Akuisisi F-15EX, Jalan Terang Menuju Supremasi-Superioritas Udara

Senin, 28 Agustus 2023 - 05:17 WIB
Berdasar referensi, kekuatan udara merupakan komponen strategis dari kekuatan militer suatu negara untuk menegakkan kedaulatan negara. Peran dimaksud antara lain melakukan patroli dan pengawasan ruang udara melalui fungsi intelligence, surveillance, and reconnaissance; memberikan dukungan tempur dalam bentuk bantuan tembakan atau serangan preemtif terhadap musuh dalam operasi militer gabungan; dan mengimplementasikan strategi anti-akses/tangkal wilayah untuk menghadang serangan musuh sekaligus mencegah musuh mengontrol ruang udara.

Peran kekuatan tersebut bisa maksimal bila kekuatan udara mampu mewujudkan supremasi udara dan superioritas udara, sehingga kekuatan udara memiliki kemampuan mempertahankan dan mengendalikan wilayah udara. Secara spesifik, supremasi udara dipahami sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif. Sedangkan konsep superioritas udara didefinisikan sebagai tingkat dominasi suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat, laut, dan udara tanpa dicegah.

Dinamika Kekuatan Udara

Urgensi penguasaan udara melalui kekuatan udara agar Indonesia memilikin kapasitas pada perang modern seperti disampaikan Soekarno, atau memiliki kemampuan supremasi dan superioritas udara sebenarnya telah diwujudkan di era kepemimpinan proklamator tersebut. Kala itu, pada 1960-an, negeri ini telah mengakusisi pesawat pembom strategis buatan Rusia, yakni Tu-16, yang memiliki daya jelajah sangat jauh dan menenteng senjata dalam jumlah besar.

Di era itu, pesawat sejenis hanya dimiliki Amerika (B-58 Hustler), Inggris (V-Bomber), dan Rusia. Keberadaan pesawat tersebut menjadikan kekuatan matra udara Indonesia sebagai terkuat di belahan bumi Selatan. Namun di era 1990-200-an, kekuatan udara Indonesia ambles hingga berada di titik nadir terendah. Kondisi ini terjadi bersamaan dengan embargo militer yang diberikan Amerika Serikat (AS) karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur sejak 1991.

Padahal sejak Orde Baru Indonesia memiliki ketergantungan terhadap pesawat tempur negeri Paman Sam tersebut. Sebagai dampak embaro, pesawat made in AS seperti F-16 Fighting Falcon, F-15 Tiger. C-130 Hercules hingga pesawat made in Inggris, Hawk 109/209 harus digrounded. Amerika tidak mau menjual alutsista ke Indonesia, termasuk suku cadang untuk meremajakan pesawat tempur.

Pasca-reformasi, Indonesia di bawah kepemimpinan Megawati mencari solusi dengan menoleh kembali ke Rusia dengan memborong pesawat Sukhoi Su-27 dan Su-30 hingga lengkap satu skadron. Baru pada 2005 embargo militer dicabut dan Indonesia mulai bisa memodernisasi pesawat tempurnya, terutama F-16, hingga menjadikan pesawat bermesin tunggal itu sebagai backbone kekuatan udara RI.

Baru kemudian di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, TNI AU mendapat tambahan kekuatan satu skadron TA-50 Golden Eagle dari Korea Selatan. Pada era yang sama, Indonesia juga meneken kerja sama jangka panjang mengembangkan pesawat KFX-IFX dengan Korea Selatan. Di era awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo , belanja pesawat tempur terbilang sangat lamban.

Rencana mendatangkan Sukhoi Su-35 melalui skema barter untuk menggantikan F-5 Tiger yang harus pensiun harus terhenti, karena sanksi CAATSA AS yang menghalangi setiap negara membeli alutsista dari Rusia. Baru pada era Prabowo, belanja pesawat tempur menunjukkan progresivitas, dengan memborong Rafale, Mirage, dan F-15EX. Hanya, pesawat tempur yang dibeli tidak bisa datang seketika. Rafale misalnya baru bisa memperkuat TNI AU pada 2026 nanti.

Berdasar data World Directory of Modern Military Aircraft (WDMMA) 2023, TNI AU saat ini memiliki 280 unit pesawat aktif. Dengan perincian 120 pesawat latih dasar, 65 pesawat tempur, 28 helikopter latih (helo training), 46 unit pengangkut khusus, 5 unit misi khusus, 1 pesawat pengisi bahan bakar (aerial refueler), serta 35 unit multiperan.Total kekuatan tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 29 dari 128 layanan udara di 101 negara.

