Ramadan dan Kebangkitan Roh
Rabu, 12 April 2023 - 11:09 WIB
Elemen kedua manusia adalah roh. Roh inilah sejatinya yang membuat manusia istimewa bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Hanya manusia yang oleh Allah Swt diberi roh, makhluk lain tidak. Roh di sini tidak sama dengan jiwa atau perasaan batin lainnya.
Roh yang dimaksud di sini adalah apa yang Allah firmankan dalam lanjutan Quran Surat Shaad dan Al-Hijr di atas, yaitu ayat 72 dan Al-Hijr 29 yang bunyinya hampir senada, “Kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan Roh-Ku kepadanya: Maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.” Keterangan serupa bisa kita temukan pada Quran Surat As-Sajdah ayat 9 yang artinya: “Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh-Nya ke dalamnya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
Pada Al-Quran juga akan ditemukan istilah roh untuk menyebut Al-Quran, menyebut para nabi pilihan dan malaikat Jibril. Tentu saja yang dimaksud roh dalam tulisan ini adalah Roh-Nya yang ditiupkan kepada manusia, bukan tentang sebutan Al-Quran, para nabi, dan malaikat.
Dua Kutub Berbeda
Jasad dan roh pada manusia adalah dua kutub yang saling bertentangan, berbeda kecenderungan. Karenanya keduanya tumbuh saling mendominasi, saling memengaruhi dan saling tarik-menarik. Jasad yang sumber dasarnya materi tentu membutuhkan asupan material. Dia akan tumbuh sehat jika mendapatkan makanan dan minuman bergizi baik, bernutrisi. Komponen air, api, udara, dan tanah tumbuh seimbang dan dibantu suplai oksigen yang cukup memadai. Inilah kerja metabolisme jasad.
Karenanya jika ada manusia yang cenderung mudah marah, emosional, rakus, tamak, merusak, dan suka mendominasi orang lain, dialah wujud makhluk yang tengah dipengaruhi oleh jasadnya. Perilakunya dengki dan tidak mau disaingi orang lain. Padahal sesuai dengan kodratnya, sunnatullah, bahwa jasad ini tumbuh lalu akan kembali rusak. Karena itulah Islam menyebutkan bahwa semua makhluk itu fana, ia akan rusak pada waktunya.
Sebaliknya roh, dia adalah imaterial yang bersumber dari unsur Allah Swt langsung karena dia ditiupkan, bukan diciptakan. Karena bersumber dari yang suci, maka roh cenderung pada hal-hal suci, tidak suka yang material karena itu dianggap kotor. Karena kecenderungannya pada hal-hal suci, maka roh senantiasa akan mengajak manusia pada hal-hal baik.
Dia tidak akan mengajak rakus dan tamak pada harta benda. Harta benda hanya sekadarnya saja asal jasad tetap hidup. Sebab roh yang berada dalam tubuh manusia tergantung pada keberadaan jasad. Jika jasad rusak atau tidak berfungsi, maka roh yang telah terpengaruhi jasad akan merana, akan tersiksa. Sebab roh tidak mati seperti halnya tubuh. Roh berasal dari tiupan Allah Swt dan akan kembali kepada-Nya setelah tak lagi bersatu dengan jasad.
Roh yang merana karena terkontaminasi kotoran jasad akan terlebih dahulu mampir di neraka untuk mengalami “penyucian diri” dari kotornya hawa nafsu jasadiah sebelum kembali kepada asalnya. Innaalillaahi wainna ilaihi raajiuun.
Roh memberi kehidupan ke dalam tubuh seseorang selama tubuh itu sanggup dan mampu menerimanya dan tidak ada yang menghalangi alirannya. Bila tubuh tidak sanggup dan mampu lagi menerima roh itu, sehingga alirannya terhambat dalam tubuh, maka tubuh itu menjadi mati. Imam al-Gazali dan Abu Qasim ar-Ragib al-Asfahani berpendapat bahwa roh itu bukanlah materi dan sesuatu yang berbentuk, tetapi ia hanyalah sesuatu yang bergantung pada tubuh untuk mengurus dan menyelesaikan kepentingan-kepentingan tubuh.
