Stop Kegaduhan Hukum
A
A
A
Persoalan hukum di negeri ini seolah terus menjadi masalah pelik yang sulit diurut dari mana harus memulai atau mengakhiri. Perdebatan antarpakar hukum atau pihak-pihak hukum pun acap muncul dan menjadi konsumsi publik.
Satu pakar hukum mengatakan A, sedangkan seorang ahli hukum lain mengatakan B. Parahnya perdebatan pun justru melibatkan seorang pemangku jabatan lembaga penegak hukum. Saling bantah dan merasa paling pendapatnya yang benar menjadi bumbu utama dalam setiap perdebatan, baik langsung maupun melalui perantara (media).
Tak ayal, masyarakat pun ikut larut dalam benang kusut persoalan hukum di Indonesia hingga menanyakan ”Mana sih yang benar?” Perdebatan pun muncul karena hukum di negeri ini sering ditumpangi kepentingan politik ataupun ekonomi. Siapa yang mampu menguasai politik atau ekonomi pun kadang menjadi superior dalam hukum, sedangkan mereka yang tak menguasai politik atau ekonomi akan menjadi inferior dalam hukum. Akhirnya muncul hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
Padahal, jika dipahami, pada dasarnya semua golongan masyarakat sama di hadapan hukum. Artinya semua pihak harus taat pada hukum yang berlaku. Hukum bisa menjadi payung bagi semua pihak, bukan hanya bagi mereka yang superior di politik, ekonomi, atau hukum. Akhir-akhir ini, persoalan hukum di Tanah Air ”diramaikan” dengan perseteruan dua lembaga, yaitu Polri dan KPK.
Perseteruan ini menyeret banyak pihak, mulai partai politik, LSM, lembaga pemerintah lainnya, masyarakat, DPR, hingga presiden. Perseteruan ini memecah menjadi dua kubu, entah mana yang jadi protagonis mana yang antagonis. Namun yang pasti, kedua lembaga seolah saling serang dengan mengancam atau bahkan menjerat pejabat KPK ataupun Polri sebagai tersangka.
Hukum digunakan untuk saling sandera, saling adu kekuatan. Bahkan, adu kekuatan pun hingga melibatkan pengaruh baik di pemerintahan, parpol, DPR, LSM, bahkan masyarakat untuk sekadar mencari kebenaran. Nah, yang menarik dalam perseteruan itu saling jegal antarpenegak hukum yang secara logika tahu tentang bagaimana proses hukum.
Namun sayang, para penegak hukum yang tengah diancam jeratan hukum seolah menjadi bagian dari benang kusut persoalan hukum di negeri ini. Saling debat yang lebih banyak menggunakan media membuat semakin banyak masyarakat yang bertanya ”Siapa yang benar?” Semestinya, jika memang menyadari bahwa perdebatan itu akan menjadi benang kusut, sudah semestinya stop perdebatan dan mengikuti proses hukum yang ada.
Dua pimpinan KPK yaitu Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, juga mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana saat ini tengah mendapat ancaman hukum dari beberapa kasus yang diduga melibatkan mereka. Begitu juga, sebelumnya pejabat Polri Komjen Pol Budi Gunawan, pun dijerat hukum oleh KPK.
Dua pihak pun saling melempar opini untuk berdebat sehingga membuat kegaduhan hukum yang cukup membingungkan. Sikap pemerintah yang dianggap tidak tegas pun semakin menambah kegaduhan ini. Tentu solusi sederhananya adalah stop kegaduhan tersebut. Nah, cara sederhana untuk menghentikan kegaduhan tersebut, semua pihak yang terlibat dalam kasus hukum diatas untuk mengikuti proses hukum yang berlaku dan selalu berpikir jernih tanpa tendensi apa pun.
Apalagi, yang terlibat dalam kasus ini adalah pihak-pihak yang merupakan pakar hukum atau ahli hukum. Mengeluarkan pendapat atau melakukan perdebatan di luar hukum justru akan semakin memperkeruh keadaan. Dan lagi-lagi semestinya, persoalan hukum ini harus ada akhir yang baik untuk bangsa ini. Jadi, sudah sewajarnya jika Bambang Widjojanto, Abraham Samad, dan Denny Indrayana akan lebih bijak jika mengikuti proses hukum yang berlangsung.
Sebagai pihak yang sangat tahu tentang itu, tentu mereka tahu bagaimana harus menghadapi hukum itu dan bisa memberi contoh kepada masyarakat bagaimana cara yang benar menghadapi proses hukum. Memunculkan perdebatan di luar koridor hukum justru memunculkan kegaduhan dan menambah kusut hukum di Indonesia. Toh , jika memang mereka yakin tidak bersalah maka hukum akan membebaskan mereka. Jadi, stop kegaduhan dan mari ikuti proses hukumnya.
