Ujian Kenegarawanan Megawati
Kamis, 26 Oktober 2023 - 17:43 WIB
Efek Gibranian (Gibranian effect) secara nyata diakui berjasa membuka jalan bagi Gibran untuk dapat terjun mengikuti kontestasi Pilpres 2024. Melalui Mahkamah Konstitusi (MK), gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang Gibranian asal Surakarta bernama Almas Tsaqib Birru akhirnya dikabulkan. Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa syarat batas usia Capres dan Cawapres minimal 40 tahun, tetapi membuka peluang bagi orang yang sudah pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui Pilkada. Putusan MK ini memicu pro-kontra di kalangan masyarakat, namun demikian secara legalitas formal Putusan MK ini dinilai final dan mengikat.
Pendeklarasian Gibran sebagai Cawapres Prabowo setidaknya mempengaruhi strategi pemenangan Pilpres PDIP yang mengusung duet Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai Capres dan Cawapres. Harapan untuk mengkonsolidasikan kekuatan semua organ relawan pendukung Jokowi untuk mendukung kemenangan Ganjar-Mahfud tampaknya mesti dikalkulasi ulang kembali. Komitmen dukungan sejumlah organ relawan pro Jokowi terhadap pasangan Prabowo-Gibran tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sosok Jokowi yang dalam hal ini terrepresentasikan melalui sosok Gibran. Situasi ini tentunya mempertaruhkan peluang Ganjar-Mahfud untuk dapat meraup dukungan suara penuh dari kubu organ relawan pro Jokowi.
Perebutan dukungan suara potensial juga diperkirakan terjadi di kalangan pemilih muda yang secara kuantitas cukup besar. Gibran yang berusia muda dibandingkan kontestan pesaingnya tentunya memiliki peluang lebih terbuka untuk engaging, winning the heart, dan winning the mind kalangan swing voters dan undecided voters yang rata-rata berusia muda. Belajar dari pengalaman Pilkada, Pilgub dan Pilpres, kemenangan kontestan tidak mutlak ditentukan oleh seberapa banyak jumlah parpol pengusungnya mengingat parpol pengusung tidak dapat menjamin penuh untuk mengarahkan suara simpatisannya sesuai pilihan parpol bersangkutan. Dalam arti, pilihan rasional pemilih individual (the rational choices of individual voters) yang berada di luar jangkauan pengaruh parpol pengusung pasangan calon (paslon) diakui turut memberikan andil besar bagi kemenangan seorang paslon.
Politik Elegan Megawati
Megawati dan PDIP adalah pihak yang dipandang berjasa membesarkan dan menjadi pelindung setia Jokowi sejak pertama kali masuk dunia pemerintahan hingga sekarang. Karena itu, Megawati dan PDIP dinilai pantas untuk merasa kecewa saat dihadapkan pada sebuah kenyataan terkait manuver politik Jokowi dan keluarganya, seperti bergabungnya Kaesang Pangarep ke PSI dan pendeklarasian Gibran sebagai Cawapres Prabowo.
Namun, Megawati dan PDIP justru menafikan semua persepsi publik dengan mengambil sikap berbeda. Dalam arti, Megawati dan PDIP tampak tenang dan tidak emosional termasuk dalam menyikapi manuver politik Gibran yang masih berstatus resmi sebagai anggota PDIP. Tidak hanya Megawati, kedewasaan sikap dalam menyikapi pencawapresan Gibran juga ditunjukkan oleh kalangan tokoh senior PDIP lainnya seperti F.X. Hadi Rudyatmo yang menyikapi pencawapresan Gibran sebagai “hak” yang bersangkutan sebagai warga negara yang dijamin Undang-Undang. Kedewasaan perilaku politik Megawati dan PDIP ini memberikan keteladanan politik bagi masyarakat. Ini merupakan modal penting bagi bangsa ini menuju sebuah peradaban politik yang cerdas dan santun dalam menyikapi perbedaan sikap politik.
Di sisi lain, Megawati dan PDIP tampaknya sadar betul bahwa manuver politik harus dihadapi dengan manuver politik, bukan dengan sikap emosional. Sikap Megawati dan PDIP ini dapat diterjemahkan sebagai strategi politik untuk meredam narasi-narasi politik seperti “penzaliman politik” terhadap keluarga Jokowi yang dapat merugikan PDIP dan paslon yang diusungnya.
Perilaku politik Megawati dan PDIP yang elegan ini setidaknya dapat berkontribusi meredam potensi konflik di tataran akar rumput yang kecewa terhadap Jokowi dan politik dinastinya. Dengan terkendalinya potensi konflik di tataran akar rumput, Pemilu 2024 niscaya dapat berlangsung kondusif, aman dan damai meski diwarnai perbedaan kepentingan di kalangan kontestan. Pepatah mengatakan “There are no permanent friends or permanent enemies, but only permanent interests”.
Adagium tersebut berlaku pula dalam konstelasi politik domestik. Karena itu, keributan terkait Pemilu merupakan sesuatu yang sama sekali tidak perlu terjadi dan bahkan sebisa mungkin dihindari. Istilah “sekarang lawan besok bisa menjadi kawan, sekarang kawan besok bisa menjadi lawan” merupakan sesuatu yang lazim dijumpai atau didengar dalam kehidupan politik. Karena itu, pertikaian karena perbedaan politik sudah semestinya dihindari, dan sebaliknya saatnya kita mulai membiasakan diri dengan perbedaan politik dan menyikapinya secara dewasa dan cerdas, serta dengan kepala dingin tanpa memasukkannya ke dalam hati. Salam Demokrasi !!!
