Pakar Pidana: Tidak Ada Alasan Tepat Wewenang Jaksa Usut Korupsi Dicabut
Selasa, 06 Juni 2023 - 21:41 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menganggap secara wilayah, jangkauan Kejaksaan lebih luas dibanding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, tidak ada alasan tepat dari upaya mencabut kewenangan Kejaksaan dalam memberantas korupsi.
Hal ini ditegaskan Fickar menanggapi adanya advokat yang mengajukan judical review atau uji materi sejumlah pasal dan frasa di UU Kejaksaan terkait kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Mereka menginginkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.
Menurut Fickar, jaksa perlu memiliki kewenangan menyidik kasus tipikor. Sebab, jika hanya KPK yang menyidik kasus korupsi, kewenangannya terbatas.
"Saya kira ini sudah cukup ideal karena kemampuan KPK itu terbatas untuk menangani tipikor dibandingkan luasnya Indonesia. Karena itu masih dibutuhkan peran jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum tipikor,” kata Fickar, Selasa (6/6/2023).
Berdasarkan Undang-undang tentang Kejaksaan, kata dia, jaksa berwenang dan bertindak selaku penuntut umum. Di samping itu, jaksa juga bisa bertindak selaku penyidik sekaligus penuntut umum dalam perkara tindak pidana khusus termasuk tipikor.
Karena itu, sepanjang ketentuan dalam UU kejaksaan belum dicabut, maka selain KPK yang berwenang menyidik tipikor, kejaksaan juga mempunyai kewenangan sebagai penyidik tipikor.
Ditambahkan, tidak ada alasan tepat untuk mencabut kewenangan jaksa dalam menyidik perkara tindak pidana korupsi.
"Saya kira tidak ada alasan yang tepat untuk mencabut kewenangan jaksa, kecuali penyidik ASN diperkuat sedemikian rupa dengan memberikan independensi yg penuh,” kata Fickar.
Untuk diketahui, seorang advokat bernama Yasin Djamaludin mengajukan gugatan terhadap UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta kewenangan Kejaksaan dalam menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
Mengutip dari website MK, Yasin menjelaskan, Pasal 30 ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Demikian juga kewenangan jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.
Menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Khusus frasa 'atau Kejaksaan', Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Khusus frasa 'atau Kejaksaan' dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa 'dan/atau kejaksaan' Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Hal ini ditegaskan Fickar menanggapi adanya advokat yang mengajukan judical review atau uji materi sejumlah pasal dan frasa di UU Kejaksaan terkait kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Mereka menginginkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.
Menurut Fickar, jaksa perlu memiliki kewenangan menyidik kasus tipikor. Sebab, jika hanya KPK yang menyidik kasus korupsi, kewenangannya terbatas.
"Saya kira ini sudah cukup ideal karena kemampuan KPK itu terbatas untuk menangani tipikor dibandingkan luasnya Indonesia. Karena itu masih dibutuhkan peran jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum tipikor,” kata Fickar, Selasa (6/6/2023).
Berdasarkan Undang-undang tentang Kejaksaan, kata dia, jaksa berwenang dan bertindak selaku penuntut umum. Di samping itu, jaksa juga bisa bertindak selaku penyidik sekaligus penuntut umum dalam perkara tindak pidana khusus termasuk tipikor.
Karena itu, sepanjang ketentuan dalam UU kejaksaan belum dicabut, maka selain KPK yang berwenang menyidik tipikor, kejaksaan juga mempunyai kewenangan sebagai penyidik tipikor.
Ditambahkan, tidak ada alasan tepat untuk mencabut kewenangan jaksa dalam menyidik perkara tindak pidana korupsi.
"Saya kira tidak ada alasan yang tepat untuk mencabut kewenangan jaksa, kecuali penyidik ASN diperkuat sedemikian rupa dengan memberikan independensi yg penuh,” kata Fickar.
Untuk diketahui, seorang advokat bernama Yasin Djamaludin mengajukan gugatan terhadap UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta kewenangan Kejaksaan dalam menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.
Mengutip dari website MK, Yasin menjelaskan, Pasal 30 ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Demikian juga kewenangan jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase 'atau kejaksaan' di UU Tipikor.
Menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Khusus frasa 'atau Kejaksaan', Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Khusus frasa 'atau Kejaksaan' dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa 'dan/atau kejaksaan' Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
(abd)
tulis komentar anda