Menyambut Rupiah Digital dengan Perangkat Legal
Rabu, 22 Februari 2023 - 05:42 WIB
Upaya Bank Indonesia menghadirkan rupiah digital sejalan dengan inisiatif bank sentral lain di dunia yang sedang mengeksplore Central Bank Digital Currrency (CBDC). Kristalina Georgieva, Managing Director IMF, mengatakan, “Ini adalah era di mana bank sentral menyingsingkan lengan baju dan membiasakan diri dengan bit dan byte uang digital.”
UU P2SK telah memberikan legitimasi kepada Bank Indonesia untuk mengelola rupiah digital. Meski demikian, pengaturan dalam amendemen UU Mata Uang dimaksud dipandang masih minimalis.
Instrumen vital baru dengan kompleksitas tinggi yang sangat bergantung pada kecanggihan teknologi ini perlu diatur lebih komprehensif. Jika dibandingkan dengan UU Transfer Dana yang juga mengatur pembayaran digital, ketentuan rupiah digital masih perlu dikembangkan lebih detail pada tingkat undang-undang.
Satu di antara aspek yang penting untuk diatur adalah mengenai keunikan identifikasi. Ciri khusus atau desain yang melekat pada rupiah digital belum diatur sebagaimana rupiah kertas dan logam.
Aspek resiliensi teknologi seperti pemilihan penggunaan platform, termasuk keamanan cyber, koneksi internasional, dan operasional teknologi juga perlu diatur lebih jelas. Undang-undang harus menegaskan penggunaan platform teknologi yang kompatibel, aman dan andal, apakah menggunakan teknologi blockchain atau distributed ledger, atau sistem lain, dan bagaimana syarat-syaratnya.
Perizinan dan pengawasan lembaga distribusi (wholesaler) juga perlu diatur untuk menetapkan hak, kewajiban dan larangan. Perlindungan data pribadi juga perlu ditegaskan agar pengguna mendapatkan perlindungan yang layak.
Selain itu, perlu diatur materi mengenai pencegahan kejahatan terhadap rupiah digital serta tindakan yang dilarang. Pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme juga perlu mendapatkan perhatian mengingat teknologi digital rentan disalahgunakan.
Dalam perspektif sistem hukum Lawrence M Friedman, Bank Indonesia adalah bagian dari struktur hukum, yaitu regulator yang berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sejauh ini, Bank Indonesia telah mampu merespons dengan cepat kebutuhan masyarakat akan pembayaran digital, misalnya QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Sebuah kontribusi yang melampaui bank sentral lain di dunia.
Respons yang cepat dan inovasi solutif ini harus diiringi dengan pengkajian hukum yang mendalam dan terus menerus guna menjamin kepastian hukum. Saat ini rupiah digital masih dalam tahap pengembangan, sehingga diharapkan pada waktunya ketentuan hukum juga akan berkembang sesuai dengan konsep final rupiah digital.
Rupiah digital harus memiliki perangkat legal yang tepat dan akurat agar dapat secara nyata berlaku efektif dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
UU P2SK telah memberikan legitimasi kepada Bank Indonesia untuk mengelola rupiah digital. Meski demikian, pengaturan dalam amendemen UU Mata Uang dimaksud dipandang masih minimalis.
Instrumen vital baru dengan kompleksitas tinggi yang sangat bergantung pada kecanggihan teknologi ini perlu diatur lebih komprehensif. Jika dibandingkan dengan UU Transfer Dana yang juga mengatur pembayaran digital, ketentuan rupiah digital masih perlu dikembangkan lebih detail pada tingkat undang-undang.
Satu di antara aspek yang penting untuk diatur adalah mengenai keunikan identifikasi. Ciri khusus atau desain yang melekat pada rupiah digital belum diatur sebagaimana rupiah kertas dan logam.
Aspek resiliensi teknologi seperti pemilihan penggunaan platform, termasuk keamanan cyber, koneksi internasional, dan operasional teknologi juga perlu diatur lebih jelas. Undang-undang harus menegaskan penggunaan platform teknologi yang kompatibel, aman dan andal, apakah menggunakan teknologi blockchain atau distributed ledger, atau sistem lain, dan bagaimana syarat-syaratnya.
Perizinan dan pengawasan lembaga distribusi (wholesaler) juga perlu diatur untuk menetapkan hak, kewajiban dan larangan. Perlindungan data pribadi juga perlu ditegaskan agar pengguna mendapatkan perlindungan yang layak.
Selain itu, perlu diatur materi mengenai pencegahan kejahatan terhadap rupiah digital serta tindakan yang dilarang. Pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme juga perlu mendapatkan perhatian mengingat teknologi digital rentan disalahgunakan.
Dalam perspektif sistem hukum Lawrence M Friedman, Bank Indonesia adalah bagian dari struktur hukum, yaitu regulator yang berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sejauh ini, Bank Indonesia telah mampu merespons dengan cepat kebutuhan masyarakat akan pembayaran digital, misalnya QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Sebuah kontribusi yang melampaui bank sentral lain di dunia.
Respons yang cepat dan inovasi solutif ini harus diiringi dengan pengkajian hukum yang mendalam dan terus menerus guna menjamin kepastian hukum. Saat ini rupiah digital masih dalam tahap pengembangan, sehingga diharapkan pada waktunya ketentuan hukum juga akan berkembang sesuai dengan konsep final rupiah digital.
Rupiah digital harus memiliki perangkat legal yang tepat dan akurat agar dapat secara nyata berlaku efektif dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
tulis komentar anda