Homo Academicus

Rabu, 17 Mei 2023 - 12:56 WIB
Perguruan tinggi kita, yang biasa disebut universitas, berasal dari kata universe, yang merujuk ke kata alam raya. Universal dalam bentuk kata sifat artinya berlaku di seluruh alam raya. Universitas adalah tempat yang siapapun bisa bergabung.

Saat ini banyak orang berhasil di luar universitas, menjadi konglomerat, penemu, atau pejabat negara: Steve Job, Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jack Ma, Nicholas Tesla, Elon Musk, Thomas A. Edison dan masih banyak lagi. Agar universitas tetap berpijak di bumi, dan siap terbuka orang-orang sukses di luar kelas dan informal, maka ada kewajiban universitas untuk memberi mereka gelar kehormatan (honoris causa) pada orang-orang di luar universitas.

Sekaligus agar ilmu dan penemuan orang belajar mandiri juga bisa dipelajari dan ditularkan lagi di kelas-kelas universitas. Orang-orang “hebat” ini tidak banyak jumlahnya, karena rata-rata orang yang berjuang di kehidupan nyata tetap melalui jalur formal universitas.

Setiap orang adalah guru. Setiap orang juga akademisi. Film berjudul Homo Academicus (2013) asalnya adalah dalam bahasa Korea dan ditayangkan dalam bahasa lainnya asalnya juga bekerjasama dengan BBC (British Broadcasting Corporation). Film dokumentar ini menceritakan anak-anak lulusan Harvard mengunjungi tempat-tempat sejarah di dunia.

Film ini juga berisi wawancara cara belajar di berbagai budaya. Mungkin penting juga memproduksi film semacam ini dalam konteks pendidikan Indonesia.

Homo Academicus selanjutnya adalah karya Pierre Bourdieu (1984). Buku ini menceritakan tentang perkembangan dan kritik terhadap budaya intelektual Perancis. Kritik utamanya adalah intelektual dan dunia pendidikan sudah menjadi lahan karier, yang berkelindan dengan kapitalisme, ekonomi, pasar, dan politik.

Pendidikan tidak semata-mata demi ilmu pengetahuan, tetapi sudah rumit dan penuh kepentingan. Hasrat pengembangan ilmu pengatahuan tidak lagi menjadi motivasi utama, tetapi sudah menyangkut struktur sosial dan politik. Karir pada dosen dan mahasiswa tidak hanya tertuju pada, dan didasari oleh, karya dan geliat pengetahuan, tetapi sudah menjadi benturan kepentingan sana dan sini.

Kita harus jujur bahwa begitu juga pendidikan dan akademik di Indonesia. Sudah banyak yang mengamati bahwa akademik tidak semata akademik. Pendidikan tidak semata pendidikan. Ilmu tidak semata ilmu.

Di dalam universitas kita, kehidupan akademik kita banyak menyangkut pihak lain yang juga mengeluarkan aturan dengan caranya sendiri. Seperti juga di Perancis, dan mungkin negara-negara lain, kehidupan kampus kita, termasuk karir para dosen, bagaimana menjadi guru besar (professor), dan nasib para mahasiswa, ditentukan banyak pihak.

Kita realistis dan sadar itu. Aturan-aturan yang dikeluarkan berbagai pihak yang berwenang banyak sekali, bahkan satu aturan berbeda dengan aturan yang lain untuk mengatur akademik. Akademik menjadi tarik-menarik banyak aturan dari berbagai kementrian.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More