Satu pakar hukum mengatakan A, sedangkan seorang ahli hukum lain mengatakan B. Parahnya perdebatan pun justru melibatkan seorang pemangku jabatan lembaga penegak hukum. Saling bantah dan merasa paling pendapatnya yang benar menjadi bumbu utama dalam setiap perdebatan, baik langsung maupun melalui perantara (media).
Tak ayal, masyarakat pun ikut larut dalam benang kusut persoalan hukum di Indonesia hingga menanyakan ”Mana sih yang benar?” Perdebatan pun muncul karena hukum di negeri ini sering ditumpangi kepentingan politik ataupun ekonomi. Siapa yang mampu menguasai politik atau ekonomi pun kadang menjadi superior dalam hukum, sedangkan mereka yang tak menguasai politik atau ekonomi akan menjadi inferior dalam hukum. Akhirnya muncul hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
Padahal, jika dipahami, pada dasarnya semua golongan masyarakat sama di hadapan hukum. Artinya semua pihak harus taat pada hukum yang berlaku. Hukum bisa menjadi payung bagi semua pihak, bukan hanya bagi mereka yang superior di politik, ekonomi, atau hukum. Akhir-akhir ini, persoalan hukum di Tanah Air ”diramaikan” dengan perseteruan dua lembaga, yaitu Polri dan KPK.
Perseteruan ini menyeret banyak pihak, mulai partai politik, LSM, lembaga pemerintah lainnya, masyarakat, DPR, hingga presiden. Perseteruan ini memecah menjadi dua kubu, entah mana yang jadi protagonis mana yang antagonis. Namun yang pasti, kedua lembaga seolah saling serang dengan mengancam atau bahkan menjerat pejabat KPK ataupun Polri sebagai tersangka.
Hukum digunakan untuk saling sandera, saling adu kekuatan. Bahkan, adu kekuatan pun hingga melibatkan pengaruh baik di pemerintahan, parpol, DPR, LSM, bahkan masyarakat untuk sekadar mencari kebenaran. Nah, yang menarik dalam perseteruan itu saling jegal antarpenegak hukum yang secara logika tahu tentang bagaimana proses hukum.
Namun sayang, para penegak hukum yang tengah diancam jeratan hukum seolah menjadi bagian dari benang kusut persoalan hukum di negeri ini. Saling debat yang lebih banyak menggunakan media membuat semakin banyak masyarakat yang bertanya ”Siapa yang benar?” Semestinya, jika memang menyadari bahwa perdebatan itu akan menjadi benang kusut, sudah semestinya stop perdebatan dan mengikuti proses hukum yang ada.
Dua pimpinan KPK yaitu Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, juga mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana saat ini tengah mendapat ancaman hukum dari beberapa kasus yang diduga melibatkan mereka. Begitu juga, sebelumnya pejabat Polri Komjen Pol Budi Gunawan, pun dijerat hukum oleh KPK.
Dua pihak pun saling melempar opini untuk berdebat sehingga membuat kegaduhan hukum yang cukup membingungkan. Sikap pemerintah yang dianggap tidak tegas pun semakin menambah kegaduhan ini. Tentu solusi sederhananya adalah stop kegaduhan tersebut. Nah, cara sederhana untuk menghentikan kegaduhan tersebut, semua pihak yang terlibat dalam kasus hukum diatas untuk mengikuti proses hukum yang berlaku dan selalu berpikir jernih tanpa tendensi apa pun.
Apalagi, yang terlibat dalam kasus ini adalah pihak-pihak yang merupakan pakar hukum atau ahli hukum. Mengeluarkan pendapat atau melakukan perdebatan di luar hukum justru akan semakin memperkeruh keadaan. Dan lagi-lagi semestinya, persoalan hukum ini harus ada akhir yang baik untuk bangsa ini. Jadi, sudah sewajarnya jika Bambang Widjojanto, Abraham Samad, dan Denny Indrayana akan lebih bijak jika mengikuti proses hukum yang berlangsung.
Sebagai pihak yang sangat tahu tentang itu, tentu mereka tahu bagaimana harus menghadapi hukum itu dan bisa memberi contoh kepada masyarakat bagaimana cara yang benar menghadapi proses hukum. Memunculkan perdebatan di luar koridor hukum justru memunculkan kegaduhan dan menambah kusut hukum di Indonesia. Toh , jika memang mereka yakin tidak bersalah maka hukum akan membebaskan mereka. Jadi, stop kegaduhan dan mari ikuti proses hukumnya.
(bbg)