Tambah Pusing oleh Miras Oplosan
A
A
A
Saat ini jagat Indonesia diguncang berbagai peristiwa dari mulai longsor di Banjarnegara, banjir di Bandung, Aceh, dan Jawa Timur, peledakan kapal nelayan asing oleh Bu Susi, serta tidak kalah menariknya adalah tewasnya beberapa orang warga di berbagai daerah seperti Garut, Sukabumi, Indramayu, Sumedang karena menenggak minuman keras (miras) oplosan.
Miras bukan barang baru bagi masyarakat kita. Sejak Inggris dan Belanda datang ke Indonesia, mereka mulai memperkenalkan kepada warga kita sebagai minuman yang dikonsumsi untuk meningkatkan kehangatan tubuh yang disebabkan oleh suhu udara yang sangat rendah. Di Eropa dan Amerika miras salah satu komoditas strategis yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi.
Semakin lama umur sebuah minuman, seperti wine , semakin mahal pula harganya. Tidak tanggung-tanggung minuman tersebut ada yang mencapai harga Rp4,8 miliar. Miras biasanya dikonsumsi menggunakan gelas khusus seperti sloki, wine glass, atau cocktail glass pada kegiatan-kegiatan pesta, diminum secara bersama dengan tradisi toast kemudian mereka bersukaria, berdansa, berdisko, salsa, dan berbagai aktivitas lain, berpakaian rapi, berdandan dandy sebagai kegiatan resmi dengan berbagai perangkat etika yang dimilikinya.
Kemudian selesai melakukan aktivitas pesta dan berbagai keriangan lainnya, mereka tidur nyenyak agar pagi harinya badannya kembali segar sehingga mampu beraktivitas dengan vitalitas yang semakin prima. Ketika zaman Belanda, para centeng yang berkumis tebal dan berbadan tegap dengan golok panjang bertengger di pinggang sebelah kiri pun ikut menikmati.
Tetapi, karena jatahnya terbatas, mereka membuat miras sendiri yang terbuat dari berbagai jenis pangan tradisional, dari mulai tapai seperti tradisi sake di Jepang dan lahang atau sari gula dari pohon aren yang melahirkan tuak sehingga dari sisi kebudayaan mereka bisa mengikuti kebudayaannya para londo dengan menggunakan berbagai fasilitas yang tradisional. Pokoknya gayanya sama dengan Belanda, cuma rasa dan harganya saja yang berbeda. Yang penting gaya.
*** Kebiasaan para centeng zaman Belanda rupanya terwariskan dari generasi ke generasi, dari mulai tumbuhnya preman kampung yang biasa malak truk pasir dan batu sampai preman kota yang mengendalikan distribusi limbah pabrik menjadi debt collector yang menyita motor kredit maupun yang menyita dan mempertahankan tanah-tanah sengketa di perkotaan dengan nilai ratusan miliar bahkan triliunan.
Miras merupakan bagian dari gaya hidup mereka. Saking jagonya, minumnya tidak lagi pakai sloki, tapi langsung ditenggak tanpa ada ukurannya. Tubuhnya tidak lagi hangat, tapi panas terbakar ditambah lagi kulitnya terbakar pula oleh panasnya sinar matahari tropis. Kepalanya pusing tujuh keliling, perutnya mual kemudian muntah, isinya cendol, karedok, asin peda. Hebatkan?
Sugesti akan kepercayaan diri yang tinggi disebabkan oleh miras berpuncak pada keberanian untuk melakukan tindakan apa pun sesuai perintah atau kehendak dirinya. Miras melahirkan berbagai problem sosial yang cukup parah karena melahirkan agresivitas yang tanpa kendali sehingga berdampak pada berbagai problem kemanusiaan yang cukup fatal.
Dari mulai kecelakaan lalu lintas, perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, perusakan berbagai fasilitas umum, dan berbagai problem lain yang menimbulkan keresahan sosial di tengah masyarakat. Secara psikologi, miras merusak sistem saraf dalam diri seseorang yang berdampak pada menurunnya daya ingat, daya cerna, serta tingkat kemalasan yang sangat tinggi sehingga seseorang yang menjadi pencandu miras tidak lagi produktif dalam kehidupannya.
Tetapi, di sisi lain ketergantungan dan kebutuhan memperoleh barang tersebut merupakan sesuatu hal yang pokok dalam kehidupannya. Akhirnya seluruh kekacauan pikiran para pencandu miras dimanfaatkan oleh para pedagang dengan membuat miras oplosan. Minuman ini campuran berbagai jenis zat yang diperoleh baik dengan memproduksi sendiri maupun membeli dari pihak lain dengan harga yang murah.
