Integrasi Sektor Perikanan Indonesia
A
A
A
Salah satu masalah penting yang dihadapi pemerintah dan nelayan Indonesia adalah banyaknya pencurian ikan oleh negara asing di perairan Indonesia yang memiliki sumber daya ikan yang sangat kaya.
Maraknya pencurian ikan ini mungkin disebabkan oleh relatif tingginya stok ikan di perairan Indonesia dibandingkan perairan negara tetangga, jumlah nelayan kita yang relatif sedikit, armada kapal nelayan Indonesia yang masih bersifat tradisional, dan kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah pengawas perbatasan perairan Indonesia.
Kelemahan ini dapat dimanfaatkan oleh nelayan negara tetangga yang mungkin memiliki armada kapal yang lebih modern sehingga dapat lebih cepat mengetahui daerah potensi penangkapan ikan dan dapat lebih cepat mendeteksi kapal pengawas Indonesia.
Beberapa pendekatan untuk mengurangi pencurian ikan oleh nelayan dari negara tetangga telah dilakukan pemerintah seperti penangkapan dan memberi efek jera dengan menenggelamkan beberapa armada kapal asing yang masuk dan mencuri ikan di perairan Indonesia. Namun, hal ini diduga masih belum efektif karena jumlah dan sarana serta prasarana pengawas perbatasan kita masih relatif sedikit.
Dana yang tersedia untuk kegiatan pengawasan perbatasan ini juga masih relatif kecil karena biaya yang digunakan untuk kegiatan pengawasan perbatasan cukup besar. Umumnya, biaya operasional sebuah kapal berukuran panjang 60 meter atau lebih sebesar Rp100 juta atau lebih per hari.
Bilamana kecepatan rata-rata kapal pengawas sebesar 10 mil per jam, maka dalam satu hari (rata-rata 20 jam/hari) dapat menempuh jarak 200 mil/hari atau 360 km/hari. Dengan menyederhanakan perairan Indonesia dalam empat persegi, maka panjang dari bujur barat-timur sekitar 50 derajat x sekitar 110 km/derajat = 5.500 km,
lebar dari lintang utara-selatan sekitar 20 derajat x 110 km/derajat = 2.200 km maka keliling perairan terluar Indonesia sekitar (2 x 5.500)+(2 x 2.200)= 15.400 km sehingga dengan kecepatan efektif kapal sekitar 360 km/hari maka diperlukan sebanyak 43 kapal besar untuk mengawasi perbatasan perairan Indonesia. Dalam proses pengawasan, kecepatan kapal tidak boleh maksimum sepanjang waktu karena dalam proses pengawasan kadang berhenti atau mengurangi kecepatan sehingga kalau dikalikan kecepatan normal dari ½ (setengah) kecepatan rata-rata maka jumlah kapal yang dibutuhkan menjadi 2 x 43 kapal = 86 kapal.
Biaya operasionalnya sekitar 86 x Rp100 juta/hari = 8,6 miliar/hari x 365 hari/tahun = Rp3,139 triliun/tahun. Perkiraan biaya sederhana ini jauh melebihi anggaran Ditjen Pengawasan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2014 yang berjumlah Rp800 miliar/tahun serta hampir setengah dari jumlah anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 sebesar Rp6,5 triliun (Nota Keuangan dan APBN RI, 2014).
Berdasarkan analisis Ditjen Pengawasan KKP, jumlah kapal pengawas yang ideal untuk mengawasi perbatasan perairan Indonesia sekitar 90 buah dan saat ini hanya memiliki sejumlah 27 kapal. Dengan demikian, dapat dibayangkan keperluan jumlah dana yang sangat besar untuk membeli sejumlah kapal dan biaya operasional agar dapat mengawasi perairan perbatasan Indonesia dengan baik (jumlah anggaran Ditjen Pengawasan KKP tidak mencukupi hanya untuk beli kapal dan biaya operasional).
Bilamana armada kapal dari Angkatan Laut digunakan untuk membantu pengawasan perbatasan pera i ran Indonesia, jumlah kapal itu tetap tidak mencukupi mengingat luasan perbatasan perairan Indonesia yang sangat luas. Untuk itu diperlukan suatu solusi yang terintegrasi antara pengawasan, penelitian, dan produksi perikanan.
