NU Sepakat Wanita Usia 16 Tahun Bisa Nikah
A
A
A
JAKARTA - Nahdlatul Ulama (NU) bersepakat tentang batasan nikah bagi seorang wanita mencapai umur 16 tahun. Hal itu mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 1974, Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2).
Demikian dikatakan Rois Syuriah PBNU, Ahmad Isomuddin dalam sidang lanjutan pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap perkawinan UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Isomuddin, ketentuan itu telah disepakati antara pemerintah dengan para ulama dari berbagai lembaga keagamaan di Indonesia.
"(Undang-undang) itu sudah menyepakati dan memilih usia 16 tahun," kata Isomuddin usai sidang, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Dia menyatakan, batasan usia nikah tersebut juga mengacu pada pendapat Madzhab Imam Syafii. Menurutnya, Madzhab itu banyak dipakai oleh kalangan ulama Indonesia serta ulama di Asia Tenggara.
Menurutnya, di negara selain Asia Tenggara, memang ada yang menetapkan batasan usia nikah sampai umur 18 tahun.
Tetapi, di Indonesia, ulama dan pemerintah bersepakat menentukan usia 16 tahun karena alasan menghindari terlalu lamanya batas usia yang berimplikasi pada tindakan negatif.
"Di antara pertimbangan itu antara lain adalah kebebasan remaja yang sangat luar biasa," ujarnya.
"Meningkatkan batasan pernikahan menjadi 18 itu mirip dengan apa menunda-nunda pernikahan. Sementara pernikahan merupakan solusi atau jalan keluar dari pergaulan bebas dan perzinahan," tambahnya.
Diketahui, sejumlah pihak seperti Zumrotin selaku ketua Dewan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), serta pemohon perseorangan seperti Indry Oktaviani (pemohon I), Fr Yohana Tantria W (II), Dini Anitasari Sa'banah (III).
Kemudian Hadiyatut Thoyyibah (IV), Ramadhaniati (V) dan Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA) menggugat UU Nomor 1 tahun 1974, menyoal batas usia nikah. Mereka berpendapat bahwa norma dalam pasal UU tersebut menimbulkan kontradisi.
Selain itu, model batas usia nikah tersesebut juga dianggap akan menghilangkan perlindungan terhadap hak anak-anak, khususnya anak perempuan.
Mereka berpendapat, ketentuan dalam UU perkawinan tersebut telah melanggar Pasal 28A, Pasal 28B Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28C Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G, Pasal 28H Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3).
Serta Pasal 28I Ayat (1) dan Ayat (2) lantaran menjadi landasan dan dasar hukum dibenarkannya adanya perkawinan dalam kasus ini yakni batas usia menikah perempuan belum mencapai 18 tahun.
Demikian dikatakan Rois Syuriah PBNU, Ahmad Isomuddin dalam sidang lanjutan pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap perkawinan UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Isomuddin, ketentuan itu telah disepakati antara pemerintah dengan para ulama dari berbagai lembaga keagamaan di Indonesia.
"(Undang-undang) itu sudah menyepakati dan memilih usia 16 tahun," kata Isomuddin usai sidang, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/12/2014).
Dia menyatakan, batasan usia nikah tersebut juga mengacu pada pendapat Madzhab Imam Syafii. Menurutnya, Madzhab itu banyak dipakai oleh kalangan ulama Indonesia serta ulama di Asia Tenggara.
Menurutnya, di negara selain Asia Tenggara, memang ada yang menetapkan batasan usia nikah sampai umur 18 tahun.
Tetapi, di Indonesia, ulama dan pemerintah bersepakat menentukan usia 16 tahun karena alasan menghindari terlalu lamanya batas usia yang berimplikasi pada tindakan negatif.
"Di antara pertimbangan itu antara lain adalah kebebasan remaja yang sangat luar biasa," ujarnya.
"Meningkatkan batasan pernikahan menjadi 18 itu mirip dengan apa menunda-nunda pernikahan. Sementara pernikahan merupakan solusi atau jalan keluar dari pergaulan bebas dan perzinahan," tambahnya.
Diketahui, sejumlah pihak seperti Zumrotin selaku ketua Dewan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), serta pemohon perseorangan seperti Indry Oktaviani (pemohon I), Fr Yohana Tantria W (II), Dini Anitasari Sa'banah (III).
Kemudian Hadiyatut Thoyyibah (IV), Ramadhaniati (V) dan Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA) menggugat UU Nomor 1 tahun 1974, menyoal batas usia nikah. Mereka berpendapat bahwa norma dalam pasal UU tersebut menimbulkan kontradisi.
Selain itu, model batas usia nikah tersesebut juga dianggap akan menghilangkan perlindungan terhadap hak anak-anak, khususnya anak perempuan.
Mereka berpendapat, ketentuan dalam UU perkawinan tersebut telah melanggar Pasal 28A, Pasal 28B Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28C Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G, Pasal 28H Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3).
Serta Pasal 28I Ayat (1) dan Ayat (2) lantaran menjadi landasan dan dasar hukum dibenarkannya adanya perkawinan dalam kasus ini yakni batas usia menikah perempuan belum mencapai 18 tahun.
(maf)