Ada vodka yang dicampur dengan spiritus, ada wiski yang dicampur dengan tuak, ada alkohol murni yang dicampur air mentah dan minuman suplemen, ada lagi yang menambahnya dengan obat-obatan yang dijual bebas atau bahkan obat nyamuk bakar... Makin banyak campurannya, makin dahsyat hasilnya, makin cepat kematiannya... Gelo sugan... (Gila barangkali...) Anggur merah, yang selalu memabukkan diriku ku anggap belum seberapa... dahsyatnya.
Pokona mah asal bisa fly weh... (Pokoknya asal bisa flyfly saja...).Kaler mana kaler, eta panonpoe atawa bulan euy... (Utara mana utara, itu matahari atau bulan ya ...). Begitulah ekspresi almarhum Asep Sunandar saat memperagakan orang mabuk dengan wayang-wayangnya.
*** Miras oplosan kini menjadi problem sosial yang serius, bukan hanya berbagai peristiwa tindak kriminal dan sejenisnya seperti yang diceritakan di atas, tetapi ancaman kematian massal yang akan menimpa siapa saja yang mengonsumsinya. Kematian massal akibat miras atau miras palsu bukan hanya melanda warga kita. Seorang penerbang dari Rusia yang terkenal ketangguhan dalam minum minuman keras ternyata jatuh terkulai ketika menenggak vodka ala Indonesia.
Memang hebat vodka yang beredar di kita, jauh lebih ampuh dibanding dengan vodka di tempat asalnya. Tak perlu menunggu waktu lama, seorang jagoan pun bisa tewas seketika. Peristiwa tersebut memberikan peringatan kepada kita, alangkah kejamnya kalau negara terus membiarkan berbagai problem sosial itu tanpa solusi yang memadai.
Penyelesaian peredaran miras dan miras oplosan secara hukum akan menemui jalan buntu karena sampai saat ini payung hukum yang mengatur masalah tersebut belum ada. Miras di Indonesia beredar tanpa kendali, di tengah-tengah pidato para petinggi yang sibuk berkampanye tentang revolusi mental bangsa.
Satu-satunya payung hukum yang diandalkan adalah peraturan daerah yang dikategorikan sebagai tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman yang sangat rendah sehingga seorang pengedar miras apabila dilakukan penggeledahan dan diproses secara hukum, hanya berujung pada denda yang besarannya paling sekitar Rp2,5 juta.
Pasukan yang diandalkan adalah Satpol PP yang di lapangan akan berhadapan dengan berbagai kekuatan, baik preman sipil maupun oknum aparat negara dengan kenekatan yang luar biasa yang tidak segan-segan melakukan perlawanan, baik tersembunyi maupun terbuka. Di sini terasa tidak adil, masa sepeda diadukan dengan bus.
Kalau kurang keberaniannya, jangankan menyita atau merubuhkan, baru digertak saja sudah gugup. ”Kamu berani sama saya?” itulah ucapan yang sering terlontar dalam operasi penertiban sehingga langkah yang dilakukan, operasi yang dilaksanakan, tidak akan memiliki dampak apa pun bagi peredaran miras dan miras oplosan.
*** Sebagai negara yang m-emiliki dasar falsafah Pancasila yang bersendikan pada nilai ketuhanan dan kemanusiaan, sudah saatnya masalah tersebut ditangani. Peredaran miras sudah semestinya diatur oleh undang-undang, dibuat kualifikasi peruntukannya untuk siapa.
Negara bisa memiliki data secara valid siapa yang suka mengonsumsinya, berapa jumlah orang asing yang tinggal di Indonesia, berapa kebutuhannya, apa saja jenis yang dibutuhkannya. Semua bisa diatur dengan distribusi yang memadai sehingga miras tidak jatuh dan beredar secara luas dan terbuka di tengah-tengah masyarakat kita yang miskin, malas, dan cenderung emosional.
Kata Mang Udin, orang susah mah tidak usah minum miras atau miras oplosan kalau hanya untuk bikin lieur kepalanya karena mikirin kontrakan yang naik, sembako yang naik, ongkos yang naik, listrik yang naik, tarif air yang naik pun sudah pusing, sedangkan cari duit makin susah. Jangankan lowongan baru, karyawan yang ada pun di- PHK. Sudah pusing kepala, malah minum oplosan... Jadinya tambah pusing.
Saking pusingnya, nenek-nenek pun disangkanya gadis belia lalu diperkosa sampai akhirnya sang pemabuk menemui ajalnya. Berdasarkan hasil diagnosis, kematiannya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kandungan senyawa beracun miras dan oplosan. Kedua, akibat keracunan susu kadaluwarsa yang tidak sengaja diminumnya.
Opo ora eman duite, gawe tuku banyu setan. Opo ora mikir yen mendem, iku bisa ngrusak pikiran. Ojo diteruske mendeme, mergo ora ono untunge. Yo cepet marenono mendemmu, ben dowo umurmu. Selamat Natal dan Tahun Baru 2015. Damai Indonesiaku tanpa miras dan diskriminasi.
