Batu Akik dan Histeria Massa

Kamis, 12 Maret 2015 - 10:32 WIB
Batu Akik dan Histeria...
Batu Akik dan Histeria Massa
A A A
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali

Anda mungkin pernah mendengar “nihil sub sole novum“. Itu ungkapan Latin. Kalau memakai bahasa Inggris, bunyinya kurang lebih begini, “there is nothing new under the sun“.

Maksudnya, bukan tak ada perubahan, tetapi dalam kefanaan di dunia ini tidak ada sesuatu yang sama sekali baru. Beda benar dengan pandangan Heraclitus, panta rei, yang artinya semua selalu berubah. Tapi, baiklah, dalam pandangan di atas, ibaratnya seperti malam berganti pagi, lalu pagi beranjak siang, menuju sore, dan akhirnya kita bertemu kembali dengan malam.

Begitu seterusnya dunia kita berputar. Berulang-ulang. Begitu pula dengan kehidupan kita. Selalu saja berulang. Dalam semua hal. Contohnya, kita pernah terperangkap pada “demam” yang satu, tapi kemudian masuk dalam demam yang satunya lagi. Sama seperti krisis ekonomi yang akan datang beberapa tahun sekali. Baiklah supaya tidak berputarputar, saya langsung saja.

Sebetulnya saya ingin bicara tentang demam batu akik yang tengah melanda masyarakat kita. Fenomenanya begitu luar biasa. Sangat masif. Demam ini melanda rakyat jelata sampai pejabat negeri. Mengagumkan meski dalam banyak hal mungkin ada yang kurang masuk akal. Misalnya saja dari sisi harga.

Anda tahu batu akik termahal di Indonesia? Kabarnya ia berasal dari Bengkulu, namanya pictorial agate badar pemandangan. Motifnya berupa pemandangan pantai. Harganya disebutsebut mencapai Rp2 miliar sama dengan harga sebuah mobil mewah di Indonesia. Tapi mungkin saja saya luput dan Anda mendengar ada lagi batu lain yang harganya lebih mahal.

Lalu, dari sisi khasiatnya. Banyak mitos yang mengatakan batu akik junjung drajat bisa mengangkat wibawa dan status sosial pemakainya. Ada juga batu akik pancawarna. Pemakai batu akik jenis ini konon akan memiliki karisma yang kuat dan terlindung dari kejahatan. Bagi yang percaya, batu akik jenis lain juga mempunyai khasiat yang berbeda-beda. Misalnya, ada batu akik yang membuat kita menjadi kebal.

Tidak mempan ditusuk atau ditembak. Ada juga batu akik yang membuat kita menjadi lebih dikasihani atasan atau teman, membuat karier cepat menanjak, jualan menjadi lebih laku, dan kita tidak mempan disantet. Kalau Anda memiliki batu akik yang bolong, namanya batu cobong, bisa dipakai untuk memikat para wanita.

Katanya itu batu pelet. Wow. Silakan kalau Anda mau percaya, baik soal harga maupun khasiatnya. Namun, bagi saya, fenomena batu akik ini mengingatkan saya akan lintasan meteor di langit kita. Dahulu, semasa kecil, saat langit kita masih sangat jernih dan polusi udara belum menggila, ketika kita menatap langit dengan mata telanjang, sesekali kita akan melihat meteor yang melintas. Cepat sekali. Lalu, ada kepercayaan kalau berbarengan dengan lintasan meteor tadi kita mengucapkan apa keinginan kita, konon bakal terkabul.

Fenomena Meteor

Demam batu akik yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini mengingatkan saya akan meteor yang melintas di langit tadi. Cepat datang, cepat melintas, dan akhirnya cepat pula menghilang. Fenomenanya saya kira juga mirip dengan tanaman hias anturium yang juga sempat booming tiga-empat tahun silam.

