60 Tahun KAA, Perkokoh Jembatan Asia-Afrika
A
A
A
AL BUSYRA BASNUR
Pengamat Internasional
Hari ini, 24 April 2015, kepala negara dan pemerintah serta ketua delegasi berbagai negara sahabat di kawasan Asia-Afrika berkumpul di Bandung. Dari Hotel Savoy Homann, para pemimpin negara itu berjalan kaki menelusuri Jalan Asia-Afrika menuju Gedung Merdeka sejauh sekitar 100 meter.
Inilah pengulangan perjalanan bersejarah yang sangat penting, napak tilas, karena 60 tahun lalu peristiwa sama terjadi di sana. Acara tersebut bagian dari rangkaian Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) dan 10 Tahun New Asian-African Strategic Partnership (NAASP ) yang diselenggarakan di Jakarta dan Bandung bertujuan memperkuat solidaritas dan kerja sama selatan-selatan.
Relevan
Di Gedung Merdeka, Presiden Joko Widodo diikuti perwakilan dari Asia dan Afrika menyampaikanpidato. Disanapuladilakukan penandatanganan Bandung Message, salah satu dokumen utama yang dihasilkan peringatan KAA dan NAASP 2015. Dokumen lain adalah Declaration of Reinvigorating the NAASP (New Asian- African Strategic Partnership) dan Declaration on Palestine.
NAASP, yang dicetuskan pada KTT Asia- Afrika 2005, menggarisbawahi pentingnya solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial budaya. Hari-hari sebelumnya (19- 23/4), di Jakarta diselenggarakan rangkaian pertemuan penting, mulai tingkat pejabat senior, menteri, dan kepala negara/ pemerintah.
Juga kegiatan lain untuk menyemarakkan dan memberi makna lebih bagi Peringatan 60 Tahun KAA dan NAASP. Misalnya, Asian-African Business Summit , Pameran Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST), pertemuan Small Island Developing States (SIDS), Parliamentary Conference , Indonesia Heritage Exhibition, dan lain-lain.
Masih dalam rangka memperingati 60 Tahun KAA dan NAASP, sekitar 60 kegiatan akan mengguncang Kota Bandung, diselenggarakan pemerintah dan masyarakat kota, dipimpin langsung Kang Emil (Ridwan Kamil), Wali Kota Bandung. Ini bukti bahwa masyarakat, khususnya di Bandung, cukup peka, paham, menghargai, dan melestarikan semangat Bandung.
Memang pekan ini Indonesia menjadi pusat perhatian dan tumpuan harapan baru dunia, utamanya bagi Asia- Afrika. Namun, kita tidak menutup mata, dalam sejumlah diskusi, seminar, maupun kuliah umum mengenai KAA yang diselenggarakan di berbagai tempat di Tanah Air, banyak yang bertanya dan bahkan mempertanyakan makna, arti penting, dan relevansi KAA di dunia yang kini sudah sangat berubah.
Juga manfaatnya bagi Indonesia sebagai tuan rumah dan penyelenggara peringatan. KAA 1955 berlangsung saat masih banyak negara belum merdeka dan di tengah meruncingnya perang dingin Timur dan Barat, serta persaingan kapitalisme dan komunisme.
Harapan
Menteri Luar Negeri Retno L P Marsudi mengharapkan Peringatan 60 Tahun KAA dapat menyatukan negara-negara Asia-Afrika dalam perjuangan menekan kemiskinan, konflik, perang, dan kejahatan transnasional yang menjadi persoalan dunia kini. Pertemuan akbar ini diharapkan juga mampu membentuk forum diskusi untuk memperkuat kemitraan antarnegara, baik dalam aspek politik,
sosial-budaya, serta ekonomi karena Indonesia ingin menekankan sense of solidarity, togetherness, dan growing together pada semua negara yang hadir. Inilah sesungguhnya yang diharapkan tidak saja oleh bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain di Asia-Afrika. Peringatan 60 KAA tidak hanya menjadi ajang temu seremonial. Kondisi dunia saat KAA 1955 memang berbeda jauh dari kondisi ketika Peringatan 50 Tahun KAA 2005.
Situasi dunia saat Peringatan 60 Tahun KAA ini berbeda pula dibanding 2005, apalagi 1955. Karena itu, tantangan dan penekanan harapan publik dan pemerintah setiap saat kita memperingati KAA tentu mempunyai karakter berbeda, mungkin baru, sesuai dinamika, kebutuhan, dan konstelasi internasional terkini, utamanya di Asia-Afrika. Dalam perjuangan memerangi berbagai masalah global, Indonesia tentu tidak bisa sendiri.