Dedi Mulyadi
Bupati Purwakarta
Miras bukan barang baru bagi masyarakat kita. Sejak Inggris dan Belanda datang ke Indonesia, mereka mulai memperkenalkan kepada warga kita sebagai minuman yang dikonsumsi untuk meningkatkan kehangatan tubuh yang disebabkan oleh suhu udara yang sangat rendah. Di Eropa dan Amerika miras salah satu komoditas strategis yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi.
Semakin lama umur sebuah minuman, seperti wine , semakin mahal pula harganya. Tidak tanggung-tanggung minuman tersebut ada yang mencapai harga Rp4,8 miliar. Miras biasanya dikonsumsi menggunakan gelas khusus seperti sloki, wine glass, atau cocktail glass pada kegiatan-kegiatan pesta, diminum secara bersama dengan tradisi toast kemudian mereka bersukaria, berdansa, berdisko, salsa, dan berbagai aktivitas lain, berpakaian rapi, berdandan dandy sebagai kegiatan resmi dengan berbagai perangkat etika yang dimilikinya.
Kemudian selesai melakukan aktivitas pesta dan berbagai keriangan lainnya, mereka tidur nyenyak agar pagi harinya badannya kembali segar sehingga mampu beraktivitas dengan vitalitas yang semakin prima. Ketika zaman Belanda, para centeng yang berkumis tebal dan berbadan tegap dengan golok panjang bertengger di pinggang sebelah kiri pun ikut menikmati.
Tetapi, karena jatahnya terbatas, mereka membuat miras sendiri yang terbuat dari berbagai jenis pangan tradisional, dari mulai tapai seperti tradisi sake di Jepang dan lahang atau sari gula dari pohon aren yang melahirkan tuak sehingga dari sisi kebudayaan mereka bisa mengikuti kebudayaannya para londo dengan menggunakan berbagai fasilitas yang tradisional. Pokoknya gayanya sama dengan Belanda, cuma rasa dan harganya saja yang berbeda. Yang penting gaya.
*** Kebiasaan para centeng zaman Belanda rupanya terwariskan dari generasi ke generasi, dari mulai tumbuhnya preman kampung yang biasa malak truk pasir dan batu sampai preman kota yang mengendalikan distribusi limbah pabrik menjadi debt collector yang menyita motor kredit maupun yang menyita dan mempertahankan tanah-tanah sengketa di perkotaan dengan nilai ratusan miliar bahkan triliunan.
Miras merupakan bagian dari gaya hidup mereka. Saking jagonya, minumnya tidak lagi pakai sloki, tapi langsung ditenggak tanpa ada ukurannya. Tubuhnya tidak lagi hangat, tapi panas terbakar ditambah lagi kulitnya terbakar pula oleh panasnya sinar matahari tropis. Kepalanya pusing tujuh keliling, perutnya mual kemudian muntah, isinya cendol, karedok, asin peda. Hebatkan?
Sugesti akan kepercayaan diri yang tinggi disebabkan oleh miras berpuncak pada keberanian untuk melakukan tindakan apa pun sesuai perintah atau kehendak dirinya. Miras melahirkan berbagai problem sosial yang cukup parah karena melahirkan agresivitas yang tanpa kendali sehingga berdampak pada berbagai problem kemanusiaan yang cukup fatal.
Dari mulai kecelakaan lalu lintas, perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, perusakan berbagai fasilitas umum, dan berbagai problem lain yang menimbulkan keresahan sosial di tengah masyarakat. Secara psikologi, miras merusak sistem saraf dalam diri seseorang yang berdampak pada menurunnya daya ingat, daya cerna, serta tingkat kemalasan yang sangat tinggi sehingga seseorang yang menjadi pencandu miras tidak lagi produktif dalam kehidupannya.
Tetapi, di sisi lain ketergantungan dan kebutuhan memperoleh barang tersebut merupakan sesuatu hal yang pokok dalam kehidupannya. Akhirnya seluruh kekacauan pikiran para pencandu miras dimanfaatkan oleh para pedagang dengan membuat miras oplosan. Minuman ini campuran berbagai jenis zat yang diperoleh baik dengan memproduksi sendiri maupun membeli dari pihak lain dengan harga yang murah.
Ada vodka yang dicampur dengan spiritus, ada wiski yang dicampur dengan tuak, ada alkohol murni yang dicampur air mentah dan minuman suplemen, ada lagi yang menambahnya dengan obat-obatan yang dijual bebas atau bahkan obat nyamuk bakar... Makin banyak campurannya, makin dahsyat hasilnya, makin cepat kematiannya... Gelo sugan... (Gila barangkali...) Anggur merah, yang selalu memabukkan diriku ku anggap belum seberapa... dahsyatnya.
