Kekuasaan, Politik, dan Hukum

Kamis, 14 September 2023 - 14:27 WIB
Akibatnya, yang terjadi seorang menteri “terpaksa” didudukan sebagai tersangka/terdakwa perkara korupsi hanya karena pelaksanaan teknis dari kebijakan itu sendiri bermasalah mengandung unsur tindak pidana.

Dalam konteksi kasus sedemikian semakin jelas dalam kacamata penegak hukum, bahwa semakin tidak jelas lagi perbedaan status hukum seorang menteri dan seorang dirjen sebagai pelaksanaan teknis kebijakan menteri dalam penyelenggaraan pemerintahan. Masalah hukum mendesak dan di masa yang akan datang adalah bagaimana mendudukan peristiwa hukum terkait kebijakan negara dalam urusan tertentu akan tetapi di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut mengandung unsur-unsur pidana.

Situasi hukum dan penegakan hukum saat ini masih dikuasai kekuasaan (power) dan politik tidak dapat dinafikkan. Meskipun masih terdapat 50% tetap berpegang pada asas-asas dan norma hukum serta prinsip equality before the law. Contoh tentang masalah tersebut kita saksikan dalam penanganan perkara BTS yang masih tersendat-sendat karena kejaksaan belum menyentuh lingkaran politik yang terlibat di dalamnya.

KPK yang belum menuntaskan kasus Formula E sampai saat ini. Kasus penambangan ilegal yang masih diselimuti oleh konflik kepentIngan kekuasaan dan politik di dalamnya sehingga menghambat penegakan hukum.

Juga masalah penguasaan lahan pertanahan yang telah dicampuri oleh percaloan, di mana pemilik asli tanah pemegang SHM masih bisa ditelikung dan dirampas secara hukum oleh orang yang bukan pemilik yang sah. Dan semuanya itu terjadi karena keterlibatan kekuasaan dan percaloan tanah.

Kasus tersebut di atas merupakan cermin bagaimana hukum telah diinjak-injak oleh kekuasaan dan politik. Ia bergerak dan beraktivitas tanpa dasar hukum bahkan kekuatan hukum telah diperdayai oleh bantuan ahli hukum yang tidak bermoral. Sehingga telah terjadi di mana tirani minoritas menguasai mayoritas.

Dalam keadaan sedemikian semakin jelas dan nyata yang dirasakan pencari keadilan yang tidak memiliki back up kekuasaan dan lemah secara sosial ekonomi semakin terpuruk dan dipojokkan. Akhirnya muncul ungkapan sinis masyarakat bahwa hukum tidak berpihak pada golongan lemah dan miskin atau hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Dalam praktik hukum hal tersebut bukan rahasia umum dan telah dialami oleh mayoritas pencari keadilan. Dimulai sejak pelaporan perkara ke tempat pelayanan terpadu di kantor-kantor kepolisian tingkat polres, lalu pada pendaftaran perkara di pengadilan, sampai pada proses persidangan yang selalu molor dari jadwal persidangan.

Bahkan, pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali sekalipun yang telah dilaksanakan berdasarkan sistem online tetap saja tidak menjamin kelancaran pengiriman petikan putusannya. Terkadang harus menunggu lebih dari satu bulan.

Pada akhirnya semua hambatan dan kegagalan memenuhi kepastian hukum, keadilan apalagi kemannfaatan pencari keadilan dikembalikan kepada “the men behind the gun” bukan pada sistem online itu sendiri. Bagaimana dengan fungsi dan peranan produk per-UU-an hasil kerja keras DPR RI dan pemerintah dapat mencegah dan mengatasi masalah terurai di atas. Suatu pertanyaan mendasar yang sampai hari ini belum ada resep manjur isi dan bentuk format peraturan per-UU-an yang dapat menjadi solusi final dan komprehensif.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More