Pengukuran Kinerja: Kunci Sukses Kabinet Jokowi
A
A
A
HANDI SAPTA MUKTI, SSI MM
Praktisi Manajemen
Pemerhati Masalah Sosial & Lingkungan
Teka-teki tentang susunan kabinet pemerintahan Jokowi-JK terjawab sudah, ketika akhirnya kabinet yang diberi nama Kabinet Kerja ini diumumkan Presiden Jokowi (Jokowi) pada 26 Oktober 2014 lalu.
Hal yang patut diapresiasi dalam proses pemilihan calon Menteri dalam kabinet ini adalah dilibatkannya KPK dan PPATK untuk memastikan para kandidat menteri benar-benar bebas dari kasus korupsi dan transaksi keuangan yang mencurigakan. Namun demikian, ternyata proses yang panjang dan dilibatkannya banyak pihak dalam seleksi tersebut masih menyisakan kekecewaan dan tanda tanya di masyarakat dengan masih munculnya orang-orang yang dinilai kurang tepat pada posisinya, bisa jadi dia memang orang yang baik, tetapi berada di tempat yang salah, “the right man on the wrong place“,semoga saja tidak ada orang yang salah berada di tempat yang salah pula.
Baiklah, saya tidak akan lebih lanjut membahas alasan kenapa orang-orang tersebut ditempatkan karena pilihan sudah ditetapkan dan mereka sudah harus bekerja. Misi terpenting dari Presiden Jokowi ke depan adalah bagaimana agar kabinet ini bisa benarbenar bekerja dan dapat memenuhi harapan seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan janji-janji kampanye yang telah dikumandangkan. Kini saatnya merealisasikan seluruh janji tersebut ke dalam bentuk program dan kerja nyata. Jangan lagi terlalu banyak menonjolkan simbolsimbol, karena pada saatnya publik akan jenuh dengan semua aktivitas yang bersifat ikonik tersebut jika tidak ada hasil dan kerja nyata.
Presiden Jokowi telah secara tegas menyatakan visi dan misi pemerintahannya dalam pidato perdana setelah dilantik di hadapan anggota MPR, yaitu mencapai kedaulatan di bidang politik, ekonomi dan budaya atau dikenal sebagai konsep Trisakti yang pernah dikumandangkan oleh Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Nah, langkah krusial yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi saat ini adalah, bagaimana menurunkan visi dan misi tersebut menjadi sebuah strategi yang kemudian dapat dijalankan oleh 34 kementeriannya dalam bentuk program kerja yang terukur kinerja dan realisasinya. Tanpa ini akan sangat sulit bagi Presiden Jokowi untuk dapat mengarahkan dan mengendalikan seluruh kementeriannya agar mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini, penentuan indikator kunci kinerja atau key performance indicator (KPI) dari setiap kementerian untuk mencapai tujuan yang sama menjadi sangat krusial. Seperti disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet perdananya, bahwa semua aktivitas dan program kerja yang dilakukan oleh setiap kementerian harus segaris dengan visi dan misi yang telah ditetapkan presiden. Tentu saja untuk mencapai hal itu tidak cukup hanya dengan pernyataan, tetapi harus dibuatkan alat ukur dan sistem pengendaliannya.
Fondasi
Saya akan menggunakan konsep David Parmenter dalam buku Key Performance Indicator (KPI) yang menyampaikan ada empat fondasi yang harus dipersiapkan agar pengembangan dan penggunaan KPI dapat dilakukan, yaitu; 1) hubungan kemitraan; 2) penyerahan wewenang ke lini depan; 3) pengukuran dan pelaporan; dan 4) mengaitkan ukuran kinerja dengan strategi melalui fondasi faktor kunci keberhasilan atau critical success factors (CSF). Mari kita lihat satu persatu keempat fondasi tersebut dalam konteks Pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, hubungan kemitraan. Ini terkait dengan bagaimana kemampuan Presiden Jokowi untuk memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) Pemerintahannya akan pentingnya visi dan misi yang akan dicapai dan terjalinnya hubungan yang efektif di antara pemangku kepentingan tersebut yang terdiri dari parlemen (legislatif), hukum (yudikatif), pemerintah (eksekutif), dan rakyat itu sendiri. Implikasi dari fondasi hubungan kemitraan ini adalah pengakuan, komitmen, dan pengembangan bersama strategi.
Tantangan terbesar Presiden Jokowi dalam mengukuhkan fondasi ini adalah parlemen yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih yang menjadi rivalnya dalam pilpres. Kemampuan Presiden Jokowi dan kabinetnya dalam meyakinkan parlemen akan pentingnya setiap program yang akan dijalankan untuk mencapai visi dan misi pemerintahan akan dipertaruhkan di sini. Strategi perluasan kemitraan dengan merangkul pihak-pihak yang berada dalam koalisi oposisi juga menjadi sangat penting dalam konteks ini.
