Stoikisme dalam Film The Acts of Vengeance
Sabtu, 08 April 2023 - 10:40 WIB
Benar saja, Frank mendengar batuk yang khas itu dari dapur sebuah restoran. Ia langsung menghajar Shivers agar memberikan keterangan. Akhirnya Shivers menceritakan bahwa ia melihat apa yang terjadi di malam kejadian pembunuhan itu. Ternyata pelakunya adalah seorang polisi, yang membunuh anak dan istrinya itu di sebuah gudang dan membuangnya di got.
Dompet istrinya yang ketinggalan diambil oleh Shivers, tetapi ia hanya mengambil uangnya.Selama ini dia tidak berani melaporkan kejadian itu kepada polisi karena hidupnya sendiri sudah penuh masalah. Dia tidak ingin berurusan dengan polisi.
Selanjutnya Frank menyusup ke ruangan Lustiger di kantor polisi untuk mencari tahu siapa yang bertugas patroli di malam terjadinya pembunuhan. Dan dia terkejut ketika melihat siapa yang bertugas malam itu, yang ternyata adalah Hank Strode, polisi yang dia temui di restoran dan sekaligus tempat adu tinju ilegal itu. Lalu muncul teks: “Balas dendam terbaik adalah tidak menjadi seperti musuhmu (Bagian V buku Meditasi).
Setelah melakukan pengintaian berhari-hari, Frank kemudian masuk ke rumah Hank Strode. Di sana ia menemukan jaket polisi dengan badge yang dibordir dengan serat benang emas. Badge itu sedikit lepas dari jaketnya atau terkelupas. Frank juga menemukan tas yang berisi beberapa majalah dengan gambar sampul wajahnya sebagai pengacara kriminal yang terbaik. Juga kliping berita tentang pembunuhan seorang anak perempuan berusia 12 tahuan, yang tak lain adalah anak Hank Strode.
Dan Frank adalah pengacara si terduga pelaku pembunuhan anaknya, yang berhasil dibebaskan. Juga ada kamera yang berisi foto-foto keluarga Frank sampai acara pemakaman anak dan istrinya. Rupanya, Hank Strode menaruh dendam pada Frank. Ia ingin Frank juga merasakan apa yang dia rasakan.
Frank mengambil kamera itu dan meninggalkan pesan untuk Strode agar datang ke sebuah gudang pada pukul 11 malam. Hank Strode benar-benar datang ke tempat yang diminta Frank. Maka terjadilah sebuah perkelahian yang seru. Mereka saling menjatuhkan. Lalu, singkat cerita, ketika Frank memperoleh peluang untuk menghabisi nyawa lawannya, terdengar suara hatinya: “Aku sangat ingin membunuh monster di hadapanku. Tapi itu tak akan membuatku lebih baik darinya. Karena penganut Stoik terhebat pernah berkata, Balas dendam terbaik adalah tidak seperti musuhmu.”
Maka, Frank batal menusukkan benda tajam yang digenggamnya itu untuk menghabisi nyawa Strode. Ia memilih melakukan pukulan keras dengan tangan yang membuat Strode pingsan. Andai saja ia tidak ingat kutipan dari buku Meditasi, pastilah Frank akan menghujamkan senjata tajam itu dan mengakhiri hidup Strode untuk selamanya.
Lalu muncul teks Bagian VI dari buku Meditasi: “Terimalah Apa yang Sudah Menjadi Takdirmu”. Adegan selanjutnya, setelah persidangan Strode, Lutigers memberi keterangan pers bahwa bukti yang memberatkan Strode sangat banyak. Frank dan Alma yang menyaksikan melalui televisi berkata: “Keadilan telah ditegakkan”.
Di akhir film, Frank dan Alma mengunjungi makam istri dan putrinya. Di situ Frank mengakhiri “sumpah diamnya” dengan mengatakan, "Aku menyintaimu" kepada anak dan istrinya.
