Membongkar Masalah Sektor Migas

Kamis, 04 September 2014 - 16:26 WIB
Membongkar Masalah Sektor Migas
Membongkar Masalah Sektor Migas
A A A
DUNIA minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan Indonesia kembali gonjang-ganjing. Penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentu menjadi salah satu pertanda sektor ini akan diobrak-abrik oleh para penyidik KPK.

Komisi ini menduga Jero melakukan pemerasan dan menerima uang senilai Rp9,9 miliar. Bahkan lebih jauh lagi KPK memastikan bahwa penahanan Jero Wacik akan dilakukan jika dipandang perlu oleh lembaga antirasuah ini.

Walaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, mengaku terkejut dengan penetapan Jero Wacik yang merupakan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat sebagai tersangka –namun sebenarnya perkembangan ini tak terlalu mengejutkan khalayak.

Karena sebelumnya KPK sempat memanggil Jero Wacik dan istrinya, Triesnawati Jero Wacik, untuk dimintai keterangan seputar urusan Kementerian ESDM. Setahun sebelumnya Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini sudah dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan.

Bos lembaga yang merupakan penerus Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ini akhirnya divonis tujuh tahun penjara karena terbukti menerima suap.

Namun, meski Jero Wacik sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, kita sebagai masyarakat sebuah negara hukum tentu harus mendudukkan perkembangan kasus ini dengan proporsional, yaitu menjalankan paradigma presumption of innocence.

Perkembangan kasus ini, setelah sebelumnya muncul kegegeran luar biasa akibat skandal SKK Migas, seperti menjadi pembenar atas pandangan umum di tengah masyarakat bahwa banyak uang haram yang beredar dalam industri migas dan pertambangan.

Banyak pihak yang menuding permainan bawah tangan yang dilakukan serta aksi kartel minyak bumi menyebabkan penerimaan negara dari sektor migas stagnan sehingga APBN tidak sanggup menanggung subsidi BBM.

Lihat saja pada 2013 lifting minyak bumi Indonesia hanya 825.000 barel per hari, di bawah target APBN-P 2013, 840.000 barel per hari.

Target itu pun termasuk sangat rendah jika dibandingkan konsumsi minyak bumi Indonesia pada 2013 yang mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari. Ada dua masalah di sini, lifting yang buruk serta sektor konsumsi yang gagal direm oleh pemerintah.

Bahkan lebih jauh kebobrokan dalam industri migas dan energi secara umum membuat Indonesia tak juga sanggup beranjak dari ketergantungan terhadap migas sebagai sumber energi utama.

Padahal, negeri ini punya sumber energi baru dan terbarukan yang berlimpah ruah. Diversifikasi energi ke energi baru terbarukan hanya bisa dilakukan jika ada political will yang kuat dari pemimpin sebagai decision maker.

Sekarang bola ada di tangan KPK untuk membedah dugaan praktik kotor dalam sektor yang merupakan hajat orang banyak ini. Semoga KPK bisa memperdalam kasus ini dan menyeret semua pihak yang mencari keutungan darinya. Gurita korupsi sektor migas harus dibongkar demi kemaslahatan rakyat.

Kita sebagai rakyat harus mengawasi kasus ini dengan saksama dan menjadi pengingat jika KPK dan pemerintah kurang serius menggarapnya. Korupsi di sektor migas sudah lama menjadi sumber penyengsara rakyat negeri ini.

Sekalipun episentrum korupsi migas jauh dari kehidupan rakyat sehari-hari, tapi sebenarnya sangat berpengaruh. Kebobrokan dalam pengelolaan industri migas menjadi salah satu akar masalah ekonomi biaya tinggi yang kita hadapi.

Jangan sampai bangsa besar yang sedang ingin berlari kencang ini –agar menjadi pemain utama di dunia internasional– terbebani oleh masalah yang itu-itu saja.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5687 seconds (0.1#10.140)