Kedua, penyerahan wewenang ke lini depan. Peningkatan kinerja untuk mencapai misi yang ditetapkan memerlukan pemberdayaan sumber daya dari seluruh perangkat organisasi yang ada, terutama mereka yang berada di lini terdepan atau di tingkat operasional. Artinya Presiden Jokowi harus mampu menggerakkan seluruh perangkat yang ada di dalam kabinetnya untuk bekerja sesuai dengan wewenang dan pendelegasian yang telah ditetapkan. Pendelegasian ini sekaligus harus mampu memberikan kesepahaman akan misi yang harus dicapai.
Ketiga, pengukuran dan pelaporan. Pengukuran dan pelaporan menjadi fondasi yang penting bagi Presiden Jokowi untuk; 1) dapat mengendalikan tim Kabinet Kerja-nya agar tetap berada segaris dengan misi yang telah ditetapkan; 2) mengukur tingkat pencapaian yang telah diraih dari semua target yang telah ditetapkan, khususnya yang terkait dengan CSF; 3) melakukan evaluasi atas kinerja dan memberikan arahan untuk perbaikan dan tindakan korektif lainnya.
Mengingat ini kabinet kerja yang ingin bekerja cepat, diperlukan alat bantu berupa perangkat sistem yang terintegrasi sehingga proses pengukuran dan pelaporan dapat dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga keputusan dan tindakan dapat dilakukan dengan cepat pula.
Keempat, mengaitkan ukuran kinerja dengan strategi melalui fondasi CSF. Untuk membuat ukuran kinerja yang tepat diperlukan keterkaitan antara misi, strategi, dan CSF. Diperlukan kepiawaian manajemen Presiden Jokowi dan kabinetnya untuk dapat merumuskan hal ini dengan tepat. Hal yang paling krusial di sini adalah bagaimana menurunkan misi Trisakti ke dalam bentuk strategi dan program kerja yang akan dijalankan oleh 34 kementerian, menentukan CSF dan KPI-nya.
Jika Presiden Jokowi mampu membentuk dan menjalankan keempat fondasi di atas dan secara konsisten dijalankan oleh seluruh jajaran Kabinet Kerjanya, sukses mencapai misi Trisakti Pemerintahannya bukan menjadi sesuatu hal yang mustahil. Kementerian PAN & Reformasi Birokrasi dan Menteri Sekretaris Kabinet seharusnya bisa diberdayakan dalam merumuskan hal ini. Semoga kabinet ini benarbenar bisa bekerja dan berkinerja... amiin!
Praktisi Manajemen
Pemerhati Masalah Sosial & Lingkungan
Teka-teki tentang susunan kabinet pemerintahan Jokowi-JK terjawab sudah, ketika akhirnya kabinet yang diberi nama Kabinet Kerja ini diumumkan Presiden Jokowi (Jokowi) pada 26 Oktober 2014 lalu.
Hal yang patut diapresiasi dalam proses pemilihan calon Menteri dalam kabinet ini adalah dilibatkannya KPK dan PPATK untuk memastikan para kandidat menteri benar-benar bebas dari kasus korupsi dan transaksi keuangan yang mencurigakan. Namun demikian, ternyata proses yang panjang dan dilibatkannya banyak pihak dalam seleksi tersebut masih menyisakan kekecewaan dan tanda tanya di masyarakat dengan masih munculnya orang-orang yang dinilai kurang tepat pada posisinya, bisa jadi dia memang orang yang baik, tetapi berada di tempat yang salah, “the right man on the wrong place“,semoga saja tidak ada orang yang salah berada di tempat yang salah pula.
Baiklah, saya tidak akan lebih lanjut membahas alasan kenapa orang-orang tersebut ditempatkan karena pilihan sudah ditetapkan dan mereka sudah harus bekerja. Misi terpenting dari Presiden Jokowi ke depan adalah bagaimana agar kabinet ini bisa benarbenar bekerja dan dapat memenuhi harapan seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan janji-janji kampanye yang telah dikumandangkan. Kini saatnya merealisasikan seluruh janji tersebut ke dalam bentuk program dan kerja nyata. Jangan lagi terlalu banyak menonjolkan simbolsimbol, karena pada saatnya publik akan jenuh dengan semua aktivitas yang bersifat ikonik tersebut jika tidak ada hasil dan kerja nyata.
