Membangun Kembali Perdamaian di Selat Taiwan: Analisis dan Tantangan Pemilu Taiwan 2024

Selasa, 05 Desember 2023 - 15:53 WIB
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden. Foto/Dok. SINDOnews
Harryanto Aryodiguno, Ph.D

Dosen Ilmu Politik, Universitas Presiden, Cikarang

PEMILU Taiwan 2024 merupakan peristiwa signifikan dengan dampak jangka panjang. Keunikan pemilu ini dibandingkan dengan periode sebelumnya terletak pada konteks situasi internasional saat ini, sejarah China, dan kemungkinan mencapai momen kritis dalam hubungan lintas selat.

Ada lima kondisi dasar yang penting untuk mempertahankan stabilitas di Selat Taiwan setelah Pemilu Taiwan 2024. Isu lintas selat menjadi pusat perhatian utama dalam konteks pemilu, dan bahwa kebijakan serta pengambilan keputusan yang berbeda dapat membentuk masa depan di Selat Taiwan.

Kondisi dasar untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan bersifat universal, tidak tergantung pada partai atau kekuatan politik mana yang akan memegang tampuk kekuasaan pada tahun 2024. Poin pentingnya adalah keyakinan bahwa China daratan tidak akan mengubah prinsip satu China hanya karena adanya pergantian kekuasaan politik di Taiwan.



Oleh karena itu, perlakuan yang berbeda terhadap kekuatan politik yang sedang berkuasa di Taiwan dalam isu-isu krusial seperti reunifikasi lintas selat dianggap sebagai elemen penting dalam menciptakan dan mempertahankan kedamaian di Selat Taiwan.

Sejak Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik mengambil alih kekuasaan pada tahun 2016, situasi di Selat Taiwan mengalami eskalasi yang signifikan. Pada akhir tahun 2017, Amerika Serikat mengintensifkan persaingan strategis dengan China dan memanfaatkan "kartu Taiwan" sebagai alat untuk menahan pengaruh Tiongkok daratan, yang pada gilirannya memperkeruh suasana di Selat Taiwan.

Kolaborasi antara otoritas Partai Progresif Demokratik dan Amerika Serikat dalam upaya mencapai kemerdekaan, bersama dengan koordinasi antara Amerika Serikat dan Taiwan untuk menantang inti kepentingan nasional China, yaitu isu pokok Taiwan, telah menyebabkan peningkatan ketegangan yang luar biasa di wilayah Selat Taiwan, menciptakan situasi yang dipenuhi dengan potensi konflik dan krisis.

Kejadian seperti "Insiden Angsa Putih" dari masa lalu semakin sering terulang, bahkan mengalami perkembangan lebih serius dalam bentuk "Insiden Badak Abu-abu". Memburuknya situasi ini telah memicu keprihatinan luas di kalangan masyarakat Taiwan, yang pada akhirnya mengakibatkan "Partai Progresif Demokratik yang tidak populer" kembali menjadi "partai terbesar" di Taiwan.

Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 65% pemilih Taiwan berharap terjadi rotasi kekuasaan politik pada tahun 2024 untuk menstabilkan situasi di Selat Taiwan dan mengembalikan perdamaian, stabilitas, ketenangan, serta harmoni.

Dalam respons terhadap sentimen mayoritas ini, tiga kubu utama yang bersaing dalam pemilihan pemimpin Taiwan tahun 2024, bersama dengan pihak-pihak lain yang berkeinginan ikut serta, telah secara bulat mengadopsi perdamaian dan pembangunan sebagai tema utama kampanye mereka.

Bahkan, aktivis "kemerdekaan Taiwan" seperti Lai Ching Te terpaksa menurunkan retorika "kemerdekaan Taiwan" dan mengusulkan konsep "perlindungan damai terhadap Taiwan" sebagai alternatif daripada retorika sebelumnya yang menekankan "perlawanan terhadap Tiongkok dan perlindungan Taiwan". Tsai Ing-wen juga, dengan tegas menyatakan kemampuannya untuk menjamin perdamaian di Selat Taiwan.

Isu lintas selat memegang peranan sentral dalam "pemilihan umum" Taiwan tahun 2024, di mana Partai Progresif Demokratik (DPP) dan kekuatan politik anti-DPP menfokuskan perhatian mereka pada hal ini. Perbedaan dalam latar belakang kebijakan dan jalur pengambilan keputusan di antara keduanya akan menjadi penentu arah yang berbeda terkait situasi masa depan di Selat Taiwan.

Hanya melalui klarifikasi kondisi dasar untuk mempertahankan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, kita dapat mengantisipasi lebih akurat apakah situasi tegang di wilayah tersebut akan kembali stabil pada saat pemilihan tersebut.

Kondisi dasar yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan tetap konsisten, tidak tergantung pada partai atau kekuatan politik mana pun yang akan memegang kekuasaan pada tahun 2024. China daratan, sesuai dengan prinsip satu China, tidak dapat diharapkan secara bertahap mengubah pendekatannya atau mendorong proses reunifikasi semata-mata karena pergeseran kekuasaan politik di Taiwan. Perlakuan yang berbeda terhadap kekuatan politik yang tengah berkuasa di Taiwan dalam isu-isu krusial seperti reunifikasi lintas selat menjadi suatu keharusan.

Dengan menghormati prinsip-prinsip ini, kita dapat mengidentifikasi pijakan untuk memprediksi dengan lebih tepat apakah situasi yang tegang di Selat Taiwan saat ini akan dapat dikembalikan ke tingkat stabilitas yang diharapkan pada periode tersebut.

Pertama-tama, konsensus politik mengenai prinsip satu China telah diakui kembali sebagai pijakan utama. Pengakuan terhadap "Konsensus 1992", yang sebelumnya tidak diakui oleh otoritas Partai Progresif Demokratik (DPP), menandakan suatu langkah menuju pemahaman bahwa DPP sekarang mengakui "Konsensus 1992" sebagai representasi dari prinsip satu Tiongkok.

Penting untuk tidak hanya mengakui hal ini secara umum, melainkan juga mengakui dengan jelas dan tanpa keraguan. Pengakuan ini harus dilakukan tanpa keambiguan atau upaya untuk mengelak, serta tanpa menciptakan prospek yang tidak realistis untuk pengakuan, yang bisa dianggap sebagai penghindaran atau taktik politik yang tidak jelas.

Dalam mengungkapkan prinsip satu China, China daratan saat ini menerapkan metode ekspresi paralel dengan "prinsip satu Tiongkok dan Konsensus 1992", menunjukkan fleksibilitas yang jelas dalam pendekatannya. Meskipun mungkin mempertimbangkan penggunaan istilah atau formulasi baru yang lebih sesuai, esensi prinsip satu Tiongkok harus tetap tercermin dalam ungkapan tersebut.

Walaupun istilah "Konsensus 1992" mungkin tidak selalu diperlukan, tetapi esensi inti dari prinsip satu Tiongkok tetap harus dijaga. Fleksibilitas dalam pendekatan ini memungkinkan adopsi ekspresi yang baru sesuai dengan perubahan zaman tanpa mengorbankan inti dari prinsip tersebut.

Dengan mengacu pada prinsip satu China, diharapkan bahwa kedua sisi Selat Taiwan dapat hidup dalam damai tanpa menghadapi konflik. Prinsip ini mendorong kerjasama yang saling menguntungkan, bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama, dan menciptakan masa depan yang lebih baik secara bersama-sama.

Fokus kedua adalah menekankan pentingnya pembangunan ekonomi dan sosial, serta kesejahteraan masyarakat, sebagai prioritas utama pemerintahan di kedua sisi Selat Taiwan. Selama tujuh puluh tahun terakhir, dinamika hubungan lintas Selat telah mengalami transformasi, bermula dari konfrontasi intensif menjadi periode relaksasi dan pembangunan, yang dimulai dengan reformasi dan keterbukaan di daratan Tiongkok.

Dalam konteks ini, kekuatan politik yang menginginkan "kemerdekaan Taiwan" telah memegang peran pebting. Sejarah menunjukkan bahwa ketika kedua sisi Selat Taiwan mengalami penyimpangan dan memberi prioritas pada isu politik, dampaknya dapat terasa dalam hubungan lintas Selat.

Di daratan China, sejak dimulainya periode reformasi dan keterbukaan, pembangunan ekonomi dan sosial selalu menjadi pilar utama dalam implementasi kebijakan, dan tidak pernah menyimpang dari fokus tersebut. Pasca-Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-18, diusulkan tujuan pembangunan jangka panjang yang dikenal sebagai rencana pembangunan "Dua Abad".

Tujuan ini mencakup upaya mendasar untuk mencapai modernisasi sosialis pada tahun 2035 dan membangun negara sosialis modern yang makmur, demokratis, beradab, harmonis, dan indah pada pertengahan abad ini. Penekanan pada pembangunan ekonomi dan sosial ini juga merupakan elemen dasar dari kebijakan reunifikasi damai.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More