Selain masalah pengawasan, informasi ilmiah terkait stok dan sifat ikan serta paramater oseanografi lain yang memengaruhi keberadaan ikan serta kesehatan laut masih sangat minim untuk perairan Indonesia. Hal ini disebabkan minimnya anggaran penelitian di bidang perikanan dan kelautan yang disediakan pemerintah serta minimnya peralatan laboratorium dan lapangan untuk mendukung penelitian standar internasional.
Di samping itu, sumber daya manusia di bidang perikanan dan kelautan untuk Indonesia masih sangat minim. Biaya penelitian di laut juga memerlukan biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan melaksanakan penelitian di darat karena penelitian di laut menggunakan kapal riset dengan biaya operasional sekitar 100-200 juta/hari.
Masalah lain bagi nelayan Indonesia adalah armada kapal nelayan umumnya relatif bersifat tradisional dengan ukuran kecil dan sangat sedikit armada kapal berukuran besar serta berstandar internasional. Di samping itu, harga bahan bakar minyak (BBM) yang terus meningkat serta persediaan BBM yang sering langka sangat membebani dan mempengaruhi produktivitas nelayan tradisional.
Dalam era teknologi informasi sekarang ini, seyogianya nela-yan kita dibekali pengetahuan terkait oseanografi dan kaitannya dengan keberadaan ikan serta pengetahuan teknologi informasi dan satelit. Dalam kondisi keuangan negara yang sangat terbatas diperlukan suatu terobosan dengan mengintegrasikan kegiatan pengawasan, penelitian, dan penangkapan ikan di perairan Indonesia.
Pelaksanaan penelitian sangat terbatas karena keterbatasan dana, peralatan armada kapal riset, dan peralatan laboratorium. Keterbatasan ini dapat disiasati dengan mengintegrasikan kegiatan pengawasan, penelitian, dan penangkapan ikan. Untuk itu, armada kapal pengawas perlu dilengkapi peralatan laboratorium baik laboratorium basah, kering, dan komputer untuk dapat digunakan sebagai armada kapal pengawas sekaligus berfungsi untuk penelitian.
Hal ini akan mengefektifkan pemanfaatan dana yang sangat terbatas. Armada kapal pengawas ini juga perlu dilengkapi peralatan canggih seperti peralatan akustik, penginderaan jauh, peralatan bio-optik, flow-through system, dan peralatan oseanografi lain. Bilamana tidak dapat dilengkapi dengan seluruh peralatan penelitian dalam sebuah armada kapal, paling tidak setiap armada kapal pengawas dapat dilengkapi dengan sebagian sarana dan prasarana penelitian.
Bilamana armada kapal pengawas dilengkapi peralatan penelitian, hasil penelitian dari perairan Indonesia semakin meningkat dan lengkap untuk keperluan perikanan dan bidang lain. Hasil ini juga dapat digunakan untuk validasi hasil pengukuran satelit serta pengembangan algoritma satelit untuk perairan Indonesia.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk memperluas wilayah teritorial perairan Indonesia yang seyogianya masih dapat diperluas dari perbatasan yang ada saat ini. Pemerintah perlu membantu pengembangan atau modernisasi armada kapal nelayan yang masih tradisional dan relatif kecil.
Armada kapal nelayan ini juga perlu dilengkapi sistem komunikasi modern sehingga nantinya kapal ini dapat digunakan sebagai alat penelitian atau ground truth dari satelit terkait. Dengan modernisasi armada kapal nelayan, nantinya satelit dapat membedakan kapal nelayan Indonesia atau kapal nelayan dari negara lain.
Di samping modernisasi armada kapal nelayan, pemerintah perlu memberikan stimulus kepada nelayan agar jumlah nelayan dan armada kapal nelayan semakin banyak yang beroperasi di perairan Indonesia yang secara otomatis akan meningkatkan daya saing dengan nelayan asing di perairan Indonesia sendiri.