Roh yang dimaksud di sini adalah apa yang Allah firmankan dalam lanjutan Quran Surat Shaad dan Al-Hijr di atas, yaitu ayat 72 dan Al-Hijr 29 yang bunyinya hampir senada, “Kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan Roh-Ku kepadanya: Maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.” Keterangan serupa bisa kita temukan pada Quran Surat As-Sajdah ayat 9 yang artinya: “Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh-Nya ke dalamnya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
Pada Al-Quran juga akan ditemukan istilah roh untuk menyebut Al-Quran, menyebut para nabi pilihan dan malaikat Jibril. Tentu saja yang dimaksud roh dalam tulisan ini adalah Roh-Nya yang ditiupkan kepada manusia, bukan tentang sebutan Al-Quran, para nabi, dan malaikat.
Dua Kutub Berbeda
Jasad dan roh pada manusia adalah dua kutub yang saling bertentangan, berbeda kecenderungan. Karenanya keduanya tumbuh saling mendominasi, saling memengaruhi dan saling tarik-menarik. Jasad yang sumber dasarnya materi tentu membutuhkan asupan material. Dia akan tumbuh sehat jika mendapatkan makanan dan minuman bergizi baik, bernutrisi. Komponen air, api, udara, dan tanah tumbuh seimbang dan dibantu suplai oksigen yang cukup memadai. Inilah kerja metabolisme jasad.
Karenanya jika ada manusia yang cenderung mudah marah, emosional, rakus, tamak, merusak, dan suka mendominasi orang lain, dialah wujud makhluk yang tengah dipengaruhi oleh jasadnya. Perilakunya dengki dan tidak mau disaingi orang lain. Padahal sesuai dengan kodratnya, sunnatullah, bahwa jasad ini tumbuh lalu akan kembali rusak. Karena itulah Islam menyebutkan bahwa semua makhluk itu fana, ia akan rusak pada waktunya.
Sebaliknya roh, dia adalah imaterial yang bersumber dari unsur Allah Swt langsung karena dia ditiupkan, bukan diciptakan. Karena bersumber dari yang suci, maka roh cenderung pada hal-hal suci, tidak suka yang material karena itu dianggap kotor. Karena kecenderungannya pada hal-hal suci, maka roh senantiasa akan mengajak manusia pada hal-hal baik.
Dia tidak akan mengajak rakus dan tamak pada harta benda. Harta benda hanya sekadarnya saja asal jasad tetap hidup. Sebab roh yang berada dalam tubuh manusia tergantung pada keberadaan jasad. Jika jasad rusak atau tidak berfungsi, maka roh yang telah terpengaruhi jasad akan merana, akan tersiksa. Sebab roh tidak mati seperti halnya tubuh. Roh berasal dari tiupan Allah Swt dan akan kembali kepada-Nya setelah tak lagi bersatu dengan jasad.
Roh yang merana karena terkontaminasi kotoran jasad akan terlebih dahulu mampir di neraka untuk mengalami “penyucian diri” dari kotornya hawa nafsu jasadiah sebelum kembali kepada asalnya. Innaalillaahi wainna ilaihi raajiuun.
Roh memberi kehidupan ke dalam tubuh seseorang selama tubuh itu sanggup dan mampu menerimanya dan tidak ada yang menghalangi alirannya. Bila tubuh tidak sanggup dan mampu lagi menerima roh itu, sehingga alirannya terhambat dalam tubuh, maka tubuh itu menjadi mati. Imam al-Gazali dan Abu Qasim ar-Ragib al-Asfahani berpendapat bahwa roh itu bukanlah materi dan sesuatu yang berbentuk, tetapi ia hanyalah sesuatu yang bergantung pada tubuh untuk mengurus dan menyelesaikan kepentingan-kepentingan tubuh.
tulis komentar anda