Kinerja Belanja
Senin, 04 Desember 2023 - 11:55 WIB
Artinya, setiap unit uang yang diinvestasikan dalam perekonomian akan menciptakan pendapatan dan belanja tambahan. Oleh sebab itu, kebijakan ekonomi yang menggalakkan belanja, baik melalui stimulus pemerintah maupun mendorong daya beli rumah tangga, menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global, APBN mutlak diperlukan untuk tampil sebagai garda terdepan. APBN memainkan peran penting sebagai shock absorber dalam merespons ketidakpastian dan volatilitas ekonomi yang tinggi. Melalui dorongan konsumsi, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat.
Peningkatan belanja pemerintah yang terencana dengan cermat dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang sektor-sektor vital. Di sisi lain, melalui kebijakan yang mendukung konsumsi masyarakat, seperti insentif pajak atau program stimulus ekonomi, APBN dapat menjaga daya beli masyarakat, mencegah penurunan tajam yang dapat terjadi dalam situasi ekonomi sulit.
Artinya, dengan menjalankan peran ganda sebagai pendorong konsumsi pemerintah dan pelindung daya beli masyarakat, APBN bukan hanya sekadar alat keuangan, namun juga instrumen dinamis yang dapat membantu menciptakan kestabilan ekonomi dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Saat ini, kinerja APBN sampai dengan triwulan III - 2023 masih terjaga positif meskipun pada sisi pendapatan maupun belanja pemerintah perlu optimalisasi. Pada sisi pendapatan, saat ini pendapatan negara menunjukkan tren perlambatan meski masih tumbuh positif 3,1% dengan realisasi mencapai Rp2.035,6 triliun atau 82,6% dari target APBN.
Begitu juga pada sisi belanja, data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa realisasi belanja negara hingga akhir Oktober 2023 sebesar Rp2.240,8 triliun, setara 73,2% dari alokasi pagu anggaran belanja. Serapan itu mengalami penurunan 4,7% dibanding periode yang sama pada 2022.
Realisasi belanja negara itu terdiri dari belanja pemerintah pusat yang tercatat Rp1.572,2 triliun, setara 70% dari pagu anggaran, lebih rendah 5,6% dari realisasi di Oktober 2022. Selain itu, penyerapan anggaran belanja yang belum optimal tak hanya terjadi pada anggaran pemerintah pusat.
Realisasi belanja APBD juga mengalami hal yang sama. Hingga Oktober 2023, realisasi belanja APBD baru mencapai Rp811,70 triliun, atau 63,5% dari pagu tersedia sebesar Rp1.278,15 triliun. Serapan belanja APBD terbesar terjadi pada belanja pegawai.
Data Kemenkeu menunjukkan realisasi belanja pegawai pada APBD mencapai Rp304,45 triliun, lebih tinggi 2,6% dari serapan di periode yang sama pada 2022 senilai Rp296,72 triliun.
Sinkronisasi Belanja Pusat dan Daerah
Sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global, APBN mutlak diperlukan untuk tampil sebagai garda terdepan. APBN memainkan peran penting sebagai shock absorber dalam merespons ketidakpastian dan volatilitas ekonomi yang tinggi. Melalui dorongan konsumsi, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat.
Peningkatan belanja pemerintah yang terencana dengan cermat dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang sektor-sektor vital. Di sisi lain, melalui kebijakan yang mendukung konsumsi masyarakat, seperti insentif pajak atau program stimulus ekonomi, APBN dapat menjaga daya beli masyarakat, mencegah penurunan tajam yang dapat terjadi dalam situasi ekonomi sulit.
Artinya, dengan menjalankan peran ganda sebagai pendorong konsumsi pemerintah dan pelindung daya beli masyarakat, APBN bukan hanya sekadar alat keuangan, namun juga instrumen dinamis yang dapat membantu menciptakan kestabilan ekonomi dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Saat ini, kinerja APBN sampai dengan triwulan III - 2023 masih terjaga positif meskipun pada sisi pendapatan maupun belanja pemerintah perlu optimalisasi. Pada sisi pendapatan, saat ini pendapatan negara menunjukkan tren perlambatan meski masih tumbuh positif 3,1% dengan realisasi mencapai Rp2.035,6 triliun atau 82,6% dari target APBN.
Begitu juga pada sisi belanja, data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa realisasi belanja negara hingga akhir Oktober 2023 sebesar Rp2.240,8 triliun, setara 73,2% dari alokasi pagu anggaran belanja. Serapan itu mengalami penurunan 4,7% dibanding periode yang sama pada 2022.
Realisasi belanja negara itu terdiri dari belanja pemerintah pusat yang tercatat Rp1.572,2 triliun, setara 70% dari pagu anggaran, lebih rendah 5,6% dari realisasi di Oktober 2022. Selain itu, penyerapan anggaran belanja yang belum optimal tak hanya terjadi pada anggaran pemerintah pusat.
Realisasi belanja APBD juga mengalami hal yang sama. Hingga Oktober 2023, realisasi belanja APBD baru mencapai Rp811,70 triliun, atau 63,5% dari pagu tersedia sebesar Rp1.278,15 triliun. Serapan belanja APBD terbesar terjadi pada belanja pegawai.
Data Kemenkeu menunjukkan realisasi belanja pegawai pada APBD mencapai Rp304,45 triliun, lebih tinggi 2,6% dari serapan di periode yang sama pada 2022 senilai Rp296,72 triliun.
Sinkronisasi Belanja Pusat dan Daerah
tulis komentar anda