Kehidupan Hukum selama 78 Tahun Merdeka
Minggu, 20 Agustus 2023 - 15:11 WIB
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
TUJUH puluh delapan tahun yang lalu dideklarasikan Indonesia merdeka oleh Soekarno dan Hatta bebas dari belenggu penjajahan yang terjadi selama 350 tahun. Bukan saja penjajahan fisik melainkan juga non fisik antara lain penderitaan immaterial kaum pribumi yang jauh lebih buruk dari orang asing (Belanda) dan golongan timur asing serta golongan lannya.
Penderitaan non-fisik lain yang dirasakan adalah masyarakat tuna baca lebih dari 50%. Intelektualitas hukum di kalangan pribumi sangat rendah, hanya dengan kemampuan berbahasa Belanda kaum pribumi mengerti dan memahami hukum (Belanda). Semua lembaga negara terutama kepolisian, kehakiman dan pengadilan dikuasai orang-orang Belanda dan diberlakukan hukum Belanda baik dalam bidang hukum perdata maupun hukum pidana.
Ketika itu, tidak semua orang pribumi beruntung memperoleh pendidikan hukum di luar negeri khususnya di Belanda. Internalisasi hukum Belanda terjadi seiring dengan masa penjajahan Belanda di Indonesia, tanpa kecuali dan diterima tanpa protes dan reaksi masyarakat khusus kaum cerdik orang pribumi.
Sebaliknya, hukum adat tumbuh berkembang dalam masyarakat adatnya bahkan pemerintah Kolonial Belanda membolehkan peradilan adat untuk mereka; tetapi khusus peradilan agama, pemerintah Belanda, mempersempit kewenangannya sebatas nikah, talak dan rujuk (NTR). Selebihya masalah di luar itu diadili oleh peradilan negeri (landraads), dan seiring dengan waktu, peradilan negeri menggantikan peradilan adat.
Lagipula sangat langka orang pribumi melakukan penelitian tentang hukum adat kecuali hanya Mr Van Vollenhoeven dikenal sebagai Guru Besar Hukum Adat (Belanda). Van Vollenhoeven juga dikenal penemu dan penulis buku tentang 19 (sembilan belas) daerah hukum adat yang terdapat di wilayah Nusantara (Indonesia). Proses internalisasi hukum asing (Belanda) dan kelembagaan hukum diadopsi dari sistem kekuasaan kehakiman Belanda yang kemuian ditahbiskan menjadi sistem kekuasaan kehakiman Indonesia.
Pemberlakuan hukum dan kelembagaan hukum di Belanda setelah Indonesia merdeka didasarkan pada Ketentuan Peralihan UUD45 sebagaimana tercantum dalam Pasal II Aturan Peralihan, UUD 45: Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang. Berdasarkan Aturan Peralihan dalam UUD 45 tersebut hukum Belanda dan kelembagaan hukumnya telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia.
Proses peralihan dimaksud terus berlangsung sampai diberlakukannya hukum nasional (yang baru) untuk beberapa hal yang dianggap perlu diubah sebagaimana terjadi dalam hal pemberlakuan KUHP sebagai berikut: Pasal 5 UU Nomor 1 tahun 1946, Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruh atau sebagian, sementara tidak berlaku.
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
TUJUH puluh delapan tahun yang lalu dideklarasikan Indonesia merdeka oleh Soekarno dan Hatta bebas dari belenggu penjajahan yang terjadi selama 350 tahun. Bukan saja penjajahan fisik melainkan juga non fisik antara lain penderitaan immaterial kaum pribumi yang jauh lebih buruk dari orang asing (Belanda) dan golongan timur asing serta golongan lannya.
Penderitaan non-fisik lain yang dirasakan adalah masyarakat tuna baca lebih dari 50%. Intelektualitas hukum di kalangan pribumi sangat rendah, hanya dengan kemampuan berbahasa Belanda kaum pribumi mengerti dan memahami hukum (Belanda). Semua lembaga negara terutama kepolisian, kehakiman dan pengadilan dikuasai orang-orang Belanda dan diberlakukan hukum Belanda baik dalam bidang hukum perdata maupun hukum pidana.
Ketika itu, tidak semua orang pribumi beruntung memperoleh pendidikan hukum di luar negeri khususnya di Belanda. Internalisasi hukum Belanda terjadi seiring dengan masa penjajahan Belanda di Indonesia, tanpa kecuali dan diterima tanpa protes dan reaksi masyarakat khusus kaum cerdik orang pribumi.
Sebaliknya, hukum adat tumbuh berkembang dalam masyarakat adatnya bahkan pemerintah Kolonial Belanda membolehkan peradilan adat untuk mereka; tetapi khusus peradilan agama, pemerintah Belanda, mempersempit kewenangannya sebatas nikah, talak dan rujuk (NTR). Selebihya masalah di luar itu diadili oleh peradilan negeri (landraads), dan seiring dengan waktu, peradilan negeri menggantikan peradilan adat.
Lagipula sangat langka orang pribumi melakukan penelitian tentang hukum adat kecuali hanya Mr Van Vollenhoeven dikenal sebagai Guru Besar Hukum Adat (Belanda). Van Vollenhoeven juga dikenal penemu dan penulis buku tentang 19 (sembilan belas) daerah hukum adat yang terdapat di wilayah Nusantara (Indonesia). Proses internalisasi hukum asing (Belanda) dan kelembagaan hukum diadopsi dari sistem kekuasaan kehakiman Belanda yang kemuian ditahbiskan menjadi sistem kekuasaan kehakiman Indonesia.
Pemberlakuan hukum dan kelembagaan hukum di Belanda setelah Indonesia merdeka didasarkan pada Ketentuan Peralihan UUD45 sebagaimana tercantum dalam Pasal II Aturan Peralihan, UUD 45: Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang. Berdasarkan Aturan Peralihan dalam UUD 45 tersebut hukum Belanda dan kelembagaan hukumnya telah menjadi bagian dari sistem hukum nasional Indonesia.
Proses peralihan dimaksud terus berlangsung sampai diberlakukannya hukum nasional (yang baru) untuk beberapa hal yang dianggap perlu diubah sebagaimana terjadi dalam hal pemberlakuan KUHP sebagai berikut: Pasal 5 UU Nomor 1 tahun 1946, Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruh atau sebagian, sementara tidak berlaku.
tulis komentar anda