Provokasi Rasial dan Ujian Toleransi Beragama

Selasa, 24 Januari 2023 - 12:13 WIB
loading...
Provokasi Rasial dan Ujian Toleransi Beragama
Provokasi rasial yang dilakukan ekstremis sayap kanan Denmark, Rasmus Paludan, yang membakar Alquran saau berunjuk rasa di Stockholm, Swedia, sangat berbahay dan mengancam perdamaian umat beragama di dunia. (Wawan Bastian/KORAN SINDO)
A A A
UMAT Islam di seluruh dunia mengutuk keras aksi pembakaran Alquran yang dilakukan pemimpin partai politik sayap kanan Denmark, Rasmus Paludan. Aksi Paludan dinilai sebagai tindakan penistaan agama dan telah menyakiti hati 1,5 miliar penduduk Muslim di seluruh penjuru dunia.

Sejumlah pemerintah negara berpenduduk mayoritas Islam pun langsung melancarkan kecaman keras terhadap tindakan rasial tersebut.

Baca Juga: koran-sindo.com

Pemerintah Swedia sebagai negara yang memberikan izin kepada Paludan untuk melakukan aksi unjuk rasa dengan membakar Alquran memang seharusnya dimintai tanggung jawab. Sulit dimengerti jika aksi menista kitab suci, penghinaan terhadap pemeluk agama, dan penyebaran rasa kebencian dan permusuhan justru dibiarkan hanya karena alasan kebebasan berekspresi.

Swedia dan juga negara-negara Eropa lain yang selama menoleransi penistaan agama dengan berlindung di balik tameng “kebebasan berekspresi” harus melihat aksi Paludan sebagai ancaman nyata bagi perdamaian umat beragama di dunia.

Rasmus Paludan membakar Alquran saat menggelar unjuk rasa di dekat Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Turki yang menolak Swedia bergabung ke dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Paludan bukan kali ini saja melakukan provokasi rasial.

Sebelumnya sejumlah demonstrasi dilakukan di mana dia juga membakar Alquran, di antaranya pada April 2022, yang dilakukan di wilayah yang banyak dihuni warga Muslim di Swedia. Pada November 2020, dia juga ditangkap di Prancis lalu dideportasi. Paludan juga pernah ditangkap di Belgia atas tuduhan ingin “menyebarkan kebencian” dengan membakar Alquran di Brussels.

Bagi masyarakat, Swedia dan mungkin banyak negara Eropa lainnya, aksi rasial Paludan bisa saja dianggap hal biasa. Namun, bagi umat beragama, terutama penganut Islam, aksi rasial seperti itu hal yang tidak bisa ditoleransi sama sekali.

Karena itu, negara-negara berpenduduk mayoritas Islam, termasuk Indonesia, memang selayaknya melayangkan protes resmi sekaligus kecaman atas kejadian tersebut kepada otoritas Swedia di negara masing-masing. Pemerintah Swedia perlu diminta melihat dan memahami suasana kebatinan umat Islam yang terluka sekaligus harus memberi jaminan bahwa kejadian provokasi serupa tidak akan terulang lagi.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI telah merespons kejadian tersebut. Kemenlu lewat sebuah utas dalam akun Twitter resminya, @Kemlu_RI mengutuk keras politikus garis keras Swedia tersebut dan menegaskan bahwa kebebasan ekspresi tidak bisa dieksploitasi dan harus digunakan secara bertanggung jawab. “Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Di Tanah Air, sejumlah tokoh juga menyampaikan kecaman atas aksi penistaan agama oleh ekstremis sayap kanan Swedia tersebut. Di antaranya disampaikan oleh tokoh Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan juga kalangan politisi. Pada intinya tokoh agama dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan mengutuk kejadian penghinaan tersebut, namun meminta agar umat Islam tetap tenang dan tidak terprovokasi.

Memang sepatutnya umat Islam di Indonesia tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang berakibat negatif. Marah dan kecewa atas kejadian ini adalah perasaan yang sangat wajar, namun respons harus disampaikan dengan cara-cara yang elegan dan terpuji.

Di sisi lain, kejadian ini malah bisa dilihat sebagai kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa islamofobia yang menjangkiti Barat, yakni melihat Islam sebagai agama yang membenarkan teror dan kekerasan adalah keliru dan fatal. Indonesia sudah membuktikan itu. Dengan Islam sebagai agama mayoritas kehidupan antarumat bergama tetap harmonis, terjaga, dan terpelihara selama berpuluh tahun.

Dalam merespons penyebaran kebencian seperti yang dilakukan Paludan, umat Islam Tanah Air harus tetap tenang dan tidak mudah tersulut emosi. Merespons tindakan tidak terpuji dengan cara yang tidak terpuji pula tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Mari terus menunjukkan Islam sebagai agama damai, yang menghormati kepercayaan dan keyakinan orang lain, agama yang rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam.



(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2824 seconds (0.1#10.140)