ORI, Simbol Kemerdekaan Negara
Senin, 30 Oktober 2023 - 14:28 WIB
Abdul Hofir, pegawai DJP Kemenkeu RI *
SEJAK 1000 SM (versi lain mengatakan 6000 SM), uang menjadi alat tukar dalam perekonomian menggantikan sistem barter yang telah usang dan menyulitkan. Dengan uang, seseorang menjadi mudah mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan tanpa harus menukarnya dengan barang atau jasa lainnya.
Penggunaan uang di Indonesia baik sebelum maupun setelah kemerdekaan mengalami beberapa fase perjuangan yang sangat panjang. Pada masa Kerajaan Mataram Kuno era Syailendra, misalnya, terdapat mata uang Kupang (dicetak sekitar tahun 850 M) berbahan emas dan perak.
Beberapa masa kemudian uang Krishnala digunakan Kerajaan Jenggala di Jawa Timur, sekitar tahun 1100 M. Konon, uang Krishnala tersingkir akibat penggunaan Kepeng yang datang dari Tiongkok ke Nusantara. Era 1980-an, kita sering mendengar nama uang Kepeng dari sandiwara radio dengan lakon dan tokoh Mataram Kuno.
Uang Ma atau Masa digunakan Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1200 M dan kemudian beralih ke Gobog Wayang pada 1300 M. Sementara itu, Kerajaan Pasai pada 1297 mencetak uang Dirham dengan bahan emas yang terdapat tulisan nama Sultan dengan gelar Malik az-Zahrir atau Malik at-Tahir.
Catatan Kementerian Keuangan menyebut bahwa pada masa awal kemerdekaan terdapat tiga keputusan penting yang diambil Menteri Keuangan A.A. Maramis melalui sebuah dekrit pada tanggal 29 September 1945.
Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara.
Kedua, terhitung mulai 29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab pada Menteri Keuangan.
Ketiga, kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.
SEJAK 1000 SM (versi lain mengatakan 6000 SM), uang menjadi alat tukar dalam perekonomian menggantikan sistem barter yang telah usang dan menyulitkan. Dengan uang, seseorang menjadi mudah mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan tanpa harus menukarnya dengan barang atau jasa lainnya.
Penggunaan uang di Indonesia baik sebelum maupun setelah kemerdekaan mengalami beberapa fase perjuangan yang sangat panjang. Pada masa Kerajaan Mataram Kuno era Syailendra, misalnya, terdapat mata uang Kupang (dicetak sekitar tahun 850 M) berbahan emas dan perak.
Beberapa masa kemudian uang Krishnala digunakan Kerajaan Jenggala di Jawa Timur, sekitar tahun 1100 M. Konon, uang Krishnala tersingkir akibat penggunaan Kepeng yang datang dari Tiongkok ke Nusantara. Era 1980-an, kita sering mendengar nama uang Kepeng dari sandiwara radio dengan lakon dan tokoh Mataram Kuno.
Uang Ma atau Masa digunakan Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1200 M dan kemudian beralih ke Gobog Wayang pada 1300 M. Sementara itu, Kerajaan Pasai pada 1297 mencetak uang Dirham dengan bahan emas yang terdapat tulisan nama Sultan dengan gelar Malik az-Zahrir atau Malik at-Tahir.
Catatan Kementerian Keuangan menyebut bahwa pada masa awal kemerdekaan terdapat tiga keputusan penting yang diambil Menteri Keuangan A.A. Maramis melalui sebuah dekrit pada tanggal 29 September 1945.
Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara.
Kedua, terhitung mulai 29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab pada Menteri Keuangan.
Ketiga, kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.
tulis komentar anda