Masih Banyak Urusan Lebih Penting, Perdamindo Anggap Pelabelan BPA Tidak Urgen
Kamis, 24 Agustus 2023 - 23:50 WIB
"Jadi jangan seolah-olah ini hanya ingin menutup ataupun menjegal salah satu produsen, kenapa (wacana pelabelan BPA) baru sekarang? kenapa nggak dari dulu? Buktikan bahwa apa dampaknya penggunaan galon BPA? Jangan tidak memberi bukti dan hanya atas sekedar larang saja," katanya.
BPOM mendorong pelabelan BPA pada kemasan pangan lantaran menduga dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Sejauh ini, Perdamindo mengaku belum mendapatkan laporan masyarakat yang mengaku mengalami gangguan kesehatan setelah puluhan tahun mengkonsumsi air dalam galon guna ulang.
Lagipula, kandungan BPA dalam kemasan galon saat ini masih dalam batas aman yakni 0,6 bpj sesuai dengan standar negara maju lainnya. Ivan menilai saat ini opini yang ada terkait migrasi BPA sudah di luar nalar. Beredarnya opini tersebut menunjukan bahwa isu BPA dimunculkan karena ada persaingan usaha saja.
Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hardinsyah mengatakan belum ada urgensi pelabelan BPA pada AMDK guna ulang. Menurutnya, belum adanya bukti kuat yang menyatakan BPA dalam kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan.
Regulasi pelabelan BPA harus berdasarkan bukti yang kuat. Bukti berupa hasil kajian atau penelitian yang mengatakan bahwa BPA pada galon guna ulang memang benar-benar berbahaya untuk kesehatan. "Jadi harus dengan protokol yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan asal-asalan," kata Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia ini.
Pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait menegaskan, setiap regulasi yang dibuat pemerintah harus melihat urgensi dan dampaknya bagi masyarakat dan industri, mengingat kepastian hukum sangatlah penting. Dia melihat bahwa regulasi pelabelan BPA ini ada unsur persaingan usaha.
Dia menjelaskan, dunia industri dan dunia persaingan sangat ditentukan oleh regulasi yang dikeluarkan apakah akan menambah beban atau tidak. Sehingga, sambung dia, peraturan yang dibuat harus tidak bersifat diskriminatif atau menguntungkan satu pelaku usaha tertentu agar tidak menyebabkan keributan.
"Dari dunia kesehatan, isu ini kan masih pro kontra. Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.
BPOM mendorong pelabelan BPA pada kemasan pangan lantaran menduga dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Sejauh ini, Perdamindo mengaku belum mendapatkan laporan masyarakat yang mengaku mengalami gangguan kesehatan setelah puluhan tahun mengkonsumsi air dalam galon guna ulang.
Lagipula, kandungan BPA dalam kemasan galon saat ini masih dalam batas aman yakni 0,6 bpj sesuai dengan standar negara maju lainnya. Ivan menilai saat ini opini yang ada terkait migrasi BPA sudah di luar nalar. Beredarnya opini tersebut menunjukan bahwa isu BPA dimunculkan karena ada persaingan usaha saja.
Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hardinsyah mengatakan belum ada urgensi pelabelan BPA pada AMDK guna ulang. Menurutnya, belum adanya bukti kuat yang menyatakan BPA dalam kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan.
Regulasi pelabelan BPA harus berdasarkan bukti yang kuat. Bukti berupa hasil kajian atau penelitian yang mengatakan bahwa BPA pada galon guna ulang memang benar-benar berbahaya untuk kesehatan. "Jadi harus dengan protokol yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan asal-asalan," kata Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia ini.
Pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait menegaskan, setiap regulasi yang dibuat pemerintah harus melihat urgensi dan dampaknya bagi masyarakat dan industri, mengingat kepastian hukum sangatlah penting. Dia melihat bahwa regulasi pelabelan BPA ini ada unsur persaingan usaha.
Dia menjelaskan, dunia industri dan dunia persaingan sangat ditentukan oleh regulasi yang dikeluarkan apakah akan menambah beban atau tidak. Sehingga, sambung dia, peraturan yang dibuat harus tidak bersifat diskriminatif atau menguntungkan satu pelaku usaha tertentu agar tidak menyebabkan keributan.
"Dari dunia kesehatan, isu ini kan masih pro kontra. Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda