Tantangan NU Abad ke-2: Kemandirian Ekonomi
Kamis, 02 Februari 2023 - 16:38 WIB
Kelima, pengembangan kebijakan pertanian NU meliputi kelembagaan pengelolaan tata ruang dan pendistribusian lahan ke masyarakat, pengelolaan sumber daya air dan pengairan, pengelolaan infrastruktur pertanian, kelembagaan riset pangan, kelembagaan pembuatan kebijakan dan regulasi reformasi birokrasi pertanian.
Program Ekonomi NU
Seluruh program yang berhubungan dengan kemandirian ekonomi diarahkan kepada kemandirian NU baik secara struktural keorganisasian, kelembagaan, dan semangat menumbuhkan kewirausahaan di lingkungan NU, baik secara personal maupun secara jamaah. Ada beberapa tantangan yang begitu besar bagi NU, karenanya perlu dijawab melalui program di antaranya:
Pertama, harus ada badan hukum ekonomi yang dimiliki oleh NU dengan sistem tersentralisasi di pusat, namun demikian operalisasinya sampai di tingkat wilayah, cabang, MWC, dan ranting. Badan hukum ekonomi dimaksud adalah dalam bentuk NU Incorporation atau Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU). Badan hukum ekonomi dimaksud mempunyai hubungan yang sentralisasi dan kordinasi dari pengurus besar sampai pengurus dibawahnya dengan memperhatikan komoditi yang terdapat di masing-masing daerah.
Kedua, Badan hukum ekonomi dimaksud bergerak di bidang trading yang menguasai ekspor-impor dan ritel. Badan hukum ekonomi dimaksud diorientasikan untuk mempersiapkan pedagang UMKM sebagai penyangga ekonomi NU. Dengan demikian generasi penerus NU memiliki jiwa entrepreneurship (pengusaha). Badan hukum ekonomi dimaksud harus menggunakan e-commerce dengan menguasai digital yang diorentasikan untuk menguasai marketplace baik di pasar modal maupun ritel.
Ketiga, badan hukum ekonomi dimaksud juga harus mempersiapkan para petani dan nelayan sehingga mempunyai nilai tukar yang tinggi. Kegiatan di bidang pertanian dan nelayan harus mendapat proteksi sejak dari hulu sampai hilir yang meliputi permodalan, produksi, distribusi dan harga, serta mendapatkan jaminan asuransi. Badan hukum ekonomi dimaksud juga harus bergerak di bidang hajat hidup orang banyak yaitu : pertambangan, perkebunan, dan kehutanan.
Keempat, badan hukum ekonomi dimaksud juga meliputi ekonomi syariah yang meliputi zakat, infak, dan shadakah (ZIS) dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Ekonomi syariah telah menjadi instrumen ekonomi yang berjalan paralel dengan ekonomi konvensional. Oleh karena itu NU harus mengambil bagian ceruk ekonomi syariah di tengah-tengah meningkatnya kesadaran beragama umat Islam di Indonesia. Selain ZIS, NU harus memiliki badan wakaf yang kuat sebagai instrumen perjuangan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah.
Jika kita memahami problem yang dihadapi NU, baik secara keorganisasian maupun secara keanggotaan yang dihubungkan dengan kehidupan ekonomi bangsa, maka perlu dilakukan rediscovery relation antara NU dan negara di bidang pembangunan ekonomi, kemakmuran negara harus paralel dengan kemakmuran Warga Nahdliyyin. Permasalahannya semua terpulang kepada NU sendiri. Cukup menantang bukan?
Program Ekonomi NU
Seluruh program yang berhubungan dengan kemandirian ekonomi diarahkan kepada kemandirian NU baik secara struktural keorganisasian, kelembagaan, dan semangat menumbuhkan kewirausahaan di lingkungan NU, baik secara personal maupun secara jamaah. Ada beberapa tantangan yang begitu besar bagi NU, karenanya perlu dijawab melalui program di antaranya:
Pertama, harus ada badan hukum ekonomi yang dimiliki oleh NU dengan sistem tersentralisasi di pusat, namun demikian operalisasinya sampai di tingkat wilayah, cabang, MWC, dan ranting. Badan hukum ekonomi dimaksud adalah dalam bentuk NU Incorporation atau Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU). Badan hukum ekonomi dimaksud mempunyai hubungan yang sentralisasi dan kordinasi dari pengurus besar sampai pengurus dibawahnya dengan memperhatikan komoditi yang terdapat di masing-masing daerah.
Kedua, Badan hukum ekonomi dimaksud bergerak di bidang trading yang menguasai ekspor-impor dan ritel. Badan hukum ekonomi dimaksud diorientasikan untuk mempersiapkan pedagang UMKM sebagai penyangga ekonomi NU. Dengan demikian generasi penerus NU memiliki jiwa entrepreneurship (pengusaha). Badan hukum ekonomi dimaksud harus menggunakan e-commerce dengan menguasai digital yang diorentasikan untuk menguasai marketplace baik di pasar modal maupun ritel.
Ketiga, badan hukum ekonomi dimaksud juga harus mempersiapkan para petani dan nelayan sehingga mempunyai nilai tukar yang tinggi. Kegiatan di bidang pertanian dan nelayan harus mendapat proteksi sejak dari hulu sampai hilir yang meliputi permodalan, produksi, distribusi dan harga, serta mendapatkan jaminan asuransi. Badan hukum ekonomi dimaksud juga harus bergerak di bidang hajat hidup orang banyak yaitu : pertambangan, perkebunan, dan kehutanan.
Keempat, badan hukum ekonomi dimaksud juga meliputi ekonomi syariah yang meliputi zakat, infak, dan shadakah (ZIS) dan instrumen ekonomi syariah lainnya. Ekonomi syariah telah menjadi instrumen ekonomi yang berjalan paralel dengan ekonomi konvensional. Oleh karena itu NU harus mengambil bagian ceruk ekonomi syariah di tengah-tengah meningkatnya kesadaran beragama umat Islam di Indonesia. Selain ZIS, NU harus memiliki badan wakaf yang kuat sebagai instrumen perjuangan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah.
Jika kita memahami problem yang dihadapi NU, baik secara keorganisasian maupun secara keanggotaan yang dihubungkan dengan kehidupan ekonomi bangsa, maka perlu dilakukan rediscovery relation antara NU dan negara di bidang pembangunan ekonomi, kemakmuran negara harus paralel dengan kemakmuran Warga Nahdliyyin. Permasalahannya semua terpulang kepada NU sendiri. Cukup menantang bukan?
(bmm)
tulis komentar anda