Begitulah ajaran Stoikisme ini mengejawantah melalui beberapa adegan dalam film. Boleh juga dicoba oleh insan film Indonesia untuk membuat film yang memasukkan ajaran-ajaran pemikir lokal seperti Ki Ageng Suryomentaram dengan Kawruh Begja-nya. Siapa tahu bisa menjadi film yang menarik dengan ciri Indonesia yang kental.
Dompet istrinya yang ketinggalan diambil oleh Shivers, tetapi ia hanya mengambil uangnya.Selama ini dia tidak berani melaporkan kejadian itu kepada polisi karena hidupnya sendiri sudah penuh masalah. Dia tidak ingin berurusan dengan polisi.
Selanjutnya Frank menyusup ke ruangan Lustiger di kantor polisi untuk mencari tahu siapa yang bertugas patroli di malam terjadinya pembunuhan. Dan dia terkejut ketika melihat siapa yang bertugas malam itu, yang ternyata adalah Hank Strode, polisi yang dia temui di restoran dan sekaligus tempat adu tinju ilegal itu. Lalu muncul teks: “Balas dendam terbaik adalah tidak menjadi seperti musuhmu (Bagian V buku Meditasi).
Setelah melakukan pengintaian berhari-hari, Frank kemudian masuk ke rumah Hank Strode. Di sana ia menemukan jaket polisi dengan badge yang dibordir dengan serat benang emas. Badge itu sedikit lepas dari jaketnya atau terkelupas. Frank juga menemukan tas yang berisi beberapa majalah dengan gambar sampul wajahnya sebagai pengacara kriminal yang terbaik. Juga kliping berita tentang pembunuhan seorang anak perempuan berusia 12 tahuan, yang tak lain adalah anak Hank Strode.
Dan Frank adalah pengacara si terduga pelaku pembunuhan anaknya, yang berhasil dibebaskan. Juga ada kamera yang berisi foto-foto keluarga Frank sampai acara pemakaman anak dan istrinya. Rupanya, Hank Strode menaruh dendam pada Frank. Ia ingin Frank juga merasakan apa yang dia rasakan.
Frank mengambil kamera itu dan meninggalkan pesan untuk Strode agar datang ke sebuah gudang pada pukul 11 malam. Hank Strode benar-benar datang ke tempat yang diminta Frank. Maka terjadilah sebuah perkelahian yang seru. Mereka saling menjatuhkan. Lalu, singkat cerita, ketika Frank memperoleh peluang untuk menghabisi nyawa lawannya, terdengar suara hatinya: “Aku sangat ingin membunuh monster di hadapanku. Tapi itu tak akan membuatku lebih baik darinya. Karena penganut Stoik terhebat pernah berkata, Balas dendam terbaik adalah tidak seperti musuhmu.”
Maka, Frank batal menusukkan benda tajam yang digenggamnya itu untuk menghabisi nyawa Strode. Ia memilih melakukan pukulan keras dengan tangan yang membuat Strode pingsan. Andai saja ia tidak ingat kutipan dari buku Meditasi, pastilah Frank akan menghujamkan senjata tajam itu dan mengakhiri hidup Strode untuk selamanya.
Lalu muncul teks Bagian VI dari buku Meditasi: “Terimalah Apa yang Sudah Menjadi Takdirmu”. Adegan selanjutnya, setelah persidangan Strode, Lutigers memberi keterangan pers bahwa bukti yang memberatkan Strode sangat banyak. Frank dan Alma yang menyaksikan melalui televisi berkata: “Keadilan telah ditegakkan”.
Di akhir film, Frank dan Alma mengunjungi makam istri dan putrinya. Di situ Frank mengakhiri “sumpah diamnya” dengan mengatakan, "Aku menyintaimu" kepada anak dan istrinya.
Begitulah ajaran Stoikisme ini mengejawantah melalui beberapa adegan dalam film. Boleh juga dicoba oleh insan film Indonesia untuk membuat film yang memasukkan ajaran-ajaran pemikir lokal seperti Ki Ageng Suryomentaram dengan Kawruh Begja-nya. Siapa tahu bisa menjadi film yang menarik dengan ciri Indonesia yang kental.
tulis komentar anda