PPATK Beberkan Dugaan Pencucian Uang di Indonesia, Ini Rincian Nilainya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan ( PPATK ) telah menerima 268 juta laporan transaksi keuangan mencurigakan selama periode 2002-2022. Dari jumlah itu, sebanyak 227,9 juta laporan terkait transaksi transfer dari dan ke luar negeri (LTKL).
Selanjutnya, sebanyak 39,2 juta laporan terkait transaksi keuangan tunai; 742.000 laporan transaksi mencurigakan; 445.000 laporan ihwal transaksi penyediaan barang dan jasa; dan 4.559 laporan penundaan transaksi.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan ribuan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada aparat penegak hukum (APH) dan instansi terkait untuk menindak lanjuti aduan transaksi keuangan mencurigakan itu.
"Kami telah menyampaikan 7.381 LHA dan 235 LHP kepada APH dan kementerian atau lembaga lain dengan dugaan TPPU yang berasal dari tindak pidana asal," kata Ivan saat rapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).
Tindak pidana asal yang dimaksud Ivan adalah tindak pidana korupsi (tipikor) sebesar 39,7% dari total laporan; tindak pidana penipuan sebesar 15,9%; tindak pidana bidang perpajakan sebesar 11,5%; tindak pidana narkotika sebesar 6%; dan tindak pidana lain sesuai Pasal 2 UU TPPU sebesar 26,8%.
"Besarnya dugaan TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi, sesuai dengan penilaian risiko nasional terhadap pencucian uang 2021, yang tempati urutan risiko tertinggi," kata Ivan.
Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Inisial Dua Wajib Pajak dengan Transaksi Triliunan Rupiah
Ivan merinci, LHA dan LHP terkait tipikor sebesar Rp81,3 triliun; terkait pidana perjudian sebesar Rp81 triliun; tindak pidana green financial crime senilai Rp4,8 triliun.
"LHA dan LHP terkait narkotika Rp3,4 triliun; LHA dan LHP terkait penggelapan dana dalam yayasan Rp1,7 triliun, dan berbagai pengungkapan perkara lainnya," kata Ivan.
Selanjutnya, sebanyak 39,2 juta laporan terkait transaksi keuangan tunai; 742.000 laporan transaksi mencurigakan; 445.000 laporan ihwal transaksi penyediaan barang dan jasa; dan 4.559 laporan penundaan transaksi.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan ribuan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada aparat penegak hukum (APH) dan instansi terkait untuk menindak lanjuti aduan transaksi keuangan mencurigakan itu.
"Kami telah menyampaikan 7.381 LHA dan 235 LHP kepada APH dan kementerian atau lembaga lain dengan dugaan TPPU yang berasal dari tindak pidana asal," kata Ivan saat rapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).
Tindak pidana asal yang dimaksud Ivan adalah tindak pidana korupsi (tipikor) sebesar 39,7% dari total laporan; tindak pidana penipuan sebesar 15,9%; tindak pidana bidang perpajakan sebesar 11,5%; tindak pidana narkotika sebesar 6%; dan tindak pidana lain sesuai Pasal 2 UU TPPU sebesar 26,8%.
"Besarnya dugaan TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi, sesuai dengan penilaian risiko nasional terhadap pencucian uang 2021, yang tempati urutan risiko tertinggi," kata Ivan.
Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Inisial Dua Wajib Pajak dengan Transaksi Triliunan Rupiah
Ivan merinci, LHA dan LHP terkait tipikor sebesar Rp81,3 triliun; terkait pidana perjudian sebesar Rp81 triliun; tindak pidana green financial crime senilai Rp4,8 triliun.
"LHA dan LHP terkait narkotika Rp3,4 triliun; LHA dan LHP terkait penggelapan dana dalam yayasan Rp1,7 triliun, dan berbagai pengungkapan perkara lainnya," kata Ivan.
(abd)