Uji Materiil Permenaker, MA: P3MI Wajib Punya Modal Rp5 M dan Deposito Rp1,5 M
Senin, 20 Juli 2020 - 15:47 WIB
Majelis menegaskan, permohonan terhadap objek hak uji materiil diajukan oleh pemohon mempunyai legal standing maka permohonan a quo secara formal dapat diterima. Lebih dari itu, majelis menyatakan, berdasarkan alasan-alasan keberatan pemohon yang dihubungkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon, maka MA berpendapat bahwa alasan keberatan pemohon tidak dapat dibenarkan dan harus ditolak dengan lima pertimbangan.
"Mengadili, satu, menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Perhimpunan Organisasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Asptaki), tersebut. Dua, menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta," bunyi amar putusan yang diucapkan Ketua Majelis Hakim Agung Irfan Fachruddin, sebagaimana dalam salinan putusan.
Putusan ini diambil dalam rapat permusyawaratan MA oleh Irfan Fachruddin sebagai ketua majelis bersama dengan Yodi Martono Wahyunadi dan Yosran sebagai anggota majelis pada Selasa, 14 April 2020. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari yang sama oleh ketua majelis beserta dua hakim anggota yang dibantu oleh Adi Irawan sebagai panitera pengganti. Pengucapan putusan tidak dihadiri oleh para pihak.
Majelis hakim agung membeberkan lima alasan utama keberatan Asptaki sebagai pemohon tidak dapat dibenarkan dan harus ditolak. Pertama, pembentukan Permenaker objek hak uji materiil merupakan kewenangan yang diberikan Pasal 51 ayat (3), Pasal 53 ayat (4), dan Pasal 55 ayat (3) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kedua, berdasarkan Pasal 54 ayat (1) dan (3) UU Nomor 18 Tahun 2017 mengatur bahwa untuk dapat memperoleh SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), maka P3MI harus memenuhi tiga persyaratan. Satu, memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan paling sedikit Rp5 miliar. Dua, menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp1,5 yang sewaktu-waktu dapat dicairkan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Tiga, sesuai dengan perkembangan keadaan, besarnya modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan jaminan dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat ditinjau kembali dan diubah dengan Peraturan Menteri.
Ketiga, berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Nomor 18 Tahun 2017, maka ketentuan besaran modal disetor dan deposito jaminan, telah sesuai dengan UU yang mendasari terbitnya objek hak uji materiil. Bahkan Menteri diberi kewenangan berdasarkan Pasal 54 ayat (3) dapat meninjau dan mengubah besaran modal dan jaminan deposito sesuai perkembangan keadaan.
Keempat, pemberlakuan ketentuan besaran yang baru bagi P3MI yang harus menyesuaikan besaran modal dan deposito jaminan dengan diberi waktu 6 bulan sejak Permenaker objek permohonan a quo berlaku, telah mempertimbangkan asas keadilan bagi seluruh P3MI. "(Kelima), bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka objek permohonan hak uji materiil tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sehingga permohonan hak uji materiil a quo harus ditolak," ucapnya.
"Mengadili, satu, menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Perhimpunan Organisasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Asptaki), tersebut. Dua, menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta," bunyi amar putusan yang diucapkan Ketua Majelis Hakim Agung Irfan Fachruddin, sebagaimana dalam salinan putusan.
Putusan ini diambil dalam rapat permusyawaratan MA oleh Irfan Fachruddin sebagai ketua majelis bersama dengan Yodi Martono Wahyunadi dan Yosran sebagai anggota majelis pada Selasa, 14 April 2020. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari yang sama oleh ketua majelis beserta dua hakim anggota yang dibantu oleh Adi Irawan sebagai panitera pengganti. Pengucapan putusan tidak dihadiri oleh para pihak.
Majelis hakim agung membeberkan lima alasan utama keberatan Asptaki sebagai pemohon tidak dapat dibenarkan dan harus ditolak. Pertama, pembentukan Permenaker objek hak uji materiil merupakan kewenangan yang diberikan Pasal 51 ayat (3), Pasal 53 ayat (4), dan Pasal 55 ayat (3) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kedua, berdasarkan Pasal 54 ayat (1) dan (3) UU Nomor 18 Tahun 2017 mengatur bahwa untuk dapat memperoleh SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), maka P3MI harus memenuhi tiga persyaratan. Satu, memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan paling sedikit Rp5 miliar. Dua, menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp1,5 yang sewaktu-waktu dapat dicairkan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Tiga, sesuai dengan perkembangan keadaan, besarnya modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan jaminan dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat ditinjau kembali dan diubah dengan Peraturan Menteri.
Ketiga, berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Nomor 18 Tahun 2017, maka ketentuan besaran modal disetor dan deposito jaminan, telah sesuai dengan UU yang mendasari terbitnya objek hak uji materiil. Bahkan Menteri diberi kewenangan berdasarkan Pasal 54 ayat (3) dapat meninjau dan mengubah besaran modal dan jaminan deposito sesuai perkembangan keadaan.
Keempat, pemberlakuan ketentuan besaran yang baru bagi P3MI yang harus menyesuaikan besaran modal dan deposito jaminan dengan diberi waktu 6 bulan sejak Permenaker objek permohonan a quo berlaku, telah mempertimbangkan asas keadilan bagi seluruh P3MI. "(Kelima), bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka objek permohonan hak uji materiil tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sehingga permohonan hak uji materiil a quo harus ditolak," ucapnya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda