Hari Antikorupsi dan HAM Internasional, Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi: Lawan Dinasti Politik
Kamis, 07 Desember 2023 - 21:33 WIB
Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang menjadi mandat Reformasi 1998 seperti Talangsari Lampung, penghilangan paksa 1997/1998 dan Trisakti serta Semanggi, hanya menjadi janji palsu dan jargon politik, tidak ada langkah nyata untuk menyelesaikannya secara tuntas.
"Alih-alih menyelesaikan kasus-kasus tersebut, Presiden Jokowi bahkan memberi tempat dan jabatan-jabatan strategis di dalam kekuasaannya kepada mereka yang diduga bertanggung jawab dalam kasus-kasus kejahatan kemanusiaan tersebut," paparnya.
Pemberian karpet kekuasaan kepada pelaku pelanggaran HAM berat benar-benar melukai rasa keadilan korban dan keluarga korban yang selama bertahun-tahun mencari dan menantikan keadilan.
Puncak dari kemunduran demokrasi di era Presiden Jokowi semakin terlihat nyata dalam Pemilu 2024. Pemilu yang sejatinya adalah ruang perwujudan prinsip kedaulatan rakyat di dalam demokrasi, justru digunakan oleh Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya melalui pembanginunan dinasti politik keluarganya.
"Tidak tanggung-tanggung, untuk memuluskan kepentingan politik tersebut, instrument hukum dan kekuasaan juga digunakan," katanya.
Politik dinasti menjadi hal yang berbahaya dan mengancam masa depan negara hukum dan demokrasi Indonesia. Politik dinasti tidak hanya meminggirkan rakyat dari ruang politik karena kekuasaan digengam oleh keluarga dan segelintir elite politik tapi juga sangat berkait erat dengan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
"Pembangunan politik dinasti oleh Jokowi tampak nyata dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto yang didukung oleh sejumlah partai politik koalisi pemerintahannya," ujarnya.
Untuk memuluskan langkah politik tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) dibajak sehingga mengeluarkan putusan yang memumuskan langkah pencawapres Gibran. Hal ini sulit dibantah mengingat yang menjadi Ketua Majelis Hakim MK memiliki kaitan kekerabatan dengan Presiden Jokowi dan putranya yakni Gibran Rakabuming Raka.
"Jelas terdapat konflik kepentingan yang kemudian memengaruhi putusan MK sebagaimana tergambar jelas dalam putusan majelis Kehormatan MK (MKMK)," ujarnya.
Pembajakan MK menjadi contoh nyata dari pembajakan dan manipulasi institusi hukum untuk memuluskan jalan politik dinasti keluarga Jokowi. Bahaya lain dari politik dinasti tidak berhenti sampai di situ.
"Alih-alih menyelesaikan kasus-kasus tersebut, Presiden Jokowi bahkan memberi tempat dan jabatan-jabatan strategis di dalam kekuasaannya kepada mereka yang diduga bertanggung jawab dalam kasus-kasus kejahatan kemanusiaan tersebut," paparnya.
Pemberian karpet kekuasaan kepada pelaku pelanggaran HAM berat benar-benar melukai rasa keadilan korban dan keluarga korban yang selama bertahun-tahun mencari dan menantikan keadilan.
Puncak dari kemunduran demokrasi di era Presiden Jokowi semakin terlihat nyata dalam Pemilu 2024. Pemilu yang sejatinya adalah ruang perwujudan prinsip kedaulatan rakyat di dalam demokrasi, justru digunakan oleh Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya melalui pembanginunan dinasti politik keluarganya.
"Tidak tanggung-tanggung, untuk memuluskan kepentingan politik tersebut, instrument hukum dan kekuasaan juga digunakan," katanya.
Politik dinasti menjadi hal yang berbahaya dan mengancam masa depan negara hukum dan demokrasi Indonesia. Politik dinasti tidak hanya meminggirkan rakyat dari ruang politik karena kekuasaan digengam oleh keluarga dan segelintir elite politik tapi juga sangat berkait erat dengan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
"Pembangunan politik dinasti oleh Jokowi tampak nyata dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto yang didukung oleh sejumlah partai politik koalisi pemerintahannya," ujarnya.
Untuk memuluskan langkah politik tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) dibajak sehingga mengeluarkan putusan yang memumuskan langkah pencawapres Gibran. Hal ini sulit dibantah mengingat yang menjadi Ketua Majelis Hakim MK memiliki kaitan kekerabatan dengan Presiden Jokowi dan putranya yakni Gibran Rakabuming Raka.
"Jelas terdapat konflik kepentingan yang kemudian memengaruhi putusan MK sebagaimana tergambar jelas dalam putusan majelis Kehormatan MK (MKMK)," ujarnya.
Pembajakan MK menjadi contoh nyata dari pembajakan dan manipulasi institusi hukum untuk memuluskan jalan politik dinasti keluarga Jokowi. Bahaya lain dari politik dinasti tidak berhenti sampai di situ.
tulis komentar anda