Usut Kasus Nazaruddin, KPK Panggil Notaris
A
A
A
JAKARTA - Seorang notaris, Elva Arminiaty akan menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi penerimaan hadiah pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah dan praktik pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk dengan tersangka M Nazaruddin.
"Elva Arminiaty akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MNZ (M Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Selasa (20/1/2015).
KPK telah menetapkan M Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penerimaaan hadiah dalam pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi. Nazaruddin yang juga terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu membeli saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar.
Nazaruddin ‎dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 UU Tipikor.
KPK juga menggunakan UU TPPU yakni Pasal 3 atau Pasal 4 junto Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dia akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi penerimaan hadiah pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah dan praktik pencucian uang dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk dengan tersangka M Nazaruddin.
"Elva Arminiaty akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MNZ (M Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Selasa (20/1/2015).
KPK telah menetapkan M Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus penerimaaan hadiah dalam pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk.
KPK menduga pembelian saham tersebut berasal dari uang hasil korupsi. Nazaruddin yang juga terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu membeli saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar.
Nazaruddin ‎dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, subsider Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 UU Tipikor.
KPK juga menggunakan UU TPPU yakni Pasal 3 atau Pasal 4 junto Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
(dam)