Urgensi Pengarusutamaan Pemuda

Selasa, 11 November 2014 - 11:27 WIB
Urgensi Pengarusutamaan Pemuda
Urgensi Pengarusutamaan Pemuda
A A A
ARIP MUSTHOPA, SIP, MSI
Ketua Umum PB HMI 2008-2010
Ketua DPP KNPI 2011-2014

Kita telah cukup familier dengan istilah pengarusutamaan gender, tetapi tidak dengan istilah pengarusutamaan pemuda. Oleh karena itu penting untuk memberikan batasan tentang pengarusutamaan pemuda di awal tulisan ini.

Pengarusutamaan pemuda dimaknai sebagai strategi sistematis meningkatkan peran pemuda dalam seluruh aspek kehidupan dengan memperhatikan serta melibatkan pemuda dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi kebijakan publik. Dengan demikian diharapkan kebijakan publik yang lahir akan ramah terhadap pemuda (youth friendly) dan itu berarti investasi penting bagi masa depan bangsa.

Kenapa pengarusutamaan pemuda penting dilakukan? Pertama karena populasi pemuda (16-30 tahun) sangat besar, yakni sekitar 60 juta jiwa atau & frac14; jumlah populasi nasional. Bahkan, apabila definisi pemuda diperluas menjadi 16-40 tahun, populasi pemuda mencapai 40% populasi nasional.

Kedua, periode menjadi pemuda sangat menentukan bagi hidup seseorang. Pada masa ini seseorang memutuskan hal-hal yang menentukan jalan hidupnya seperti pilihan profesi/karier dan pasangan hidup. Pemuda membutuhkan lingkungan yang kondusif dan kematangan diri yang memadai untuk memutuskan halhal yang sangat mendasar bagi hidupnya di masa depan tersebut.

Di luar dua alasan tersebut, menurut World Programme of Action For Youth, pemuda memiliki tiga dimensi, yakni sebagai pewaris masa depan, agen perubahan sosial, dan korban utama perubahan sosial. Tiga dimensi tersebut merupakan representasi dari dimensi filosofis, historis, dan sosiologis dari pemuda yang akan semakin menegaskan pentingnya kepemudaan menjadi variabel penting kebijakan publik.

Potret historis keindonesiaan kerap kali menempatkan pemuda dalam bingkai yang membanggakan. Namun sayangnya pemuda dalam dimensi sosiologis kerap kali jadi korban perubahan sosial. Periode menjadi pemuda memang rentan terhadap berbagai masalah sosial.

Makanya kerap kali kita mendapatkan informasi tentang kekerasan pemuda seperti tawuran antarpelajar/mahasiswa, tawuran pemuda antarkampung, dan konflik sosial lain yang melibatkan pemuda sebagai korban sekaligus pelaku. Belum lagi korban narkoba dan pengidap HIV/AIDS yang umumnya pemuda.

Persentase pemuda yang menganggur juga mencapai jumlah yang fantastis, yakni 33%. Potret pendidikan pemuda juga kurang menggembirakan. Sebanyak 80% pemuda tidak lagi berada di sekolah/perguruan tinggi. Angka partisipasi kasar (APK) pemuda di perguruan tinggi hanya sekitar 20%, jauh di bawah Malaysia dan Singapura yang mencapai 60%, apalagi Korea Selatan yang mencapai 90%.

Selain itu, kita hanya punya sekitar 6% pemuda yang lulus perguruan tinggi, jauh di bawah yang lulus SLTA (30%) dan SLTP (30%). Sisanya yang berjumlah sepertiganya lagi tidak lulus atau hanya lulus SD. Pelbagai alasan dan fakta di atas kiranya cukup menggambarkan betapa kompleksnya permasalahan kepemudaan dan luasnya dimensi kepemudaan sehingga sepatutnya mendapatkan perhatian lebih dari yang selama ini diberikan.

Oleh karena itu, pemuda dan kepemudaan harus menjadi salah satu “arus utama” dalam preferensi kebijakan publik. Artinya (hampir) setiap kebijakan publik harus memperhatikan karakteristik, kebutuhan, dan diarahkan untuk membangun “postur” pemuda Indonesia.