Pendeklarasian Gibran sebagai Cawapres Prabowo setidaknya mempengaruhi strategi pemenangan Pilpres PDIP yang mengusung duet Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai Capres dan Cawapres. Harapan untuk mengkonsolidasikan kekuatan semua organ relawan pendukung Jokowi untuk mendukung kemenangan Ganjar-Mahfud tampaknya mesti dikalkulasi ulang kembali. Komitmen dukungan sejumlah organ relawan pro Jokowi terhadap pasangan Prabowo-Gibran tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sosok Jokowi yang dalam hal ini terrepresentasikan melalui sosok Gibran. Situasi ini tentunya mempertaruhkan peluang Ganjar-Mahfud untuk dapat meraup dukungan suara penuh dari kubu organ relawan pro Jokowi.
Perebutan dukungan suara potensial juga diperkirakan terjadi di kalangan pemilih muda yang secara kuantitas cukup besar. Gibran yang berusia muda dibandingkan kontestan pesaingnya tentunya memiliki peluang lebih terbuka untuk engaging, winning the heart, dan winning the mind kalangan swing voters dan undecided voters yang rata-rata berusia muda. Belajar dari pengalaman Pilkada, Pilgub dan Pilpres, kemenangan kontestan tidak mutlak ditentukan oleh seberapa banyak jumlah parpol pengusungnya mengingat parpol pengusung tidak dapat menjamin penuh untuk mengarahkan suara simpatisannya sesuai pilihan parpol bersangkutan. Dalam arti, pilihan rasional pemilih individual (the rational choices of individual voters) yang berada di luar jangkauan pengaruh parpol pengusung pasangan calon (paslon) diakui turut memberikan andil besar bagi kemenangan seorang paslon.
Politik Elegan Megawati
Megawati dan PDIP adalah pihak yang dipandang berjasa membesarkan dan menjadi pelindung setia Jokowi sejak pertama kali masuk dunia pemerintahan hingga sekarang. Karena itu, Megawati dan PDIP dinilai pantas untuk merasa kecewa saat dihadapkan pada sebuah kenyataan terkait manuver politik Jokowi dan keluarganya, seperti bergabungnya Kaesang Pangarep ke PSI dan pendeklarasian Gibran sebagai Cawapres Prabowo.
Namun, Megawati dan PDIP justru menafikan semua persepsi publik dengan mengambil sikap berbeda. Dalam arti, Megawati dan PDIP tampak tenang dan tidak emosional termasuk dalam menyikapi manuver politik Gibran yang masih berstatus resmi sebagai anggota PDIP. Tidak hanya Megawati, kedewasaan sikap dalam menyikapi pencawapresan Gibran juga ditunjukkan oleh kalangan tokoh senior PDIP lainnya seperti F.X. Hadi Rudyatmo yang menyikapi pencawapresan Gibran sebagai “hak” yang bersangkutan sebagai warga negara yang dijamin Undang-Undang. Kedewasaan perilaku politik Megawati dan PDIP ini memberikan keteladanan politik bagi masyarakat. Ini merupakan modal penting bagi bangsa ini menuju sebuah peradaban politik yang cerdas dan santun dalam menyikapi perbedaan sikap politik.
Di sisi lain, Megawati dan PDIP tampaknya sadar betul bahwa manuver politik harus dihadapi dengan manuver politik, bukan dengan sikap emosional. Sikap Megawati dan PDIP ini dapat diterjemahkan sebagai strategi politik untuk meredam narasi-narasi politik seperti “penzaliman politik” terhadap keluarga Jokowi yang dapat merugikan PDIP dan paslon yang diusungnya.
Perilaku politik Megawati dan PDIP yang elegan ini setidaknya dapat berkontribusi meredam potensi konflik di tataran akar rumput yang kecewa terhadap Jokowi dan politik dinastinya. Dengan terkendalinya potensi konflik di tataran akar rumput, Pemilu 2024 niscaya dapat berlangsung kondusif, aman dan damai meski diwarnai perbedaan kepentingan di kalangan kontestan. Pepatah mengatakan “There are no permanent friends or permanent enemies, but only permanent interests”.
Adagium tersebut berlaku pula dalam konstelasi politik domestik. Karena itu, keributan terkait Pemilu merupakan sesuatu yang sama sekali tidak perlu terjadi dan bahkan sebisa mungkin dihindari. Istilah “sekarang lawan besok bisa menjadi kawan, sekarang kawan besok bisa menjadi lawan” merupakan sesuatu yang lazim dijumpai atau didengar dalam kehidupan politik. Karena itu, pertikaian karena perbedaan politik sudah semestinya dihindari, dan sebaliknya saatnya kita mulai membiasakan diri dengan perbedaan politik dan menyikapinya secara dewasa dan cerdas, serta dengan kepala dingin tanpa memasukkannya ke dalam hati. Salam Demokrasi !!!
(wur)
Lihat Juga :
tulis komentar anda