Soal Ketua MPR, PAN Kritik Pramono Anung

Senin, 06 Oktober 2014 - 10:09 WIB
Soal Ketua MPR, PAN...
Soal Ketua MPR, PAN Kritik Pramono Anung
A A A
JAKARTA - Anggota Fralsi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menegaskan pemilihan pemimpin MPR melalui voting pernah dilaksanakan.

Pernyataan Saleh menyikapi pernyataan politikus PDIP Pramono Anung bahwa tidak ada sejarahnya pimpinan MPR dipilih lewat voting.

"Faktanya, pemilihan Ketua MPR lewat mekanisme voting sudah dilaksanakan sejak pemilu 1999. Kala itu ada banyak calon yang dimunculkan," ujar Saleh dalan keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, 5 Oktober 2014.

Dia menjelaskan, para kandidat ketua MPR yang ada ketika itu antara lain, M Amin Rais, Husnie Thamrin, Nazri Adlani, Matori Abdul Djalil, Ginandjar Kartasasmita, Kwik Kian Gie, Hari Sabarno, dan Yusuf Amir Faisal.

Dia menambahkan, masing-masing kandidat itu dinominasikan oleh para pendukungnya untuk menduduki kursi ketua MPR. Sayangnya, ujar dia, fakta historis ini dilupakan oleh Pramono Anung.

"Fakta historis seperti ini semestinya tidak dilupakan. Kan belum begitu lama. Semuanya masih mudah diingat dan segar dalam memori dan ingatan banyak orang," kata Saleh yang juga Ketua DPP PAN ini.

Dia mengatakan, pemilihan pimpinan baru MPR saat itu dilaksanakan pada malam hari tanggal 3 Oktober 1999.

Anggota MPR yang ikut memilih tercatat 647 anggota. Sebelum pemilihan, konstalasi politik mengerucut kepada dua nama, yaitu M Amin Rais dan Matori Abdul Jalil.

Dia menuturkan, setelah dilakukan penghitungan suara, M. Amin Rais akhirnya keluar sebagai pemenang dengan 305 suara dan Matori Abdul Jalil 279 suara.

"Pemilihan itu berlangsung sangat demokratis. Syukurnya, semua pihak menerima hasil itu dengan lapang dada. Tidak ada yang walk out dan membuat pernyataan yang menyudutkan pemenang," tuturnya.

Menurut dia, voting dalam pemilihan pimpinan MPR pernah juga dilaksanakan pada tahun 2004. Bedanya, ketika itu pemilihan dilaksanakan dengan sistem paket.

"Ada tiga pilihan paket yaitu, Paket A (Koalisi Kebangsaan) mengusulkan nama Sutjipto (PDIP), Theo L Sambuaga (Golkar), Aida Zulaika Ismeth Nasution (DPD) dan Sarwono Kusumaatmaja (DPD). Paket B (Koalisi Kerakyatan) mencalonkan Hidayat Nurwahid (PKS), AM Fatwa (PAN), HM Aksa Mahmud (DPD), dan Dr Mooryati Soedibyo (DPD). Sementara Paket C memilih abstain," ungkapnya.

Da mengungkapkan, pemilihan yang diikuti 668 dari 675 anggota MPR dilaksanakan siang hari tanggal 6 Oktober 2004.

Hasil akhir pemungutan suara adalah Paket A 324 suara, Paket B 326 suara, Paket C 13 suara (abstain), dan terdapat 10 suara tidak sah.

Berdasarkan fakta historis itu, ujar dia, pemilihan Ketua MPR lewat voting sudah pernah ada dan tidak ada masalah.

Karena itu, lanjut Saleh, tidak tepat dan tidak benar disebut bahwa voting sesuatu yang ahistoris di pentas politik nasional. Menurut dia, perlu ditelusuri apa motif Pramono Anung menyampaikan pernyataan seperti itu.

"Jangan-jangan hanya untuk menggiring opini bahwa pemilihan pimpinan MPR lewat voting dianggap tidak sah. Kalau itu yang dimaksud, tentu muatan politiknya sangat besar. Kasihan masyarakat dengan opini yang tidak berdasar seperti itu," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0715 seconds (0.1#10.140)