Menteri Harus Cari Sensasi?

Rabu, 04 Februari 2015 - 10:31 WIB
Menteri Harus Cari Sensasi?
Menteri Harus Cari Sensasi?
A A A
Selain isu KPK vs Polri, awal minggu ini rakyat Indonesia disuguhi tontonan hal yang tampak positif, yaitu berita tentang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dinobatkan sebagai menteri terbaik dalam Kabinet Kerja bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menteri nyentrik tersebut pun senang mendapat penghargaan tersebut. Sayangnya sang Presiden memilih Susi sebagai menteri terbaik dengan pertimbangan yang tidak dibuka kepada khalayak. Disebutkan bahwa prestasi Susi Pudjiastuti selama 100 hari pertama pemerintahan Jokowi sangat baik dibandingkan menteri-menteri yang lain. Namun dikatakan pula bukan berarti menteri-menteri yang lain kinerjanya buruk, hanya saja tidak sebaik Menteri Susi.

Memang Menteri Susi sukses menangkap perhatian khalayak bahkan dari hari pertama pelantikannya. Gayanya yang sangat santai menjadi sorotan luar biasa sejak hari pertama menjadi menteri. Mulai dari tatonya, pilihannya untuk merokok, gaya berpakaiannya, gaya bicaranya hingga berbagai pilihan kebijakan yang banyak di luar pakem.

Dan yang sangat menarik adalah Menteri Susi sangat mampu untuk berhubungan dengan media massa; segala macam karakteristik dirinya yang bagi sebagian besar masyarakat selama ini dianggap sebagai kekurangan jika dimiliki seorang menteri justru menjadi pembeda dirinya. Banyak orang yang akan berkata lebih baik lihat kerjanya, jangan orangnya.

Mengenai penghargaan tersebut, ada pernyataan yang mungkin sedikit banyak bisa memberikan gambaran mengenai penghargaan Presiden Jokowi kepada Menteri Susi. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa strategi media Menteri Susi sangat berhasil. Tentunya yang dimaksud Andi Widjajanto adalah kemampuan Menteri Susi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk selalu tampil di media massa sebagai media darling.

Simak saja pernyataan Andi Widjajanto ini: ”Presiden menggunakan intelijen media management , jadi bukan intelnya media, tapi media yang cerdas. Bukan media dipakai nginteli, tapiada software media yang cerdas, media yang intelijen buat Presiden, kemudian tahu bahwa popularitas Bu Susi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat tinggi .” Dari sana bisa terlihat bahwa Presiden Jokowi mementingkan ekspos tiap menteri dalam Kabinet Kerja dalam media massa.

Meski begitu Presiden Jokowi juga pernah mengingatkan bahwa ekspos media massa belum tentu mewakili kinerja pemerintahan. Salahkah jika menteri-menteri Kabinet Kerja ngetop di media massa? Tentu sama sekali tidak salah. Justru ketenaran mereka di media massa akan membuat rakyat lebih dekat dengan para menterinya dan menjadi tahu apa yang dikerjakan para menteri. Namun akan ada dampak buruk yang bakal menjadi masalah bagi pemerintahan Jokowi jika keterkenalan di media massa menjadi salah satu patokan keberhasilan menteri.

Nantinya para menteri akan berlomba-lomba untuk sesering mungkin muncul di media massa agar dipandang sebagai menteri yang benar-benar kerja dan berhasil. Syukur kalau mereka berlomba menjalankan program kerjanya dengan baik demi makin sering muncul di media massa. Namun yang dikhawatirkan adalah para menteri akan mencari berbagai cara untuk muncul di media massa.

Yang paling mengkhawatirkan adalah para menteri berusaha menciptakan sensasi yang pada dasarnya tidak produktif, tetapi akan menjadi berita yang menarik di media massa. Atau bisa saja menteri akhirnya menghabiskan anggaran untuk program yang pada dasarnya tidak begitu berimbas bagi kepentingan masyarakat, tetapi nilai beritanya tinggi.

Pada akhirnya menteri tak lagi akan berpikir untuk memprioritaskan program-program yang paling bermanfaat bagi rakyat, tetapi menargetkan prioritas melaksanakan dan mengucurkan anggaran untuk program yang diperkirakan mempunyai news value yang tinggi sehingga akan diliput media massa.

Semoga Presiden Jokowi sebagai commander in chief negara ini sadar bahwa tujuan utama menterinya harusnya untuk melaksanakan program yang menyejahterakan rakyat, ketenaran hanyalah dampak ikutan, bukan tujuan.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6357 seconds (0.1#10.140)