Adapun data kekuatan udara lebih luas disampaikan Global Firepower 2023. Lembaga tersebut mencatat operasi militer udara Indonesia didukung 466 unit armada pesawat. Jumlah itu meliputi 176 unit helikopter, 127 pesawat latih, 67 pesawat angkut bersayap tetap, 41 pesawat jet tempur - dengan 37 unit di antaranya merupakan jet serang khusus, 17 unit pesawat misi khusus, serta satu unit pesawat tanker.

Progresivitas Belanja

Walaupun TNI AU ratusan pesawat seperti diungkapkan WDMMA 2023 dan Global Firepower 2023, harapan Indonesia memiliki supremasi dan superioritas udara masih jauh panggang dari api. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar pesawat tempur yang dimiliki baru pesawat multi-role yang berorientasi ke serangan darat, yakni F-16 dan TA-50. Pesawat fighter yang dimiliki, yakni Su-27 dan Su-30 jumlahnya masih terbatas.

Kekuatan yang dimiliki saat ini belum mampu membuat kekuatan Indonesia disegani seperti pada era Soekarno. Apalagi beberapa negara di kawasan memiliki pesawat tempur termodern dengan jumlah banyak, terutama negara sekutu AS. Seperti Singapura yang memiliki F-15 dan F-35, serta Australia yang melengkapi kekuatan udara dengan F/A-18 Hornet, F-15, dan F-35.

Untuk mewujudkan asa memiliki kekuatan udara yang bisa menghadirkan supremasi dan superioritas udara, TNI AU membutuhkan pesawat tempur fighter seperti F-15, F-22, Su-30MKI, Eurofighter, F-35, dan Rafale yang dibekali kemampuan radar canggih dengan kemampuan beyond visual range (BVR), memiliki kemampuan interoperabilitas, dan rudal jarak jauh seperti AIM-120 AMRAAM yang bisa diandalkan untuk pertarungan udara.

Di awal kepemimpinan Presiden Jokowi atau saat Menhan Ryamizard Ryacudu, tidak ada sinyal Indonesia akan melengkapi kekuatan udaranya dengan pesawat kelas fighter. Malah realitas yang muncul justru stagnasi. Kemacetan transaksi Su-35 tidak juga menemukan solusi. Juga tidak ada terobosan baru yang dilakukan untuk mencari opsi lain.

Perubahan drastis penguatan alutsista terjadi di periode kedua pemerintahan Jokowi, dengan Menhan Prabowo Subianto. Pada momen itu terjadi perubahan orientasi kebijakan belanja pesawat tempur, yakni dengan keluarnya Rencana Strategis Pertahanan 2021-2045, yang mendorong progresivitas pembangunan kekuatan militer Indonesia.

Momentum yang bersamaan dengan fase ketiga MEF ini didukung dengan penambahan anggaran belanja pada 2020 sebesar Rp126 trilun, atau naik 16% dibanding 2019. Anggaran tersebut mengambil porsi 5% dari total APBN. Ditargetkan anggaran ini akan terus bertambah hingga akhir MEF III pada 2024.

Dengan dukungan komitmen kebijakan dan penganggaran, plus kemampuan diplomasi dan lobi kementerian pertahanan, muncullah kabar gembira berupa akuisisi alutsista matra udara seperti Rafale, Mirage, F-15EX. Seperti proyeksi yang tercantum program Perisai Dirga Nusantara, jika rencana berjalan mulus, TNI AU akan dilengkapi pesawat Boromae sebanyak 24 unit, pesawat Rafale (42 unit), pesawat Mirage 2000-5 dan 2000-9 (24 unit), pesawat T50 (19 unit, 6 unit baru), pesawat F-15 (36 unit), pesawat F-16 (33 unit), pesawat Sukhoi 27-30 (16 unit), pesawat Hawk MK 100-MK 200 (31 unit).

Semua pesawat tempur tersebut sudah dilengkapi rudal. Selain itu, masih ada lagi jet Falcon 7x dan 8 x, pesawat boeing 737 (tambah 2 unit, total 10 unit), pesawat Hercules (31 unit, 5 baru Super Hercules), pesawat Airbus A400 (2 unit), pesawat AWACS (25 radar baru, total 35) yang memiliki jangkauan rata-rata hingga 450 Km.

Tentu, gabungan kekuatan matra udara tersebut belum mampu menghadirkan dominasi udara di belahan selatan bumi seperti capaian era Soekarno. Apalagi di kawasan, kapasitas kekuatan udara Indonesia masih kalah dibanding Australia dan Singapura. Kendati demikian, jalan TNI AU mewujudkan supremasi dan superioritas udara sudah kian terang. Selain berharap agar berbagai program pembelian dan pengembangan pesawat tempur dan jenis alutsista matra udara lain berjalan lancar, konsistensi dukungan kebijakan dan anggaran pascakepemimpinan Jokowi sangat dibutuhkan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More