Hijrah Transformatif Menuju Indonesia Damai 2024
Kamis, 04 Januari 2024 - 06:57 WIB
Prof Dr Muhammad Said
Kelompok Ahli BNPT dan Alumnus PPSA 23/21 Lemhannas RI
TAHUN 2023 telah berlalu diganti Tahun Baru 2024. Pergantian tahun mengandung pelajaran penting muhasabah diri, tentang pemanfaatan waktu 12 bulan sebagai dasar pijakan memproyeksi agenda masa depan yang lebih baik.
Bahkan, kitab suci agama (Al-Qur'an) memerintahkan (wajib) memandang catatan atau sejarah masa lalu sebagai langkah strategis untuk membangun kesuksesan masa depan secara lebih efisien, efektif, dan menjadikan waktu memiliki nilai tambah (value added) yang positif untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tuhan pun bersumpah 'demi waktu, sesungguhnya manusia itu merugi kecuali mereka yang yang yakin, percaya serta melakukan produktivitas bernilai guna bagi banyak orang'.
Peduli atau tidak kita dengan waktu, sama sekali tidak berpengaruh bagi waktu atas sikap dan pilihan kita. Waktu akan berjalan sesui orbitnya sendiri, silih berganti tanpa membawa kepentingan (free of interest) apa-apa bagi dirinya. Namun, kenetralan waktu mengandung pelajaran bagi mereka yang hati, akal, pikirnya terstimulasi keuntungan dari banyak berkarya.
Kini kita telah memasuki hari-hari di awal 2024. Momen Natal dan Tahun Baru kali ini tidak lepas dari riak-riak yang kemanusiaan by design pihak yang tidak bertanggung jawab untuk Indonesia damai.
Hari ini kita masih diperhadapkan berbagai ancaman nyata dalam mewujudkan 'Indonesia Damai' baik atas nama agama, ideologi, politik, ekonomi, dan nilai-nilai sosial-budaya. Separatisme di Papua hingga saat ini terus menelan korban merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan mewujudkan Indonesia damai.
Secara ideologi, kelompok separatis Papua memiliki hasrat besar untuk mengubah Pancasila dan Bendera Merah Putih, bendera kebangsaan Indonesia. Secara politik kelompok ini berambisi untuk meraih kekeuasaan, mengatur dan menata potensi daerah, dan potensi garta sumber kekayaan alam Indonesia sesuai dengan sistem, nilai dan kepentingan mereka.
Demikian pula halnya dengan sistem sosial budaya lokal. Separatisme sebagai gerakan ideologis dan politis tidak terpisah dari entitas lain yang lebih besar baik nasional, regional, maupun internasional.
Kelompok Ahli BNPT dan Alumnus PPSA 23/21 Lemhannas RI
TAHUN 2023 telah berlalu diganti Tahun Baru 2024. Pergantian tahun mengandung pelajaran penting muhasabah diri, tentang pemanfaatan waktu 12 bulan sebagai dasar pijakan memproyeksi agenda masa depan yang lebih baik.
Bahkan, kitab suci agama (Al-Qur'an) memerintahkan (wajib) memandang catatan atau sejarah masa lalu sebagai langkah strategis untuk membangun kesuksesan masa depan secara lebih efisien, efektif, dan menjadikan waktu memiliki nilai tambah (value added) yang positif untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tuhan pun bersumpah 'demi waktu, sesungguhnya manusia itu merugi kecuali mereka yang yang yakin, percaya serta melakukan produktivitas bernilai guna bagi banyak orang'.
Peduli atau tidak kita dengan waktu, sama sekali tidak berpengaruh bagi waktu atas sikap dan pilihan kita. Waktu akan berjalan sesui orbitnya sendiri, silih berganti tanpa membawa kepentingan (free of interest) apa-apa bagi dirinya. Namun, kenetralan waktu mengandung pelajaran bagi mereka yang hati, akal, pikirnya terstimulasi keuntungan dari banyak berkarya.
Kini kita telah memasuki hari-hari di awal 2024. Momen Natal dan Tahun Baru kali ini tidak lepas dari riak-riak yang kemanusiaan by design pihak yang tidak bertanggung jawab untuk Indonesia damai.
Hari ini kita masih diperhadapkan berbagai ancaman nyata dalam mewujudkan 'Indonesia Damai' baik atas nama agama, ideologi, politik, ekonomi, dan nilai-nilai sosial-budaya. Separatisme di Papua hingga saat ini terus menelan korban merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan mewujudkan Indonesia damai.
Secara ideologi, kelompok separatis Papua memiliki hasrat besar untuk mengubah Pancasila dan Bendera Merah Putih, bendera kebangsaan Indonesia. Secara politik kelompok ini berambisi untuk meraih kekeuasaan, mengatur dan menata potensi daerah, dan potensi garta sumber kekayaan alam Indonesia sesuai dengan sistem, nilai dan kepentingan mereka.
Demikian pula halnya dengan sistem sosial budaya lokal. Separatisme sebagai gerakan ideologis dan politis tidak terpisah dari entitas lain yang lebih besar baik nasional, regional, maupun internasional.
Lihat Juga :
tulis komentar anda