Pokona mah asal bisa fly weh... (Pokoknya asal bisa flyfly saja...).Kaler mana kaler, eta panonpoe atawa bulan euy... (Utara mana utara, itu matahari atau bulan ya ...). Begitulah ekspresi almarhum Asep Sunandar saat memperagakan orang mabuk dengan wayang-wayangnya.
*** Miras oplosan kini menjadi problem sosial yang serius, bukan hanya berbagai peristiwa tindak kriminal dan sejenisnya seperti yang diceritakan di atas, tetapi ancaman kematian massal yang akan menimpa siapa saja yang mengonsumsinya. Kematian massal akibat miras atau miras palsu bukan hanya melanda warga kita. Seorang penerbang dari Rusia yang terkenal ketangguhan dalam minum minuman keras ternyata jatuh terkulai ketika menenggak vodka ala Indonesia.
Memang hebat vodka yang beredar di kita, jauh lebih ampuh dibanding dengan vodka di tempat asalnya. Tak perlu menunggu waktu lama, seorang jagoan pun bisa tewas seketika. Peristiwa tersebut memberikan peringatan kepada kita, alangkah kejamnya kalau negara terus membiarkan berbagai problem sosial itu tanpa solusi yang memadai.
Penyelesaian peredaran miras dan miras oplosan secara hukum akan menemui jalan buntu karena sampai saat ini payung hukum yang mengatur masalah tersebut belum ada. Miras di Indonesia beredar tanpa kendali, di tengah-tengah pidato para petinggi yang sibuk berkampanye tentang revolusi mental bangsa.
Satu-satunya payung hukum yang diandalkan adalah peraturan daerah yang dikategorikan sebagai tindak pidana ringan dengan ancaman hukuman yang sangat rendah sehingga seorang pengedar miras apabila dilakukan penggeledahan dan diproses secara hukum, hanya berujung pada denda yang besarannya paling sekitar Rp2,5 juta.
Pasukan yang diandalkan adalah Satpol PP yang di lapangan akan berhadapan dengan berbagai kekuatan, baik preman sipil maupun oknum aparat negara dengan kenekatan yang luar biasa yang tidak segan-segan melakukan perlawanan, baik tersembunyi maupun terbuka. Di sini terasa tidak adil, masa sepeda diadukan dengan bus.
Kalau kurang keberaniannya, jangankan menyita atau merubuhkan, baru digertak saja sudah gugup. ”Kamu berani sama saya?” itulah ucapan yang sering terlontar dalam operasi penertiban sehingga langkah yang dilakukan, operasi yang dilaksanakan, tidak akan memiliki dampak apa pun bagi peredaran miras dan miras oplosan.
*** Sebagai negara yang m-emiliki dasar falsafah Pancasila yang bersendikan pada nilai ketuhanan dan kemanusiaan, sudah saatnya masalah tersebut ditangani. Peredaran miras sudah semestinya diatur oleh undang-undang, dibuat kualifikasi peruntukannya untuk siapa.
Negara bisa memiliki data secara valid siapa yang suka mengonsumsinya, berapa jumlah orang asing yang tinggal di Indonesia, berapa kebutuhannya, apa saja jenis yang dibutuhkannya. Semua bisa diatur dengan distribusi yang memadai sehingga miras tidak jatuh dan beredar secara luas dan terbuka di tengah-tengah masyarakat kita yang miskin, malas, dan cenderung emosional.
Kata Mang Udin, orang susah mah tidak usah minum miras atau miras oplosan kalau hanya untuk bikin lieur kepalanya karena mikirin kontrakan yang naik, sembako yang naik, ongkos yang naik, listrik yang naik, tarif air yang naik pun sudah pusing, sedangkan cari duit makin susah. Jangankan lowongan baru, karyawan yang ada pun di- PHK. Sudah pusing kepala, malah minum oplosan... Jadinya tambah pusing.
Saking pusingnya, nenek-nenek pun disangkanya gadis belia lalu diperkosa sampai akhirnya sang pemabuk menemui ajalnya. Berdasarkan hasil diagnosis, kematiannya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena kandungan senyawa beracun miras dan oplosan. Kedua, akibat keracunan susu kadaluwarsa yang tidak sengaja diminumnya.
Opo ora eman duite, gawe tuku banyu setan. Opo ora mikir yen mendem, iku bisa ngrusak pikiran. Ojo diteruske mendeme, mergo ora ono untunge. Yo cepet marenono mendemmu, ben dowo umurmu. Selamat Natal dan Tahun Baru 2015. Damai Indonesiaku tanpa miras dan diskriminasi.
Dedi Mulyadi
Bupati Purwakarta
(ars)