Presiden Jokowi telah secara tegas menyatakan visi dan misi pemerintahannya dalam pidato perdana setelah dilantik di hadapan anggota MPR, yaitu mencapai kedaulatan di bidang politik, ekonomi dan budaya atau dikenal sebagai konsep Trisakti yang pernah dikumandangkan oleh Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Nah, langkah krusial yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi saat ini adalah, bagaimana menurunkan visi dan misi tersebut menjadi sebuah strategi yang kemudian dapat dijalankan oleh 34 kementeriannya dalam bentuk program kerja yang terukur kinerja dan realisasinya. Tanpa ini akan sangat sulit bagi Presiden Jokowi untuk dapat mengarahkan dan mengendalikan seluruh kementeriannya agar mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini, penentuan indikator kunci kinerja atau key performance indicator (KPI) dari setiap kementerian untuk mencapai tujuan yang sama menjadi sangat krusial. Seperti disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat kabinet perdananya, bahwa semua aktivitas dan program kerja yang dilakukan oleh setiap kementerian harus segaris dengan visi dan misi yang telah ditetapkan presiden. Tentu saja untuk mencapai hal itu tidak cukup hanya dengan pernyataan, tetapi harus dibuatkan alat ukur dan sistem pengendaliannya.
Fondasi
Saya akan menggunakan konsep David Parmenter dalam buku Key Performance Indicator (KPI) yang menyampaikan ada empat fondasi yang harus dipersiapkan agar pengembangan dan penggunaan KPI dapat dilakukan, yaitu; 1) hubungan kemitraan; 2) penyerahan wewenang ke lini depan; 3) pengukuran dan pelaporan; dan 4) mengaitkan ukuran kinerja dengan strategi melalui fondasi faktor kunci keberhasilan atau critical success factors (CSF). Mari kita lihat satu persatu keempat fondasi tersebut dalam konteks Pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, hubungan kemitraan. Ini terkait dengan bagaimana kemampuan Presiden Jokowi untuk memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) Pemerintahannya akan pentingnya visi dan misi yang akan dicapai dan terjalinnya hubungan yang efektif di antara pemangku kepentingan tersebut yang terdiri dari parlemen (legislatif), hukum (yudikatif), pemerintah (eksekutif), dan rakyat itu sendiri. Implikasi dari fondasi hubungan kemitraan ini adalah pengakuan, komitmen, dan pengembangan bersama strategi.
Tantangan terbesar Presiden Jokowi dalam mengukuhkan fondasi ini adalah parlemen yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih yang menjadi rivalnya dalam pilpres. Kemampuan Presiden Jokowi dan kabinetnya dalam meyakinkan parlemen akan pentingnya setiap program yang akan dijalankan untuk mencapai visi dan misi pemerintahan akan dipertaruhkan di sini. Strategi perluasan kemitraan dengan merangkul pihak-pihak yang berada dalam koalisi oposisi juga menjadi sangat penting dalam konteks ini.
Kedua, penyerahan wewenang ke lini depan. Peningkatan kinerja untuk mencapai misi yang ditetapkan memerlukan pemberdayaan sumber daya dari seluruh perangkat organisasi yang ada, terutama mereka yang berada di lini terdepan atau di tingkat operasional. Artinya Presiden Jokowi harus mampu menggerakkan seluruh perangkat yang ada di dalam kabinetnya untuk bekerja sesuai dengan wewenang dan pendelegasian yang telah ditetapkan. Pendelegasian ini sekaligus harus mampu memberikan kesepahaman akan misi yang harus dicapai.
Ketiga, pengukuran dan pelaporan. Pengukuran dan pelaporan menjadi fondasi yang penting bagi Presiden Jokowi untuk; 1) dapat mengendalikan tim Kabinet Kerja-nya agar tetap berada segaris dengan misi yang telah ditetapkan; 2) mengukur tingkat pencapaian yang telah diraih dari semua target yang telah ditetapkan, khususnya yang terkait dengan CSF; 3) melakukan evaluasi atas kinerja dan memberikan arahan untuk perbaikan dan tindakan korektif lainnya.
Mengingat ini kabinet kerja yang ingin bekerja cepat, diperlukan alat bantu berupa perangkat sistem yang terintegrasi sehingga proses pengukuran dan pelaporan dapat dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga keputusan dan tindakan dapat dilakukan dengan cepat pula.
Keempat, mengaitkan ukuran kinerja dengan strategi melalui fondasi CSF. Untuk membuat ukuran kinerja yang tepat diperlukan keterkaitan antara misi, strategi, dan CSF. Diperlukan kepiawaian manajemen Presiden Jokowi dan kabinetnya untuk dapat merumuskan hal ini dengan tepat. Hal yang paling krusial di sini adalah bagaimana menurunkan misi Trisakti ke dalam bentuk strategi dan program kerja yang akan dijalankan oleh 34 kementerian, menentukan CSF dan KPI-nya.
Jika Presiden Jokowi mampu membentuk dan menjalankan keempat fondasi di atas dan secara konsisten dijalankan oleh seluruh jajaran Kabinet Kerjanya, sukses mencapai misi Trisakti Pemerintahannya bukan menjadi sesuatu hal yang mustahil. Kementerian PAN & Reformasi Birokrasi dan Menteri Sekretaris Kabinet seharusnya bisa diberdayakan dalam merumuskan hal ini. Semoga kabinet ini benarbenar bisa bekerja dan berkinerja... amiin!
(bbg)