Provokasi Rasial dan Ujian Toleransi Beragama
Selasa, 24 Januari 2023 - 12:13 WIB
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI telah merespons kejadian tersebut. Kemenlu lewat sebuah utas dalam akun Twitter resminya, @Kemlu_RI mengutuk keras politikus garis keras Swedia tersebut dan menegaskan bahwa kebebasan ekspresi tidak bisa dieksploitasi dan harus digunakan secara bertanggung jawab. “Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Di Tanah Air, sejumlah tokoh juga menyampaikan kecaman atas aksi penistaan agama oleh ekstremis sayap kanan Swedia tersebut. Di antaranya disampaikan oleh tokoh Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan juga kalangan politisi. Pada intinya tokoh agama dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan mengutuk kejadian penghinaan tersebut, namun meminta agar umat Islam tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Memang sepatutnya umat Islam di Indonesia tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang berakibat negatif. Marah dan kecewa atas kejadian ini adalah perasaan yang sangat wajar, namun respons harus disampaikan dengan cara-cara yang elegan dan terpuji.
Di sisi lain, kejadian ini malah bisa dilihat sebagai kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa islamofobia yang menjangkiti Barat, yakni melihat Islam sebagai agama yang membenarkan teror dan kekerasan adalah keliru dan fatal. Indonesia sudah membuktikan itu. Dengan Islam sebagai agama mayoritas kehidupan antarumat bergama tetap harmonis, terjaga, dan terpelihara selama berpuluh tahun.
Dalam merespons penyebaran kebencian seperti yang dilakukan Paludan, umat Islam Tanah Air harus tetap tenang dan tidak mudah tersulut emosi. Merespons tindakan tidak terpuji dengan cara yang tidak terpuji pula tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Mari terus menunjukkan Islam sebagai agama damai, yang menghormati kepercayaan dan keyakinan orang lain, agama yang rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam.
Di Tanah Air, sejumlah tokoh juga menyampaikan kecaman atas aksi penistaan agama oleh ekstremis sayap kanan Swedia tersebut. Di antaranya disampaikan oleh tokoh Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan juga kalangan politisi. Pada intinya tokoh agama dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan mengutuk kejadian penghinaan tersebut, namun meminta agar umat Islam tetap tenang dan tidak terprovokasi.
Memang sepatutnya umat Islam di Indonesia tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang berakibat negatif. Marah dan kecewa atas kejadian ini adalah perasaan yang sangat wajar, namun respons harus disampaikan dengan cara-cara yang elegan dan terpuji.
Di sisi lain, kejadian ini malah bisa dilihat sebagai kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa islamofobia yang menjangkiti Barat, yakni melihat Islam sebagai agama yang membenarkan teror dan kekerasan adalah keliru dan fatal. Indonesia sudah membuktikan itu. Dengan Islam sebagai agama mayoritas kehidupan antarumat bergama tetap harmonis, terjaga, dan terpelihara selama berpuluh tahun.
Dalam merespons penyebaran kebencian seperti yang dilakukan Paludan, umat Islam Tanah Air harus tetap tenang dan tidak mudah tersulut emosi. Merespons tindakan tidak terpuji dengan cara yang tidak terpuji pula tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Mari terus menunjukkan Islam sebagai agama damai, yang menghormati kepercayaan dan keyakinan orang lain, agama yang rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda