Petani Tembakau Tolak RPP Kesehatan karena Dinilai Merugikan
Kamis, 16 November 2023 - 22:05 WIB
JAKARTA - Para pekerja dan petani tembakau menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. RPP Kesehatan dinilai merugikan karena dibuat secara eksesif.
Hal itu terungkap dalam Dialog Interaktif bertajuk “Telaah RPP Pelaksanaan UU Kesehatan Pasal Pengamanan Zat Adiktif (Tembakau): Petani Tembakau Menolak!” yang diadakan oleh Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).
Para petani dan pekerja tembakau menyebut tembakau sebagai pilar keberlangsungan hidup dan mata pencaharian bagi jutaan orang. Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang dapat terjadi akibat larangan dan restriksi yang tercantum dalam draft RPP. Sebab selain sebagai produk legal, tembakau dianggap memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian nasional.
Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan penolakannya terhadap RPP tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok). Hal ini didasari adanya draft pasal-pasal yang merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan.
Di antaranya, masalah aturan pelarangan menjual rokok secara terbuka. Padahal rokok merupakan produk legal bukan produk ilegal seperti narkotika dan psikotropika atau minuman keras. Kedua, larangan iklan dan sporsorship terhadap kegiatan sosial keagamaan.
Ketiga, terdapat rekomendasi untuk dilakukan alih tanam tembakau ke komoditas lain. Padahal lahan yang ditanami tembakau seperti daerah Temanggung, Magelang, Jember, Madura, dan lain-lainnya itu memiliki spesifikasi sendiri yang tidak cocok untuk tanaman lain.
”Keempat, terdapat rekomendasi penurunan standar tar, kalau ini terjadi maka akan terjadi larangan membeli tembakau lokal, karena tembakau lokal itu tarnya cukup tinggi, sehingga nanti akan terjadi impor tembakau untuk memenuhi kebutuhan produksi industri rokok, dan masalah-masalah lainnya,” ujarnya, Kamis (16/11/2023).
Hal itu terungkap dalam Dialog Interaktif bertajuk “Telaah RPP Pelaksanaan UU Kesehatan Pasal Pengamanan Zat Adiktif (Tembakau): Petani Tembakau Menolak!” yang diadakan oleh Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).
Para petani dan pekerja tembakau menyebut tembakau sebagai pilar keberlangsungan hidup dan mata pencaharian bagi jutaan orang. Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang dapat terjadi akibat larangan dan restriksi yang tercantum dalam draft RPP. Sebab selain sebagai produk legal, tembakau dianggap memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian nasional.
Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan penolakannya terhadap RPP tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Bagian Pengamanan Zat Adiktif (tembakau dan rokok). Hal ini didasari adanya draft pasal-pasal yang merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan.
Di antaranya, masalah aturan pelarangan menjual rokok secara terbuka. Padahal rokok merupakan produk legal bukan produk ilegal seperti narkotika dan psikotropika atau minuman keras. Kedua, larangan iklan dan sporsorship terhadap kegiatan sosial keagamaan.
Ketiga, terdapat rekomendasi untuk dilakukan alih tanam tembakau ke komoditas lain. Padahal lahan yang ditanami tembakau seperti daerah Temanggung, Magelang, Jember, Madura, dan lain-lainnya itu memiliki spesifikasi sendiri yang tidak cocok untuk tanaman lain.
”Keempat, terdapat rekomendasi penurunan standar tar, kalau ini terjadi maka akan terjadi larangan membeli tembakau lokal, karena tembakau lokal itu tarnya cukup tinggi, sehingga nanti akan terjadi impor tembakau untuk memenuhi kebutuhan produksi industri rokok, dan masalah-masalah lainnya,” ujarnya, Kamis (16/11/2023).
Lihat Juga :
tulis komentar anda