Ancaman Lingkungan dalam Pembangunan
Senin, 06 November 2023 - 11:42 WIB
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan besar pembangunan nasional. Selain ketidakpastian berbagai sektor perekonomian, perubahan iklim mampu mendorong pada titik nadir pembangunan. Oleh karena itu, skema pendanaan iklim menjadi salah satu pilar yang mampu memitigasi ketidakmampuan negara dalam membiayai kerusakan dan kerugian krisis iklim.
Saat ini, pemerintah Indonesia harus mengalokasikan dana yang signifikan untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk mitigasi (upaya mengurangi emisi gas rumah kaca) dan adaptasi (upaya beradaptasi dengan dampak perubahan iklim). Anggaran alokasi APBN diperkirakan akan terus melonjak seiring dengan makin buruknya kondisi lingkungan bumi.
Berdasarkan skenario IPCC (panel pemerintah tentang perubahan iklim) dengan level sedang, yaitu representative concentration pathway (RCP) 4,5, nilai APBN yang disalurkan naik mencapai 3,6% (USD37,1 miliar atau Rp560 triliun). Apabila dengan skenario level berat, yaitu RCP 8,5, nilai APBN yang dibelanjakan meningkat hingga 4,2% atau senilai USD44,2 miliar atau Rp667 triliun.
Adapun dari berbagai jenis bencana alam, kerugian terbesar disebabkan oleh kekeringan. Nilai kerugiannya mencapai 74% dari total kerugian tahunan secara nasional. Salah satu kekeringan paling parah terjadi pada kurun 2015-2016 saat El Nino melanda. Akibatnya, cadangan air menyusut secara drastis di sejumlah wilayah.
Banyak lahan pertanian mengalami kekeringan dan pasokan air bersih ke warga juga terganggu. Saat itu, produksi padi nasional turun hingga 11,5% atau setara 7 juta ton. Kekeringan kembali terulang pada 2019 yang menyebabkan produksi padi susut 7,8%.
Bencana kekeringan ini berdampak langsung pada kegagalan panen sehingga menurunkan produksi pangan dan mendorong kenaikan harga pangan. Implikasi jangka panjangnya dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.
Dewasa ini, ketahanan pangan nasional Indonesia kerapkali dihadapkan pada tantangan yang tak mudah, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu dimensi terbaru adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem akibat pemanasan global yang tidak terduga langsung berdampak pada ketahanan pangan nasional.
Kaitannya sekilas tampak jauh, namun sesungguhnya sangat berpengaruh. Pemanasan global menimbulkan perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Iklim dan cuaca menjadi serba tidak pasti dan kadang berubah drastis tidak lagi mengikuti ritme iklim tropis dua musim penghujan dan musim kering, melainkan dalam ritme tumpang-tindih keduanya, hujan di musim kering, pun kering di musim hujan.
Selain kekeringan, tiga bencana lain yang berdampak signifikan adalah banjir, wabah penyakit, dan gempa bumi. Ketiganya menyumbang kerugian sekitar 16% secara nasional. Dana iklim sangat berperan penting dalam menuntaskan persoalan tersebut.
Oleh sebab itu, salah satu tujuan pemetaan tantangan terbesar itu adalah menekan dampak kehilangan secara valuasi ekonomi yang jauh lebih besar. Artinya, pemerintah perlu segera melakukan upaya mitigasi guna memperbaiki kualitas lingkungan.
Saat ini, pemerintah Indonesia harus mengalokasikan dana yang signifikan untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk mitigasi (upaya mengurangi emisi gas rumah kaca) dan adaptasi (upaya beradaptasi dengan dampak perubahan iklim). Anggaran alokasi APBN diperkirakan akan terus melonjak seiring dengan makin buruknya kondisi lingkungan bumi.
Berdasarkan skenario IPCC (panel pemerintah tentang perubahan iklim) dengan level sedang, yaitu representative concentration pathway (RCP) 4,5, nilai APBN yang disalurkan naik mencapai 3,6% (USD37,1 miliar atau Rp560 triliun). Apabila dengan skenario level berat, yaitu RCP 8,5, nilai APBN yang dibelanjakan meningkat hingga 4,2% atau senilai USD44,2 miliar atau Rp667 triliun.
Adapun dari berbagai jenis bencana alam, kerugian terbesar disebabkan oleh kekeringan. Nilai kerugiannya mencapai 74% dari total kerugian tahunan secara nasional. Salah satu kekeringan paling parah terjadi pada kurun 2015-2016 saat El Nino melanda. Akibatnya, cadangan air menyusut secara drastis di sejumlah wilayah.
Banyak lahan pertanian mengalami kekeringan dan pasokan air bersih ke warga juga terganggu. Saat itu, produksi padi nasional turun hingga 11,5% atau setara 7 juta ton. Kekeringan kembali terulang pada 2019 yang menyebabkan produksi padi susut 7,8%.
Bencana kekeringan ini berdampak langsung pada kegagalan panen sehingga menurunkan produksi pangan dan mendorong kenaikan harga pangan. Implikasi jangka panjangnya dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.
Dewasa ini, ketahanan pangan nasional Indonesia kerapkali dihadapkan pada tantangan yang tak mudah, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu dimensi terbaru adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem akibat pemanasan global yang tidak terduga langsung berdampak pada ketahanan pangan nasional.
Kaitannya sekilas tampak jauh, namun sesungguhnya sangat berpengaruh. Pemanasan global menimbulkan perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Iklim dan cuaca menjadi serba tidak pasti dan kadang berubah drastis tidak lagi mengikuti ritme iklim tropis dua musim penghujan dan musim kering, melainkan dalam ritme tumpang-tindih keduanya, hujan di musim kering, pun kering di musim hujan.
Selain kekeringan, tiga bencana lain yang berdampak signifikan adalah banjir, wabah penyakit, dan gempa bumi. Ketiganya menyumbang kerugian sekitar 16% secara nasional. Dana iklim sangat berperan penting dalam menuntaskan persoalan tersebut.
Oleh sebab itu, salah satu tujuan pemetaan tantangan terbesar itu adalah menekan dampak kehilangan secara valuasi ekonomi yang jauh lebih besar. Artinya, pemerintah perlu segera melakukan upaya mitigasi guna memperbaiki kualitas lingkungan.
tulis komentar anda