Globalisasi yang ditandai konektivitas yang hampir tanpa batas di semua lini menjadikan negara, kelompok, dan individu tidak bisa hidup terpisah, apalagi memisah. Indonesia memerlukan sahabat, mitra, dan kerja sama dengan berbagai negara yang memiliki goodwill dan arah sama.
Karena itu, dalam mewujudkan harapan berkaitan dengan Peringatan 60 Tahun KAA, Menlu Retno menegaskan Indonesia akan memperkuat kemitraan dengan negara-negara sahabat di Asia dan Afrika untuk memperbesar peluang Indonesia memberi kontribusi lebih bagi kemajuan dan perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Semangat Bandung
Dasasila Bandung cetusan KAA 1955 berinti komitmen bersama bangsa-bangsa Asia-Afrika, meliputi hak asasi manusia, kedaulat-utuhan wilayah, kesetaraan, penghormatan hak, bebas tekanan apa pun, antikekerasan, penyelesaian damai, kerja sama untuk maju, keadilan, dan kewajiban internasional yang harus dijalankan.
Sampai sekarang semangat Bandung itu menjadi inspirasi sekaligus referensi setiap langkah ke depan bangsabangsa di dunia, tidak sebatas Asia-Pasifik. Semangat Bandung, juga secara meyakinkan telah membangkitkan sekaligus memperdalam pemahaman dan meningkatkan kesadaran masyarakat dunia tentang tata kelola hubungan internasional dalam menuju cita-cita universal yaitu dunia damai dalam kemajuan.
Ini terlihat jelas antara lain pada tercipta peta politik dunia baru, ditandai lahir banyak negara merdeka, khususnya di Asia-Pasifik, kecuali Palestina yang pada minggu ini termasuk yang dibahas serius di KAA dan NAASP. Selain itu, lahir pula Gerakan Nonblok 1961 yang menegaskan ketidak berpihakan, kebebasan dan kemandirian kolektif untuk maju bersama.
Enam puluh tahun perjalanan KAA, begitu banyak perubahan dan kemajuan dicapai negara- negara Asia-Afrika, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Perubahan dan kemajuan itu bahkan lebih pesat dibanding sejumlah negara di luar Asia-Afrika. Asia sekarang bukan Asia 30, apalagi 60 tahun lalu. Begitu pula Afrika saat ini, bukan Afrika 30, apalagi 60 tahun silam.
Namun, fakta tak terbantahkan bahwa pemahaman umum masyarakat Indonesia terhadap Afrika tidak sebaik Asia. Bukan semata karena secara geografis Indonesia berada di Asia. Kemungkinan besar fakta ini juga ditemukan di banyak negara Asia lain.
Ini bukan sekadar cerita untuk teman, melainkan tantangan nyata yang menuntut tindakan segera. Masyarakat Afrika, termasuk dunia, melihat Asia sebagai mesin pertumbuhan dunia yang dapat berperan lebih dalam pembangunan banyak sektor di Afrika. Karena itu, kemitraan Asia-Afrika sangat penting ke depan.
Diplomasi Ekonomi
Indonesia paham betul, hubungan ekonomi dengan negara- negara Afrika belum optimal meski delegasi Afrika ke event tahunan Trade Expo Indonesia selalu menjadi salah satu terbesar. Juga, meski berkembang, masih banyak potensi kerja sama yang belum digali. Nilai perdagangan Indonesia dengan Afrika tercatat USD10,7 miliar. Sementara nilai investasi Indonesia di Afrika USD2 miliar.
Bandingkan dengan Singapura pada angka USD15,9 miliar. Karena itu, sebagaimana dikatakan Wakil Menteri Luar Negeri A M Fachir, yang juga ketua Kelompok Kerja Penguatan Diplomasi Ekonomi Kementerian Luar Negeri, pertemuan dan Peringatan 60 Tahun KAA merupakan momentum baik bagi pemerintah untuk melakukan diplomasi ekonomi ke negara- negara kawasan itu.
Kelompok kerja penguatan diplomasi ekonomi adalah bagian upaya pemerintah merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7- 8% setahun, meningkatkan ekspor nonmigas hingga USD458,8 miliar, meningkatkan investasi asing 15%, dan melipatgandakan kunjungan wisatawan 20 juta 2019. Berkaitan dengan itu, memanfaatkan momentum KAA, diselenggarakan pula Asian-African Business Summit (AABS) dengan tema Realization of Asia- Arica Partnership for Progress and Prosperity.
