RUU PPRT Dinilai Justru Rugikan Pekerja Rumah Tangga, Ini Alasannya
Senin, 13 Februari 2023 - 22:23 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ( PPRT ) justru merugikan Pekerja Rumah Tangga ( PRT ) itu sendiri. Dia menuturkan, RUU PPRT sudah 19 tahun mandeg.
“Kini diupayakan lagi, mendorong agar RUU ini disahkan. Tentu ada alasan kuat sampai RUU PPRT ini mandeg hingga 19 tahun. Kami menilai, dengan adanya UU ini malah akan membuat para PRT kehilangan pekerjaan. Mungkin itu yang membuat mandeg,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/2/2023).
Dia memberikan contoh kecilnya bahwa ada banyak pasangan suami istri yang bekerja. Pasangan suami istri itu, kata dia, bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Dia menambahkan, jika salah satu yang bekerja, belum mencukupi kebutuhan mereka. Mau tidak mau, kata dia, suami istri tersebut akhirnya menggunakan PRT untuk mengurus rumah dan anak.
“Jika RUU PPRT disahkan menjadi UU, maka mereka harus membayar PRT dengan upah yang sesuai dengan aturan, artinya salah satu upah dari pasangan suami istri, semuanya diperuntukkan untuk membayar upah PRT. Yang terjadi, akhirnya mereka tidak lagi menggunakan PRT,” imbuhnya.
Menurut dia, hal tersebut merupakan kearifan lokal, dan tidak semuanya harus disamakan. Dia mengatakan, bukan berarti diskriminasi, tapi biasanya PRT itu berasal dari lingkungan setempat atau orang yang mengisi waktu buat bantu-bantu keuangan keluarga.
Dia melanjutkan, jika dilegalkan, maka akan banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan. “Kalau alasannya untuk perlindungan dari kekerasan dan tindak pidana lain terhadap PRT, sudah ada UU dan aturannya terkait tindakan tersebut, jadi tidak perlu lagi dikhususkan, karena tindak pidana itu bukan hanya terjadi pada PRT, tapi juga masyarakat lainnya,” pungkasnya yang juga sebagai juru bicara Partai Garuda ini.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah telah beberapa kali menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), baik FGD di internal maupun dengan stakeholder. Ditekankan olehnya, pemerintah siap menyambut RUU PPRT menjadi RUU inisiatif DPR.
"Begitu RUU ini selesai menjadi RUU inisiatif DPR, maka pemerintah sudah siap. Posisi pemerintah benar-benar sudah siap karena pemerintah sudah mendiskusikannya," ujar Menaker Ida saat menghadiri Pawai HAM Mendukung Percepatan Pengesahan RUU PPRT, Minggu (12/2/2023).
Ditegaskan juga olehnya bahwa keberadaan UU PPRT sangat urgen karena PRT atau Pekerja Rumah Tangga dalam menjalankan pekerjaannya berada dalam ruang privat, sehingga memungkinkan terjadi kerentanan. "Sehingga mendesak bagi Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini menjadi Undang-Undang, tidak ada lagi ada (huruf) R-nya," ucapnya.
“Kini diupayakan lagi, mendorong agar RUU ini disahkan. Tentu ada alasan kuat sampai RUU PPRT ini mandeg hingga 19 tahun. Kami menilai, dengan adanya UU ini malah akan membuat para PRT kehilangan pekerjaan. Mungkin itu yang membuat mandeg,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/2/2023).
Dia memberikan contoh kecilnya bahwa ada banyak pasangan suami istri yang bekerja. Pasangan suami istri itu, kata dia, bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Dia menambahkan, jika salah satu yang bekerja, belum mencukupi kebutuhan mereka. Mau tidak mau, kata dia, suami istri tersebut akhirnya menggunakan PRT untuk mengurus rumah dan anak.
“Jika RUU PPRT disahkan menjadi UU, maka mereka harus membayar PRT dengan upah yang sesuai dengan aturan, artinya salah satu upah dari pasangan suami istri, semuanya diperuntukkan untuk membayar upah PRT. Yang terjadi, akhirnya mereka tidak lagi menggunakan PRT,” imbuhnya.
Menurut dia, hal tersebut merupakan kearifan lokal, dan tidak semuanya harus disamakan. Dia mengatakan, bukan berarti diskriminasi, tapi biasanya PRT itu berasal dari lingkungan setempat atau orang yang mengisi waktu buat bantu-bantu keuangan keluarga.
Dia melanjutkan, jika dilegalkan, maka akan banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan. “Kalau alasannya untuk perlindungan dari kekerasan dan tindak pidana lain terhadap PRT, sudah ada UU dan aturannya terkait tindakan tersebut, jadi tidak perlu lagi dikhususkan, karena tindak pidana itu bukan hanya terjadi pada PRT, tapi juga masyarakat lainnya,” pungkasnya yang juga sebagai juru bicara Partai Garuda ini.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah telah beberapa kali menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), baik FGD di internal maupun dengan stakeholder. Ditekankan olehnya, pemerintah siap menyambut RUU PPRT menjadi RUU inisiatif DPR.
"Begitu RUU ini selesai menjadi RUU inisiatif DPR, maka pemerintah sudah siap. Posisi pemerintah benar-benar sudah siap karena pemerintah sudah mendiskusikannya," ujar Menaker Ida saat menghadiri Pawai HAM Mendukung Percepatan Pengesahan RUU PPRT, Minggu (12/2/2023).
Ditegaskan juga olehnya bahwa keberadaan UU PPRT sangat urgen karena PRT atau Pekerja Rumah Tangga dalam menjalankan pekerjaannya berada dalam ruang privat, sehingga memungkinkan terjadi kerentanan. "Sehingga mendesak bagi Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini menjadi Undang-Undang, tidak ada lagi ada (huruf) R-nya," ucapnya.
(rca)
tulis komentar anda