Selain itu perlu diberikan pelatihan terhadap para nelayan akan pengetahuan oseanografi dan kaitannya dengan keberadaan ikan serta pengetahuan teknologi satelit dalam pendugaan potensi keberadaan ikan di laut.
Maraknya pencurian ikan ini mungkin disebabkan oleh relatif tingginya stok ikan di perairan Indonesia dibandingkan perairan negara tetangga, jumlah nelayan kita yang relatif sedikit, armada kapal nelayan Indonesia yang masih bersifat tradisional, dan kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah pengawas perbatasan perairan Indonesia.
Kelemahan ini dapat dimanfaatkan oleh nelayan negara tetangga yang mungkin memiliki armada kapal yang lebih modern sehingga dapat lebih cepat mengetahui daerah potensi penangkapan ikan dan dapat lebih cepat mendeteksi kapal pengawas Indonesia.
Beberapa pendekatan untuk mengurangi pencurian ikan oleh nelayan dari negara tetangga telah dilakukan pemerintah seperti penangkapan dan memberi efek jera dengan menenggelamkan beberapa armada kapal asing yang masuk dan mencuri ikan di perairan Indonesia. Namun, hal ini diduga masih belum efektif karena jumlah dan sarana serta prasarana pengawas perbatasan kita masih relatif sedikit.
Dana yang tersedia untuk kegiatan pengawasan perbatasan ini juga masih relatif kecil karena biaya yang digunakan untuk kegiatan pengawasan perbatasan cukup besar. Umumnya, biaya operasional sebuah kapal berukuran panjang 60 meter atau lebih sebesar Rp100 juta atau lebih per hari.
Bilamana kecepatan rata-rata kapal pengawas sebesar 10 mil per jam, maka dalam satu hari (rata-rata 20 jam/hari) dapat menempuh jarak 200 mil/hari atau 360 km/hari. Dengan menyederhanakan perairan Indonesia dalam empat persegi, maka panjang dari bujur barat-timur sekitar 50 derajat x sekitar 110 km/derajat = 5.500 km,
lebar dari lintang utara-selatan sekitar 20 derajat x 110 km/derajat = 2.200 km maka keliling perairan terluar Indonesia sekitar (2 x 5.500)+(2 x 2.200)= 15.400 km sehingga dengan kecepatan efektif kapal sekitar 360 km/hari maka diperlukan sebanyak 43 kapal besar untuk mengawasi perbatasan perairan Indonesia. Dalam proses pengawasan, kecepatan kapal tidak boleh maksimum sepanjang waktu karena dalam proses pengawasan kadang berhenti atau mengurangi kecepatan sehingga kalau dikalikan kecepatan normal dari ½ (setengah) kecepatan rata-rata maka jumlah kapal yang dibutuhkan menjadi 2 x 43 kapal = 86 kapal.
Biaya operasionalnya sekitar 86 x Rp100 juta/hari = 8,6 miliar/hari x 365 hari/tahun = Rp3,139 triliun/tahun. Perkiraan biaya sederhana ini jauh melebihi anggaran Ditjen Pengawasan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2014 yang berjumlah Rp800 miliar/tahun serta hampir setengah dari jumlah anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2014 sebesar Rp6,5 triliun (Nota Keuangan dan APBN RI, 2014).
Berdasarkan analisis Ditjen Pengawasan KKP, jumlah kapal pengawas yang ideal untuk mengawasi perbatasan perairan Indonesia sekitar 90 buah dan saat ini hanya memiliki sejumlah 27 kapal. Dengan demikian, dapat dibayangkan keperluan jumlah dana yang sangat besar untuk membeli sejumlah kapal dan biaya operasional agar dapat mengawasi perairan perbatasan Indonesia dengan baik (jumlah anggaran Ditjen Pengawasan KKP tidak mencukupi hanya untuk beli kapal dan biaya operasional).
Bilamana armada kapal dari Angkatan Laut digunakan untuk membantu pengawasan perbatasan pera i ran Indonesia, jumlah kapal itu tetap tidak mencukupi mengingat luasan perbatasan perairan Indonesia yang sangat luas. Untuk itu diperlukan suatu solusi yang terintegrasi antara pengawasan, penelitian, dan produksi perikanan.
