Lewat Sebuah Buku, Desmond Mahesa Ungkap Seluk-Beluk tentang DPR

Rabu, 15 Juli 2020 - 18:01 WIB
Pernyataan mengemuka dalam bedah buku Fungsi-Fungsi DPR, Teks, Sejarah, dan Kritik karya Desmond J Mahesa, di Universitas Negeri Surabaya, Rabu (15/7/2020). Foto/SINDOnews
JAKARTA - Ikhtiar memperbaiki lembaga legislatif (DPR) dari dalam harus terus dilakukan, meski dengan risiko belum tentu berhasil. Pernyataan itu mengemuka dalam acara bedah buku "Fungsi-Fungsi DPR, Teks, Sejarah, dan Kritik" karya Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa, yang digelar oleh Pusat Kajian Hukum dan Pembangunan (PKHP) Universitas Negeri Surabaya, Rabu (15/7/2020).

(Baca juga: Bertambah 1.522, Kini Ada 80.094 Kasus Positif Covid-19 di Indonesia)

Dalam sambutan yang disampaikan dalam acara bedah buku, mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan buku ini sangat menarik karena berisi otokritik Desmond terhadap DPR, tempat tiga fungsi konstitusional penting berada yakni fungsi legislasi, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran.



"Sejak di halaman awal, Desmond sudah melontarkan kritiknya terhadap DPR. Dia menyebut hingga saat ini fungsi-fungsi DPR dinilai belum sepenuhnya bisa dijalankan dengan efektif. Faktor politis selalu menjadi bayang-bayang bagi DPR untuk menjalankan kewenangannya. Akibatnya, pertimbangan-pertimbangan politis kerap kali lebih dominan dibandingkan dengan pertimbangan-pertimbangan logis dalam menjalankan fungsinya," kata Palguna.

(Baca juga: Positif Covid-19 di 412 Kabupaten/Kota di Bawah 100 Kasus)

Secara lebih jelas, otokritik Desmond dapat dibaca di bab terakhir buku ini. Di bab itu, kata Palguna, Desmond mengatakan rakyat berharap Reformasi akan menghadirkan era baru, lebih dari sekadar kebebasan dan liberalisasi kehidupan sosial politik. Dalam hubungannya dengan DPR, dengan penegasan ketiga fungsi DPR (legislasi, pengawasan, dan anggaran) melalui perubahan UUD 1945, rakyat berharap banyak kepada DPR.

Namun, harapan itu tak kunjung terwujud. Sebabnya, menurut Desmond, di satu pihak, pemerintah makin kuat dan liberal. Di sisi lain, DPR justru bertambah lemah berhadapan dengan pemerintah, khususnya dalam pelaksanaan fungsi pengawasan. Penggunaan hak-hak DPR seperti hak penyelidikan (angket), semula memberi kesan DPR lebih kuat.

Namun kenyataan politik memperlihatkan sebaliknya, entah karena panitia khusus yang dibentuk masuk angin, atau langkah politik DPR itu sekadar menaikkan posisi tawar DPR, atau karena Pemerintah dan pihak-pihak terkait tidak merasa terikat untuk patuh pada kesimpulan dan rekomendasi DPR.

(Baca juga: Kemdikbud Mulai Buka Seleksi Calon Guru Penggerak)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More