Kemenkes Tegaskan Jamu Tak Dapat Sembuhkan Covid-19

Rabu, 05 Agustus 2020 - 15:34 WIB
FOTO/SINDOnews/Ilustrasi
JAKARTA - Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan ( Kemenkes ) Akhmad Saikhu menegaskan bahwa antivirus atau vaksin merupakan obat satu-satunya untuk menyembuhkan Covid-19.

Menurut Saikhu, Covid-19 disebabkan oleh virus dan hanya bisa disembuhkan dengan antivirus saja. Antivirus inilah yang sedang dalam tahap uji klinik di Indonesia. “Kita ketahui bahwa Covid ini disebabkan oleh virus. Jadi, obat satu-satunya itu adalah antivirus. Dan sampai saat ini antivirus tersebut masih dalam proses penelitian. Sedang diuji klinik tahap ketiga di Indonesia,” katanya dalam diskusi “Obat Tradisional untuk Covid-19, sudah adakah?” di Media Center Satgas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Rabu (5/8/2020). (Baca juga: Pasien Covid-19 Terus Bertambah, RS Muhammadiyah Mulai Kewalahan)

Saikhu juga menegaskan bahwa obat herbal atau jamu tidak bisa menyembuhkan Covid-19. “Terkait dengan penggunaan herbal atau jamu, ini sebenarnya tidak bisa menyembuhkan Covid. Bahwa yang tadi saya sebutkan bahwa satu-satunya yang bisa menyembuhkan adalah antivirus,” ujarnya.

Saikhu juga mengatakan dalam kategori obat, jamu hanya digunakan untuk meringankan gejala-gejala pada orang yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid. “Yang dipergunakan jamu ini untuk komorbid dari Covid-19. Artinya bisa dipergunakan untuk meringankan gejala-gejala penyerta saja,” katanya. (Baca juga: Kasus Kematian karena Corona di Indonesia Posisi 103 Dunia dari 215 Negara)



Kemudian dalam kategori obat jamu juga harus melalui berbagai tahapan uji klinik hingga akhirnya diketahui manfaatnya. “Kategori obat jamu harus berdasarkan empiris, kemudian obat herbal standar berdasarkan proses pembuatannya melalui uji praklinik dengan hewan untuk uji coba. Di situ diketahui data-data terkait dengan manfaat dan keamanannya,” ungkapnya.

Manfaatnya misalkan apakah bisa menurunkan gejala-gejala klinis kemudian parameter-parameter laboratorium klinisnya. Untuk keamanannya harus tidak ada efek samping, tidak mengganggu fungsi hati dan ginjal. “Kemudian tahapan berikutnya ujik klinik sebagai uji coba tingkat lanjut dari perkembangan obat-obatan itu,” ujarnya.
(nbs)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More