Selain masalah pengawasan, informasi ilmiah terkait stok dan sifat ikan serta paramater oseanografi lain yang memengaruhi keberadaan ikan serta kesehatan laut masih sangat minim untuk perairan Indonesia. Hal ini disebabkan minimnya anggaran penelitian di bidang perikanan dan kelautan yang disediakan pemerintah serta minimnya peralatan laboratorium dan lapangan untuk mendukung penelitian standar internasional.
Di samping itu, sumber daya manusia di bidang perikanan dan kelautan untuk Indonesia masih sangat minim. Biaya penelitian di laut juga memerlukan biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan melaksanakan penelitian di darat karena penelitian di laut menggunakan kapal riset dengan biaya operasional sekitar 100-200 juta/hari.
Masalah lain bagi nelayan Indonesia adalah armada kapal nelayan umumnya relatif bersifat tradisional dengan ukuran kecil dan sangat sedikit armada kapal berukuran besar serta berstandar internasional. Di samping itu, harga bahan bakar minyak (BBM) yang terus meningkat serta persediaan BBM yang sering langka sangat membebani dan mempengaruhi produktivitas nelayan tradisional.
Dalam era teknologi informasi sekarang ini, seyogianya nela-yan kita dibekali pengetahuan terkait oseanografi dan kaitannya dengan keberadaan ikan serta pengetahuan teknologi informasi dan satelit. Dalam kondisi keuangan negara yang sangat terbatas diperlukan suatu terobosan dengan mengintegrasikan kegiatan pengawasan, penelitian, dan penangkapan ikan di perairan Indonesia.
Pelaksanaan penelitian sangat terbatas karena keterbatasan dana, peralatan armada kapal riset, dan peralatan laboratorium. Keterbatasan ini dapat disiasati dengan mengintegrasikan kegiatan pengawasan, penelitian, dan penangkapan ikan. Untuk itu, armada kapal pengawas perlu dilengkapi peralatan laboratorium baik laboratorium basah, kering, dan komputer untuk dapat digunakan sebagai armada kapal pengawas sekaligus berfungsi untuk penelitian.
Hal ini akan mengefektifkan pemanfaatan dana yang sangat terbatas. Armada kapal pengawas ini juga perlu dilengkapi peralatan canggih seperti peralatan akustik, penginderaan jauh, peralatan bio-optik, flow-through system, dan peralatan oseanografi lain. Bilamana tidak dapat dilengkapi dengan seluruh peralatan penelitian dalam sebuah armada kapal, paling tidak setiap armada kapal pengawas dapat dilengkapi dengan sebagian sarana dan prasarana penelitian.
Bilamana armada kapal pengawas dilengkapi peralatan penelitian, hasil penelitian dari perairan Indonesia semakin meningkat dan lengkap untuk keperluan perikanan dan bidang lain. Hasil ini juga dapat digunakan untuk validasi hasil pengukuran satelit serta pengembangan algoritma satelit untuk perairan Indonesia.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk memperluas wilayah teritorial perairan Indonesia yang seyogianya masih dapat diperluas dari perbatasan yang ada saat ini. Pemerintah perlu membantu pengembangan atau modernisasi armada kapal nelayan yang masih tradisional dan relatif kecil.
Armada kapal nelayan ini juga perlu dilengkapi sistem komunikasi modern sehingga nantinya kapal ini dapat digunakan sebagai alat penelitian atau ground truth dari satelit terkait. Dengan modernisasi armada kapal nelayan, nantinya satelit dapat membedakan kapal nelayan Indonesia atau kapal nelayan dari negara lain.
Di samping modernisasi armada kapal nelayan, pemerintah perlu memberikan stimulus kepada nelayan agar jumlah nelayan dan armada kapal nelayan semakin banyak yang beroperasi di perairan Indonesia yang secara otomatis akan meningkatkan daya saing dengan nelayan asing di perairan Indonesia sendiri.
Selain itu perlu diberikan pelatihan terhadap para nelayan akan pengetahuan oseanografi dan kaitannya dengan keberadaan ikan serta pengetahuan teknologi satelit dalam pendugaan potensi keberadaan ikan di laut.
(bbg)