Empat Tahun Disclaimer, Laporan Bakamla Sulit Diaudit BPK
Senin, 20 Juli 2020 - 19:59 WIB
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) . Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan bahwa 96,5% instansi memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
“Atas ke-88 laporan keuangan, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap 85 kementerian/lembaga atau 96,5%. Lalu wajar dengan pengecualian (WDP) terhadap 2 lembaga. Kemudian tidak menyatakan pendapat pada 1 lembaga,” katanya di Istana Negara, Senin (20/7/2020).
Anggota BPK Hendra Susanto mengatakan lembaga yang mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat atau disclaimer adalah Badan Keamanan Laut (Bakamla). Dia mengatakan ini keempat kalinya Bakamla mendapatkan opini disclaimer. “Yang disclaimer itu Bakamla. Bakamla ini empat tahun berturut-turut,” ungkapnya.
(Baca: Di depan Jokowi, BPK Bongkar Catatan Soal Jiwasraya hingga Dana Pensiun)
Hendra mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh kasus-kasus lama di Bakamla yang belum terselesaikan. Salah satunya adalah temuan BPK terkait kesalahan pencatatan aset senilai Rp. 1,2 triliun.
“Kemudian ada temuan-temuan yang terkait dengan kepatuhan. Temuan kepatuhannya itu sekitar Rp.150an miliar. Sementara ambang batasnya hanya boleh Rp.5 miliar. Jadi sudah terlalu jauh angkanya,” ungkapnya.
Dia juga menyebutkan bahwa dalam proses pemeriksaan di Bakamla BPK mengalami kesulitan. Pemeriksa BPK tidak mendapatkan informasi yang cukup terhadap temuan-temuan yang diperoleh. “Prosedur-prosedur auditnya itu tidak dapat kita lakukan,” ujarnya.
Sementara itu dua lembaga yang mendapat opini WDP adalah Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hendra mengatakan untuk BSSN ada beberapa aset yang belum selesai pencatatannya.
(Baca: 5 Kementerian/Lembaga Ini Pakai Rekening Pribadi untuk Kelola Dana APBN)
“KPU ini ada juga beberapa yang kita temukan. Ada ketekoran kas. Kemudian juga ada belanja-belanja barang dan jasa yang melanggar dari azas-azas kepatuhan maka opininya menjadi WDP. Tapi karena tidak terlalu jauh dari batasannya atau disparitasnya tidak terlalu jauh seperti Bakamla maka dia opinya menjadi WDP,” katanya.
Hendra memastikan bahwa BPK tidak akan membiarkan kondisi ini. Dia telah bekerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk membantu membenahi laporan keuangan di instansi-instansi tersebut.
“Kita minta BPKP dan jajarannya membantu untuk yang disclaimer dan juga nanti WDP agar membenahi. Karena mereka kepala BPKP, APIP (aparat pengawas internal pemerintah) ya katakan seperti itu, yang punya kewenangan untuk membenahi secara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Kami nanti di akhir yang akan melaksanakan pemeriksaan itu,” pungkasnya.
“Atas ke-88 laporan keuangan, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap 85 kementerian/lembaga atau 96,5%. Lalu wajar dengan pengecualian (WDP) terhadap 2 lembaga. Kemudian tidak menyatakan pendapat pada 1 lembaga,” katanya di Istana Negara, Senin (20/7/2020).
Anggota BPK Hendra Susanto mengatakan lembaga yang mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat atau disclaimer adalah Badan Keamanan Laut (Bakamla). Dia mengatakan ini keempat kalinya Bakamla mendapatkan opini disclaimer. “Yang disclaimer itu Bakamla. Bakamla ini empat tahun berturut-turut,” ungkapnya.
(Baca: Di depan Jokowi, BPK Bongkar Catatan Soal Jiwasraya hingga Dana Pensiun)
Hendra mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh kasus-kasus lama di Bakamla yang belum terselesaikan. Salah satunya adalah temuan BPK terkait kesalahan pencatatan aset senilai Rp. 1,2 triliun.
“Kemudian ada temuan-temuan yang terkait dengan kepatuhan. Temuan kepatuhannya itu sekitar Rp.150an miliar. Sementara ambang batasnya hanya boleh Rp.5 miliar. Jadi sudah terlalu jauh angkanya,” ungkapnya.
Dia juga menyebutkan bahwa dalam proses pemeriksaan di Bakamla BPK mengalami kesulitan. Pemeriksa BPK tidak mendapatkan informasi yang cukup terhadap temuan-temuan yang diperoleh. “Prosedur-prosedur auditnya itu tidak dapat kita lakukan,” ujarnya.
Sementara itu dua lembaga yang mendapat opini WDP adalah Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hendra mengatakan untuk BSSN ada beberapa aset yang belum selesai pencatatannya.
(Baca: 5 Kementerian/Lembaga Ini Pakai Rekening Pribadi untuk Kelola Dana APBN)
“KPU ini ada juga beberapa yang kita temukan. Ada ketekoran kas. Kemudian juga ada belanja-belanja barang dan jasa yang melanggar dari azas-azas kepatuhan maka opininya menjadi WDP. Tapi karena tidak terlalu jauh dari batasannya atau disparitasnya tidak terlalu jauh seperti Bakamla maka dia opinya menjadi WDP,” katanya.
Hendra memastikan bahwa BPK tidak akan membiarkan kondisi ini. Dia telah bekerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk membantu membenahi laporan keuangan di instansi-instansi tersebut.
“Kita minta BPKP dan jajarannya membantu untuk yang disclaimer dan juga nanti WDP agar membenahi. Karena mereka kepala BPKP, APIP (aparat pengawas internal pemerintah) ya katakan seperti itu, yang punya kewenangan untuk membenahi secara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Kami nanti di akhir yang akan melaksanakan pemeriksaan itu,” pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda