Jelang Pemilu 2024, Gobel Ingatkan Waspadai Uang Palsu
Minggu, 13 Agustus 2023 - 23:11 WIB
“Ini sesuai anjuran Bank Indonesia. Lakukan prosedur tiga langkah pencegahan menjadi korban uang palsu. Bagi pedagang akan lebih baik lagi jika memiliki alat ultraviolet untuk mengecek keaslian uang,” katanya.
Gobel menegaskan tak akan melakukan politik mea-mea. Ada lima alasan. Pertama, tidak mau merendahkan harkat dan martabat manusia. Karena manusia sudah dimuliakan oleh Tuhan YME. Bagi umat Islam, saat lahir diazankan di telinga kanan dan diqomatkan di telinga kiri. Bagi orang Kristen mereka sudah disucikan dengan cara dibaptis atau semacamnya.
Kedua, sebagai orang Islam dirinya diajarkan berlaku tangan di atas (memberi) adalah lebih baik daripada tangan di bawah (menerima). Politik mea-mea berarti mengajarkan masyarakat untuk mempraktikkan tangan di bawah.
Ketiga, politik mea-mea berarti merampas atau membeli hak politik warga. Oknum pelaku merasa sudah membeli hak politik warga dan warga merasa sudah menjual hak politiknya. Dengan demikian, selama lima tahun oknum pelaku merasa tak perlu mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan masyarakat dalam menunaikan tugasnya sebagai wakil rakyat.
Inilah yang merusak kehidupan politik bangsa dan negara. Padahal jika dibagi dalam lima tahun maka nilai politik uang itu tak ada artinya.
“Umumnya seratus ribu atau katakan lima ratus ribu rupiah bagi per hari dalam lima tahun. Buat beli seliter beras pun tak cukup. Pemilu bukan praktik jual-beli tapi merupakan praktik perjanjian pertanggungjawaban,” katanya.
Keempat, kedua orang tuanya tidak mengajarkan praktik semacam itu. Kelima, money politics adalah salah satu bentuk pelanggaran dalam pemilu.
“Mari kita jaga pemilu dengan politik bermartabat. Kita harus meninggikan nilai-nilai luhur bangsa untuk menjadi bangsa yang beradab. Kita bangun peradaban Indonesia dengan sebaik-baiknya,” ujar Gobel.
Gobel menegaskan tak akan melakukan politik mea-mea. Ada lima alasan. Pertama, tidak mau merendahkan harkat dan martabat manusia. Karena manusia sudah dimuliakan oleh Tuhan YME. Bagi umat Islam, saat lahir diazankan di telinga kanan dan diqomatkan di telinga kiri. Bagi orang Kristen mereka sudah disucikan dengan cara dibaptis atau semacamnya.
Kedua, sebagai orang Islam dirinya diajarkan berlaku tangan di atas (memberi) adalah lebih baik daripada tangan di bawah (menerima). Politik mea-mea berarti mengajarkan masyarakat untuk mempraktikkan tangan di bawah.
Ketiga, politik mea-mea berarti merampas atau membeli hak politik warga. Oknum pelaku merasa sudah membeli hak politik warga dan warga merasa sudah menjual hak politiknya. Dengan demikian, selama lima tahun oknum pelaku merasa tak perlu mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan masyarakat dalam menunaikan tugasnya sebagai wakil rakyat.
Inilah yang merusak kehidupan politik bangsa dan negara. Padahal jika dibagi dalam lima tahun maka nilai politik uang itu tak ada artinya.
“Umumnya seratus ribu atau katakan lima ratus ribu rupiah bagi per hari dalam lima tahun. Buat beli seliter beras pun tak cukup. Pemilu bukan praktik jual-beli tapi merupakan praktik perjanjian pertanggungjawaban,” katanya.
Keempat, kedua orang tuanya tidak mengajarkan praktik semacam itu. Kelima, money politics adalah salah satu bentuk pelanggaran dalam pemilu.
“Mari kita jaga pemilu dengan politik bermartabat. Kita harus meninggikan nilai-nilai luhur bangsa untuk menjadi bangsa yang beradab. Kita bangun peradaban Indonesia dengan sebaik-baiknya,” ujar Gobel.
(jon)
tulis komentar anda