Putusan Banding Dinilai Tak Adil, Emirsyah Satar Ajukan Kasasi ke MA

Senin, 03 Agustus 2020 - 20:27 WIB
Terdakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Persero Tbk Emirsyah Satar resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Terdakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Persero Tbk Emirsyah Satar resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Luhut MP Pangaribuan selaku Ketua tim kuasa hukum Emirsyah Satar menyatakan, pihaknya telah mengetahui adanya putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2020/PT.DKI atas nama Emirsyah Satar yang memperkuat putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakpus.

Setelah mendapat informasi tersebut, maka Emirsyah melalui kuasa hukum langsung menyatakan kasasi. Memori kasasi sudah diajukan ke MA melalui PN Jakpus. "Sudah menyatakan kasasi. Kasasi diajukan ke MA melalui PN Jakpus. Pekan lalu diajukan, Senin (27/7/2020) pekan lalu. Pak ES (Emirsyah Satar) memutuskan untuk kasasi. Karena dirasa kurang adil," kata Luhut, di Jakarta, Senin (3/8/2020) malam. (Baca juga: Putusan Banding Perkuat Vonis Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar)

Dia menjelaskan, kenapa Emirsyah merasa kurang adil terhadap putusan terhadap Emirsyah. Misalnya, tutur Luhut, perkara ini bermula dari kasus hasil kerja sama lewat mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) di Inggris. Dalam kasus yang sama, klaim Luhut, ada delapan negara yang disebut. Tapi hanya di Indonesia kasusnya ditindaklanjuti.



"Lebih jauh lagi, PLN juga ada tapi KPK tidak usut. Jadi seperti unequaL before the law. Bukan membela diri dan menunjuk kesalahan orang lain. Tapi lebih pada tidak ada perlakukan yang sama di depan hukum. Itulah sebabnya minggu lalu sudah menyatakan kasasi," ujarnya. (Baca juga: Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Divonis 8 Tahun Penjara, Soetikno 6 Tahun)

Alasan kedua kasasi diajukan, ungkap Luhut, Emirsyah tidak pernah secara aktif dalam pengadaan di PT Garuda Indonesia Persero Tbk termasuk seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta termasuk dengan vendor seperti Airbus S.A.S dan Roll-Royce Plc. "Tapi dinyakan aktif untuk mendapatkan sesuatu. Jadi ada yang salah dalam penerapan hukum. Oleh karena itu harus diperbaiki MA," paparnya.

Ketiga, Luhut mengklaim, tidak pernah ada usaha Emirsyah menyembunyikan apa yang pernah diterima dari Soetikno Soedarjo selaku pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, dan Connaught International Pte Ltd. Dia menyebutkan, bahwa apa yang pernah diberikan Soetikno ke Emirsyah adalah dalam kapasitas sebagai sahabat. "Jadi tidak ada TPPU. Penerimaan yang pernah itu tidak langsung baru dan baru tahu kemudian. Dan akhirnya sudah dikembalikan dan sudah diakui dan ditegaskan SS (Soetikno Soedarjo) dalam sidang. Masa disuruh dikembalikan? Keliru dalam penerapan hukum," kilahnya.

Alasan terakhir, lanjut Luhut, tidak ada perhitungan kerugian negara dan hasil perhitungannya terkait dengan pengadaaan total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Trent 700, pesawat Airbus A330-300/200; pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pesawat Bombardier CRJ1.000, dan, pesawat ATR 72-600 oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. "Terakhir tidak ada perhitungan kerugian negara (untuk pengadaan) GA (Garuda Indonesia) dalam hal ini. Tapi disuruh bayar uang pengganti kepada Garuda. Padahal uang itu sudah kembali ke SS (Soetikno). Itu alasan-alasan pokok untuk kasasi," kata Luhut.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More