Forum itu tidak semata menegaskan komitmen, juga, dan ini bahkan lebih penting, mendorong tindak nyata kerja sama ekonomi dua kawasan. Dengan demikian, jembatan ekonomi Asia-Afrika akan semakin lebar dan kuat. Tidak ada keraguan, prospek sukses hubungan ekonomi Indonesia-Afrika sangat besar dan meyakinkan. Selain didukung kerja sama politik yang baik, juga hubungan sosial-budaya yang terjalin sejak lama.
Saat ini banyak keturunan Indonesia bermukim di Afrika Selatan dan Madagaskar. Diaspora Indonesia !. Kerja sama teknik dan capacity building , utamanya bidang pertanian, pendidikan, usaha kecil dan menengah, perikanan, pengairan, dan good governance telah berjalan lama pula. Sejak 2008 Indonesia memberikan Beasiswa Darmasiswa, Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang, dan beasiswa dari Kementerian Agama kepada sekitar 700 pelajar Afrika.
Pada 2000 tenaga kerja terlatih dan semiterlatih Indonesia saat ini bekerja dan berkarya di Afrika. Peringatan 60 Tahun KAA dan 10 Tahun NAASP berakhir hari ini. Delegasi tentunya segera pulang ke negara masing-masing. Selama pertemuan di Jakarta dan Bandung, berbagai komitmen didengungkan lantang. Sejumlah dokumen disepakati penuh yakin untuk kemudian diumumkan dan ditandatangani di depan liputan luas media pers nasional dan internasional.
Ini membuat semangat KAA tetap relevan sampai kini. Namun, sesungguhnya, di mana-mana pelosok dunia, peristiwa ini sering terjadi dan berulang. Namun, satu hal yang tentu kita tunggu dan ingin lihat adalah tindak lanjut, tindak lanjut, dan tindak lanjut. Rakyat Indonesia benar-benar ingin lebih merasakan hasil sentuhan, kegiatan, dan perjuangan diplomasi Indonesia, yang selama ini sebagian besar kerja mesin diplomasi Indonesia itu memang sudah mereka rasakan.
Pengamat Internasional
Hari ini, 24 April 2015, kepala negara dan pemerintah serta ketua delegasi berbagai negara sahabat di kawasan Asia-Afrika berkumpul di Bandung. Dari Hotel Savoy Homann, para pemimpin negara itu berjalan kaki menelusuri Jalan Asia-Afrika menuju Gedung Merdeka sejauh sekitar 100 meter.
Inilah pengulangan perjalanan bersejarah yang sangat penting, napak tilas, karena 60 tahun lalu peristiwa sama terjadi di sana. Acara tersebut bagian dari rangkaian Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) dan 10 Tahun New Asian-African Strategic Partnership (NAASP ) yang diselenggarakan di Jakarta dan Bandung bertujuan memperkuat solidaritas dan kerja sama selatan-selatan.
Relevan
Di Gedung Merdeka, Presiden Joko Widodo diikuti perwakilan dari Asia dan Afrika menyampaikanpidato. Disanapuladilakukan penandatanganan Bandung Message, salah satu dokumen utama yang dihasilkan peringatan KAA dan NAASP 2015. Dokumen lain adalah Declaration of Reinvigorating the NAASP (New Asian- African Strategic Partnership) dan Declaration on Palestine.
NAASP, yang dicetuskan pada KTT Asia- Afrika 2005, menggarisbawahi pentingnya solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial budaya. Hari-hari sebelumnya (19- 23/4), di Jakarta diselenggarakan rangkaian pertemuan penting, mulai tingkat pejabat senior, menteri, dan kepala negara/ pemerintah.
Juga kegiatan lain untuk menyemarakkan dan memberi makna lebih bagi Peringatan 60 Tahun KAA dan NAASP. Misalnya, Asian-African Business Summit , Pameran Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST), pertemuan Small Island Developing States (SIDS), Parliamentary Conference , Indonesia Heritage Exhibition, dan lain-lain.
Masih dalam rangka memperingati 60 Tahun KAA dan NAASP, sekitar 60 kegiatan akan mengguncang Kota Bandung, diselenggarakan pemerintah dan masyarakat kota, dipimpin langsung Kang Emil (Ridwan Kamil), Wali Kota Bandung. Ini bukti bahwa masyarakat, khususnya di Bandung, cukup peka, paham, menghargai, dan melestarikan semangat Bandung.