Hal ini penting disadari karena tanpa membangun postur atau profiling pemuda Indonesia yang lebih baik tidak mungkin kita dapat melahirkan generasi bangsa yang lebih baik di masa depan. Bayangkan apabila kita memiliki pemuda yang dapat tumbuh lebih sehat, berkualitas, dan kompetitif, akhirnya kita akan memiliki generasi bangsa yang lebih sehat, berkualitas, dan kompetitif dari generasi sebelumnya.

IPP dan Blueprint

Untuk menjadikan pemuda dan kepemudaan sebagai salah satu “arus utama” preferensi kebijakan publik, tidak cukup hanya dengan UU No 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Dibutuhkan minimal dua dokumen lagi, yakni Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) dan blueprint strategi pembangunan pemuda (blueprint).

Kedua dokumen tersebut harus menjadi dokumen resmi yang diterima menjadi rujukan semua pihak yang berkepentingan baik di pemerintah maupun di luar pemerintah. IPP merupakan instrumen untuk mengukur perkembangan pembangunan pemuda dilihat dari seluruh dimensi kepemudaan dari waktu ke waktu.

Menurut World Programme of Action for Youth, IPP dapat dilihat dari 15 bagian, yaitu: (1) pendidikan, (2) pekerjaan, (3) kelaparan dan kemiskinan, (4) kesehatanan, (5) lingkungan, (6) penyalahgunaan obat-obatan, (7) kenakalan pemuda, (8) aktivitas waktu luang, (9) masalah gender, (10) partisipasi dalam kehidupan sosial dan pengambilan ke-putusan, (11) globalisasi, (12) teknologi informasi dan komunikasi, (13) HIV/AIDS, (14) pencegahan konflik pemuda, dan (15) hubungan antargenerasi. Lebih lanjut, fungsi dari adanya IPP adalah untuk (1) mengukur perkembangan pemuda dari waktu ke waktu, (2) mengidentifikasi wilayah-wilayah atau isu-isu yang membutuhkan perhatian lebih lanjut, (3) membandingkan kemajuan antar provinsi/daerah, (4) dasar bagi perumusan kebijakan/ tindakan advokasi terhadap pemuda, dan (5) mendorong riset, kajian, dan pengumpulan data yang berkaitan dengan pemuda.

Dokumen IPP harus dirumuskan bersama oleh Kemenpora dan instansi pemerintah lain seperti Bappenas, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan. Juga melibatkan pemangku kepentingan di dunia kepemudaan seperti KNPI dan elemen organisasi kepemudaan lainnya, perguruan tinggi, dan sebagainya.

Hal ini penting agar semua instansi dan pihak terkait memiliki rasa memiliki dan tanggung jawab yang sama terhadap isi dokumen tersebut dan pembangunan kepemudaan di Indonesia. Setelah memiliki IPP, selanjutnya disusun blueprint Strategi Pembangunan Pemuda. Blueprint ini disusun melalui proses yang sama dan diarahkan untuk meningkatkan capaian IPP dari waktu ke waktu.

Jadi, kedua dokumen tersebut memiliki kaitan yang erat. Bagian krusial dari blueprint tersebut adalah menerjemahkan upaya untuk menaikkan IPP dalam bentuk programprogram yang nyata. Juga pembagian tugas, fungsi, dan peran serta pola koordinasi dan sinergi dari semua pihak terkait dalam melaksanakan programprogram tersebut.

Kedua dokumen tersebut sejauh yang penulis ketahui belum dimiliki pemerintah RI. Padahal, di negara-negara Persemakmuran (Commonwealth countries), dokumen IPP telah lama dibuat dan dijadikan acuan perumusan kebijakan. Inilah menjadi tugas mendesak yang harus dilakukan Menpora RI dari Kabinet Kerja Jokowi-JK apabila ingin membangun dunia kepemudaan secara komprehensif, mendasar, dan sistematis.

Kiranya visi Presiden Jokowi yang menekankan pembangunan manusia melalui slogan “revolusi mental” dapat menjadi payung besar yang membantu Menpora untuk mendesakkan agenda tersebut di pemerintahan. Akhirnya, selamat bekerja Pak Menteri, salam pemuda.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3657 seconds (0.1#10.140)