Pemenang Pemilu Jadi Ketua DPR, Salahi Hukum Tata Negara
A
A
A
JAKARTA - Pemberian secara otomatis posisi Ketua DPR kepada partai politik pemenang pemilu dinilai cara yang keliru. Pasalnya, setiap anggota DPR memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua DPR.
"Partai pemenang otomatis jadi ketua, itu mekanisme yang salah menurut hukum tata negara dan tatanan demokrasi," kata Wakil Ketua Pansus Tata Tertib Azis Syamsuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2014).
"Azas demokrasi itu setiap anggota (DPR) punya hak yang sama untuk memilih dan dipilih, tak bisa given (pemberian) begitu," sambungnya.
Karenanya, DPR pun membentuk mekanisme baru pemilihan Ketua DPR yang dimasukkan di dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
"Baca dahulu deh baik-baik undang-undang, sehingga tidak berkomentar di luar substansi undang-undang, saya hargai komentar pihak-pihak terkait Undang-undang MD3, (tetapi) ada baiknya untuk baca substansi secara komprehensif dan yang pasti bahwa kita ingin meluruskan (mekanisme pemilihan Ketua DPR) tahun 2009-2014," tegasnya.
Terkait UU MD3 yang kini diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan judicial review, Azis pun tak mempersoalkan. "Gugatan silakan, kan belum tentu bisa diterima, juga belum tentu ditolak," pungkasnya.
"Partai pemenang otomatis jadi ketua, itu mekanisme yang salah menurut hukum tata negara dan tatanan demokrasi," kata Wakil Ketua Pansus Tata Tertib Azis Syamsuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2014).
"Azas demokrasi itu setiap anggota (DPR) punya hak yang sama untuk memilih dan dipilih, tak bisa given (pemberian) begitu," sambungnya.
Karenanya, DPR pun membentuk mekanisme baru pemilihan Ketua DPR yang dimasukkan di dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
"Baca dahulu deh baik-baik undang-undang, sehingga tidak berkomentar di luar substansi undang-undang, saya hargai komentar pihak-pihak terkait Undang-undang MD3, (tetapi) ada baiknya untuk baca substansi secara komprehensif dan yang pasti bahwa kita ingin meluruskan (mekanisme pemilihan Ketua DPR) tahun 2009-2014," tegasnya.
Terkait UU MD3 yang kini diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan judicial review, Azis pun tak mempersoalkan. "Gugatan silakan, kan belum tentu bisa diterima, juga belum tentu ditolak," pungkasnya.
(kri)