Sampai sekarang saya dan mungkin kita semua belum sepenuhnya paham apanya yang hebat dari tanaman ini sehingga gosip harganya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Bahkan konon ada yang harganya menembus miliaran. Booming batu akik atau anturium dan ikan louhan di masa lalu adalah cerminan dari masyarakat yang dilanda histeria. Mereka mendengar gosip menyebar.

Lalu, tanpa sempat berpikir jernih dan menimbang lebih dalam, mereka memutuskan untuk percaya begitu saja. Mereka ikut arus massa. Ketika semuabergerakke kanan, dia ikut ke kanan karena takut ketinggalan. Begitu pula ketika semua bergerak ke kiri. Mereka tanpa sempat berpikir jernih memborong anturium atau ikan louhan.

Sebagian dengan motif memang ingin menikmati, tapi sebagian besar justru ingin berspekulasi. Mereka berharap kelak batu akik, anturiumatauikanlouhannya bisa dijual lagi dengan harga lebih tinggi. Bahkan untuk anturium, investornya bukan hanya perseorangan.

Di Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Karanganyar mengeluarkan dana yang lumayan besar untuk menggerakkan masyarakatnya agar mau menanam anturium. Bupati Karanganyar ketika itu ingin kabupatennya dinobatkan sebagai kabupaten anturium. Celakanya, seperti meteor tadi, booming anturium dan ikan louhan ternyata hanya sebentar. Mereka yang terlanjur menanamkan modalnya pun terpaksa gigit jari. Investasinya terpangkas habis.

Penyakit Sosial

Dalam bursa efek ada istilah cornering. Bahasa populernya adalah menggoreng saham. Istilah ini merujuk pada sejumlah pelaku di bursa efek yang bersepakat untuk memainkan saham perusahaan tertentu agar harganya naik. Mereka mengembuskan berbagai isu, termasuk melibatkan media massa, sehingga membuat saham perusahaan tertentu menjadi terlihat prospektif.

Para investor yang kalap, tanpa sempat menimbang kondisi fundamental dari perusahaan tersebut, akan main tubruk. Siapa yang tak tergiur melihat harga saham perusahaan tertentu terus bergerak naik. Daripada ketinggalan, mereka memutuskan ikut memborong saham perusahaan tersebut. Celakanya setelah kenaikan harganya dirasa cukup, mereka yang bersekongkol kemudian mulai menjual saham yang dimilikinya.

Alhasil, harga saham perusahaan tadi mulai melorot. Investor yang kalap tadi pun gigit jari. Mereka pun melakukan cut loss. Fenomena batu akik, anturium atau ikan louhan adalah fenomena cornering. Ada banyak pihak yang terlibat dalam mind game lalu memainkan psikologi pasar dengan mengembusembuskan berbagai isu untuk membuat harga melonjak.

Lalu histeria massa pun tercipta. Setelah harganya mencapai titik tertentu dan keuntungan yang diperoleh dianggap cukup, mereka pun perlahan-lahan melepas kendali pasar. Lantas harga pun bergerak turun. Tinggallah warga biasa yang keasyikan bermain, tinggal dalam impian yang tiba-tiba hari sudah petang dan harus bangun.

Histeria massa seperti itu erat kaitannya dengan perilaku irasional. Dalam ilmu ekonomi, perilaku irasional pun terjadi di mana-mana. Salah satu bentuknya pengulangan-pengulangan tadi. Kita pernah terkena demam ikan louhan. Lalu kita juga pernah dilanda demam anturium. Kini kita tengah mengulang kembali demam yang sama, yakni demam batu akik.

Ke depan, mungkin masih akan ada sejumlah demam lain. Bagi saya, fenomena semacam ini adalah “penyakit sosial”. Ini terjadi di mana-mana. Ketika akal sehat sudah tak bisa menerima, kita pun masuk dalam perilaku yang irasional. Itu sebabnya Andrew Normal Wilson, penulis biografi asal Inggris, menulis begini, “The fact that logic cannot satisfy us awakens an almost insatiable hunger for the irrational.”
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0688 seconds (0.1#10.140)