuk memantau pelaksanaan bantuan sosial. Dalam pandangannya pemantauan ini merupakan bentuk kesadaran masyarakat civil society. Terlebih anggaran yang digelontorkan untuk bansos tersebut sangat besar.
Hoaks memang menjadi masalah serius dalam penanganan Covid-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebut banyaknya konten negatif di media sosial ikut menghambat pengendalian Covid-19 di Tanah Air. Pasalnya konten yang berisi kabar bohong atau hoaks itu memengaruhi perilaku masyarakat untuk tidak patuh terhadap protokol kesehatan. (Baca juga: Kemendikbud Luncurkan gerakan 1 Juta Masker)
Fakta ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, (13/7). Untuk mengatasi kondisi tersebut Doni mengajak semua pihak menerapkan pendekatan berbasis kearifan lokal untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Ajakan ini disampaikan Dirjen Informasi Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Widodo Muktiyo atas banyaknya kasus hoaks tentang informasi seputar pandemi corona (Covid-19) . Tercatat hingga 8 Agustus 2020 sebanyak 1.028 hoaks tersebar di berbagai platform media sosial berupa disinformasi pandemi.
Perinciannya, dari sebanyak 1.028 hoaks yang tercatat oleh Kominfo, pada bulan Januari ada 40 hoaks, Februari 100, Maret 265, April 219, Mei 172, Juni 102, Juli 108, dan Agustus 22. Dia menandaskan, setiap hoaks yang muncul akan terpantau karena Kominfo memiliki divisi cyber crime yang selama 24 jam terus melakukan monitoring, terutama di media sosial. (Baca: Postingan Menghujat Nabi Muhammad Picu Bentrokan di India, Tiga Tewas)
“Kita tidak bisa tanpa adanya umpan balik dari masyarakat. Saya kira itu sehingga kami sangat senang kalau komponen masyarakat (memberikan hal itu) atau informasi yang valid, informasi yang bisa dibuktikan, kemudian kita akan menegakkan aturan dengan yang sudah berlaku selama ini,” ujar dia dalam diskusi secara virtual “Budaya Baru agar Pandemi Berlalu” di Kominfo, Jakarta, kemarin.
Agar tidak terjebak informasi menyesatkan itu, dia mengajak masyarakat untuk memantau web covid19 .go.id yang berkolaborasi dengan Kominfo dalam pengelolaan data dan informasi. Bila masyarakat punya data mengenai Covid-19 menurutnya bisa dibuktikan dan disandingkan dengan data dari Satgas Penanganan Covid-19 tersebut.
Dengan perbandingan data ini akan ada validasi dan tidak menjadi hoaks. “Artinya begini di era keterbukaan ini menjadi jauh lebih memudahkan partisipasi masyarakat untuk mengontrol pelaksanaan program apa pun dari pemerintah kepada masyarakat. Ini yang saya kira penting. Yang penting sepertinya masyarakat mau divalidasi datanya, kemudian malah menjadi hoaks ya. Bukan malah menjadi mengadu domba,” tegasnya.
Dia menuturkan, informasi yang disediakan covid19 .go.id tersebut juga bisa dimanfaatkan masyasrakat untuk memantau pelaksanaan bantuan sosial. Dalam pandangannya pemantauan ini merupakan bentuk kesadaran masyarakat civil society. Terlebih anggaran yang digelontorkan untuk bansos tersebut sangat besar.
Hoaks memang menjadi masalah serius dalam penanganan Covid-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebut banyaknya konten negatif di media sosial ikut menghambat pengendalian Covid-19 di Tanah Air. Pasalnya konten yang berisi kabar bohong atau hoaks itu memengaruhi perilaku masyarakat untuk tidak patuh terhadap protokol kesehatan. (Baca juga: Kemendikbud Luncurkan gerakan 1 Juta Masker)
Fakta ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, (13/7). Untuk mengatasi kondisi tersebut Doni mengajak semua pihak menerapkan pendekatan berbasis kearifan lokal untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat.
tulis komentar anda