Memang pekan ini Indonesia menjadi pusat perhatian dan tumpuan harapan baru dunia, utamanya bagi Asia- Afrika. Namun, kita tidak menutup mata, dalam sejumlah diskusi, seminar, maupun kuliah umum mengenai KAA yang diselenggarakan di berbagai tempat di Tanah Air, banyak yang bertanya dan bahkan mempertanyakan makna, arti penting, dan relevansi KAA di dunia yang kini sudah sangat berubah.
Juga manfaatnya bagi Indonesia sebagai tuan rumah dan penyelenggara peringatan. KAA 1955 berlangsung saat masih banyak negara belum merdeka dan di tengah meruncingnya perang dingin Timur dan Barat, serta persaingan kapitalisme dan komunisme.
Harapan
Menteri Luar Negeri Retno L P Marsudi mengharapkan Peringatan 60 Tahun KAA dapat menyatukan negara-negara Asia-Afrika dalam perjuangan menekan kemiskinan, konflik, perang, dan kejahatan transnasional yang menjadi persoalan dunia kini. Pertemuan akbar ini diharapkan juga mampu membentuk forum diskusi untuk memperkuat kemitraan antarnegara, baik dalam aspek politik,
sosial-budaya, serta ekonomi karena Indonesia ingin menekankan sense of solidarity, togetherness, dan growing together pada semua negara yang hadir. Inilah sesungguhnya yang diharapkan tidak saja oleh bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain di Asia-Afrika. Peringatan 60 KAA tidak hanya menjadi ajang temu seremonial. Kondisi dunia saat KAA 1955 memang berbeda jauh dari kondisi ketika Peringatan 50 Tahun KAA 2005.
Situasi dunia saat Peringatan 60 Tahun KAA ini berbeda pula dibanding 2005, apalagi 1955. Karena itu, tantangan dan penekanan harapan publik dan pemerintah setiap saat kita memperingati KAA tentu mempunyai karakter berbeda, mungkin baru, sesuai dinamika, kebutuhan, dan konstelasi internasional terkini, utamanya di Asia-Afrika. Dalam perjuangan memerangi berbagai masalah global, Indonesia tentu tidak bisa sendiri.
Globalisasi yang ditandai konektivitas yang hampir tanpa batas di semua lini menjadikan negara, kelompok, dan individu tidak bisa hidup terpisah, apalagi memisah. Indonesia memerlukan sahabat, mitra, dan kerja sama dengan berbagai negara yang memiliki goodwill dan arah sama.
Karena itu, dalam mewujudkan harapan berkaitan dengan Peringatan 60 Tahun KAA, Menlu Retno menegaskan Indonesia akan memperkuat kemitraan dengan negara-negara sahabat di Asia dan Afrika untuk memperbesar peluang Indonesia memberi kontribusi lebih bagi kemajuan dan perdamaian dunia sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Semangat Bandung
Dasasila Bandung cetusan KAA 1955 berinti komitmen bersama bangsa-bangsa Asia-Afrika, meliputi hak asasi manusia, kedaulat-utuhan wilayah, kesetaraan, penghormatan hak, bebas tekanan apa pun, antikekerasan, penyelesaian damai, kerja sama untuk maju, keadilan, dan kewajiban internasional yang harus dijalankan.
Sampai sekarang semangat Bandung itu menjadi inspirasi sekaligus referensi setiap langkah ke depan bangsabangsa di dunia, tidak sebatas Asia-Pasifik. Semangat Bandung, juga secara meyakinkan telah membangkitkan sekaligus memperdalam pemahaman dan meningkatkan kesadaran masyarakat dunia tentang tata kelola hubungan internasional dalam menuju cita-cita universal yaitu dunia damai dalam kemajuan.
Ini terlihat jelas antara lain pada tercipta peta politik dunia baru, ditandai lahir banyak negara merdeka, khususnya di Asia-Pasifik, kecuali Palestina yang pada minggu ini termasuk yang dibahas serius di KAA dan NAASP. Selain itu, lahir pula Gerakan Nonblok 1961 yang menegaskan ketidak berpihakan, kebebasan dan kemandirian kolektif untuk maju bersama.
