Pasal Pemberhentian Sementara UU Pemda Digugat ke MK
Rabu, 31 Mei 2023 - 19:07 WIB
JAKARTA - Pasal tentang Pemberhentian Sementara Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Pemda ) digugat oleh Pelaksana tugas (Plt) Bupati Mimika Johannes Retob ke Mahkamah Konstitusi ( MK ). Adapun pasal yang digugat adalah Pasal 83 Ayat (1) UU Pemda.
Sedangkan uji materiil tersebut diajukan setelah Johannes ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua. Johannes tersangka kasus dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kuasa Hukum Pj Bupati Mimika, Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, uji materiil dilakukan karena diduga terjadi tindakan sewenang-wenang dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua yang menyurati Pejabat (Pj) Gubernur Papua dengan meminta Johannes diberhentikan.
Padahal, kata dia, upaya penahanan tidak pernah dilakukan oleh Kejati dalam proses hukum yang telah dilalui Johannes hingga membawanya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Bahkan, ujar dia, putusan sela memutuskan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Papua tidak berwenang mengadili perkara itu.
"Menurut kami, tindakan Kejati Papua yang menerbitkan surat perihal permohonan pemberhentian sementara terhadap klien kami Bapak Johannes Rettob adalah tindakan hukum yang dilakukan di luar kewenangan Kejati," ujar Viktor di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
Menurut dia, tindakan Kajati Papua bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dia membeberkan berdasarkan Pasal 124 Ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur.
Maka itu, tindakan Kejati Papua dinilainya telah nyata merugikan hak konstitusional Johannes berkaitan dengan hak atas pengakuan dan jaminan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, juga terhadap hak atas martabatnya sebagaimana dijaminkan dalam Pasal 28 D Ayat (1) dan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945.
Sedangkan uji materiil tersebut diajukan setelah Johannes ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua. Johannes tersangka kasus dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme berdasarkan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kuasa Hukum Pj Bupati Mimika, Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, uji materiil dilakukan karena diduga terjadi tindakan sewenang-wenang dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua yang menyurati Pejabat (Pj) Gubernur Papua dengan meminta Johannes diberhentikan.
Padahal, kata dia, upaya penahanan tidak pernah dilakukan oleh Kejati dalam proses hukum yang telah dilalui Johannes hingga membawanya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Bahkan, ujar dia, putusan sela memutuskan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Papua tidak berwenang mengadili perkara itu.
"Menurut kami, tindakan Kejati Papua yang menerbitkan surat perihal permohonan pemberhentian sementara terhadap klien kami Bapak Johannes Rettob adalah tindakan hukum yang dilakukan di luar kewenangan Kejati," ujar Viktor di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
Menurut dia, tindakan Kajati Papua bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dia membeberkan berdasarkan Pasal 124 Ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 78 Tahun 2012 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur.
Maka itu, tindakan Kejati Papua dinilainya telah nyata merugikan hak konstitusional Johannes berkaitan dengan hak atas pengakuan dan jaminan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, juga terhadap hak atas martabatnya sebagaimana dijaminkan dalam Pasal 28 D Ayat (1) dan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945.
tulis komentar anda