Enam puluh tahun perjalanan KAA, begitu banyak perubahan dan kemajuan dicapai negara- negara Asia-Afrika, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Perubahan dan kemajuan itu bahkan lebih pesat dibanding sejumlah negara di luar Asia-Afrika. Asia sekarang bukan Asia 30, apalagi 60 tahun lalu. Begitu pula Afrika saat ini, bukan Afrika 30, apalagi 60 tahun silam.
Namun, fakta tak terbantahkan bahwa pemahaman umum masyarakat Indonesia terhadap Afrika tidak sebaik Asia. Bukan semata karena secara geografis Indonesia berada di Asia. Kemungkinan besar fakta ini juga ditemukan di banyak negara Asia lain.
Ini bukan sekadar cerita untuk teman, melainkan tantangan nyata yang menuntut tindakan segera. Masyarakat Afrika, termasuk dunia, melihat Asia sebagai mesin pertumbuhan dunia yang dapat berperan lebih dalam pembangunan banyak sektor di Afrika. Karena itu, kemitraan Asia-Afrika sangat penting ke depan.
Diplomasi Ekonomi
Indonesia paham betul, hubungan ekonomi dengan negara- negara Afrika belum optimal meski delegasi Afrika ke event tahunan Trade Expo Indonesia selalu menjadi salah satu terbesar. Juga, meski berkembang, masih banyak potensi kerja sama yang belum digali. Nilai perdagangan Indonesia dengan Afrika tercatat USD10,7 miliar. Sementara nilai investasi Indonesia di Afrika USD2 miliar.
Bandingkan dengan Singapura pada angka USD15,9 miliar. Karena itu, sebagaimana dikatakan Wakil Menteri Luar Negeri A M Fachir, yang juga ketua Kelompok Kerja Penguatan Diplomasi Ekonomi Kementerian Luar Negeri, pertemuan dan Peringatan 60 Tahun KAA merupakan momentum baik bagi pemerintah untuk melakukan diplomasi ekonomi ke negara- negara kawasan itu.
Kelompok kerja penguatan diplomasi ekonomi adalah bagian upaya pemerintah merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7- 8% setahun, meningkatkan ekspor nonmigas hingga USD458,8 miliar, meningkatkan investasi asing 15%, dan melipatgandakan kunjungan wisatawan 20 juta 2019. Berkaitan dengan itu, memanfaatkan momentum KAA, diselenggarakan pula Asian-African Business Summit (AABS) dengan tema Realization of Asia- Arica Partnership for Progress and Prosperity.
Forum itu tidak semata menegaskan komitmen, juga, dan ini bahkan lebih penting, mendorong tindak nyata kerja sama ekonomi dua kawasan. Dengan demikian, jembatan ekonomi Asia-Afrika akan semakin lebar dan kuat. Tidak ada keraguan, prospek sukses hubungan ekonomi Indonesia-Afrika sangat besar dan meyakinkan. Selain didukung kerja sama politik yang baik, juga hubungan sosial-budaya yang terjalin sejak lama.
Saat ini banyak keturunan Indonesia bermukim di Afrika Selatan dan Madagaskar. Diaspora Indonesia !. Kerja sama teknik dan capacity building , utamanya bidang pertanian, pendidikan, usaha kecil dan menengah, perikanan, pengairan, dan good governance telah berjalan lama pula. Sejak 2008 Indonesia memberikan Beasiswa Darmasiswa, Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang, dan beasiswa dari Kementerian Agama kepada sekitar 700 pelajar Afrika.
Pada 2000 tenaga kerja terlatih dan semiterlatih Indonesia saat ini bekerja dan berkarya di Afrika. Peringatan 60 Tahun KAA dan 10 Tahun NAASP berakhir hari ini. Delegasi tentunya segera pulang ke negara masing-masing. Selama pertemuan di Jakarta dan Bandung, berbagai komitmen didengungkan lantang. Sejumlah dokumen disepakati penuh yakin untuk kemudian diumumkan dan ditandatangani di depan liputan luas media pers nasional dan internasional.
Ini membuat semangat KAA tetap relevan sampai kini. Namun, sesungguhnya, di mana-mana pelosok dunia, peristiwa ini sering terjadi dan berulang. Namun, satu hal yang tentu kita tunggu dan ingin lihat adalah tindak lanjut, tindak lanjut, dan tindak lanjut. Rakyat Indonesia benar-benar ingin lebih merasakan hasil sentuhan, kegiatan, dan perjuangan diplomasi Indonesia, yang selama ini sebagian besar kerja mesin diplomasi Indonesia itu memang sudah mereka rasakan.
(bbg)