Negative Campaign, Yes! Black Propaganda, No!

Kamis, 05 Juni 2014 - 12:38 WIB
Negative Campaign, Yes!...
Negative Campaign, Yes! Black Propaganda, No!
A A A
BEBERAPA hari terakhir di media massa maupun di media sosial ramai dibicarakan soal black campaign . Tampaknya Presiden Susilo Bambang Yudhyonono juga terusik hingga perlu angkat bicara. Presiden meminta masing-masing tim sukses dari calon presiden dapat menahan diri untuk tidak saling menebar fitnah.

Situasi ini memang cukup meresahkan. Black campaign bukan saja dapat membunuh karakter (character assassination) calon presiden atau calon wakil presiden yang berkompetisi, melainkan juga dapat membentuk karakter bangsa. Jika tidak dicegah secara dini, dapat saja black campaign menjadi tradisi politik setiap pemilu pemilihan presiden. Dalam sejumlah literatur belum ditemui istilah black campaign seperti yang banyak dibicarakan berbagai pihak saat ini.

Istilah black campaign lebih dekat atau bahkan dimaksudkan sebagai black propaganda. Sementara yang banyak terjadi di Indonesia saat ini lebih tepat disebut sebagai whispering campaign yaitu metode persuasi menggunakan rumor yang tidak terdeteksi atau terkonfirmasi dan ditujukan pada target khusus. Misalnya saja menyebar buletin atau pamflet anonim yang menyerang kandidat lain. Ini sebenarnya satu hal yang tidak etis bagi publik.

Mengapa Dilarang?
Black propaganda bertumpu pada penyampaian informasi yang keliru biasanya berasal dari salah satu pihak yang berkonflik. Black propaganda lebih dekat pada fitnah, bertujuan mempermalukan atau memberi representasi yang salah pada pihak lawan. Black propaganda merupakan musuh bagi demokrasi karena memanipulasi hak warga negara untuk berpartisipasi secara politik.

Propaganda dapat mengacu pada karya klasik Laswell, Propaganda Technique in The World War (1927). Propaganda merujuk pada kontrol opini dengan simbol-simbol penting, berbicara secara lebih konkret, namun kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentukbentuk komunikasi sosial lain.

Propaganda dalam arti yang paling luas adalah teknik memengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi (penyajian). Paul Joseph Goebbels dianggap sebagai legenda pelopor dan pengembang teknik propaganda. Pada 1924 Goebbels resmi bergabung dengan Nazi sebagai menteri propaganda.

Prinsip teknis kerjanya menyebar berita bohong melalui media massa sebanyakbanyaknya hingga kebohongan tersebut menjadi kebenaran. Sampaikanlah kebohongan secara terus menerus maka ia akan diterima menjadi kebenaran.

Ini teknik sederhana, namun sangat mematikan. Secara genetis dan historis, propaganda merupakan energi negatif yang disalurkan secara diamdiam maupun terbuka baik dalam peperangan tertutup maupun peperangan terbuka.

Untuk memenangkan peperangan, pada 1943 Nazi bahkan mengumandangkan perang propaganda total guna menaikkan moral bertempur prajuritnya di medan perang. Pada praktiknya propaganda bukan saja dimaksudkan untuk membangkitkan moral prajurit, melainkan memberi label buruk pada musuh.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diciptakanlah berbagai rekayasa kisah yang sederhana, mudah diingat, relevan, dan terkesan logis agar tidak ada celah untuk ditolak ”kebenarannya”. Kisah tersebut berasal dari sumber yang tidak jelas dan tidak dapat diverifikasi kebenarannya, namun memiliki daya jelajah yang cepat dan kemampuan menjalar luas sehingga sulit dibendungdanberhentimenjadisuatu kebenaran. Kebenaran palsu ini yang sesungguhnya menjadi ancaman dan musuh demokrasi.

Negative Campaign, Yes!
Berbeda dengan black propaganda yang bertumpu pada informasi fiktif dengan sumber yang tidak dapat diverifikasi, negative campaign menyajikan informasi yang belum tentu benar, tetapi dapat diverifikasi. Ada informasi faktual tentang kekurangan kompetitor yang dijadikan dasar materi kampanye. Ini bisa dilakukan lewat iklan dan memang biasa terjadi dalam dunia periklanan komersial.

Misalnya dapat saja berdasarkan riset, sebuah produk komersial membuka kekurangan produk sejenis yang dikeluarkan pihak kompetitor. Informasi tersebut berdasarkan fakta dapat berupa gambar atau opini yang disampaikansecara terbukaolehpihak yang dapat diverifikasi.

Dalam politik informasi tersebut disampaikan secara terbuka oleh pihak yang berkepentingan dengan maksud ganda. Pertama, memberikan pendidikan politik pada publik. Ini semacam langkah preventif agar dalam memilih presiden dan wakil presiden tidak seperti membeli kucing dalam karung. Ini sebuah proses penyadaran massif agarpublikbenar-benarkenaldengan baik siapa yang akan mereka pilih. Dengan mengenal lebih baik siapa yang akan mereka pilih diyakini dapat menepis praktik money politic sebagai penyakit menular musiman yang hanya muncul saat pemilu.

Kedua, menjadi pelajaran politik bagi partai politik untuk mempersiapkan calon yang mereka usung melalui proses penjajakan track record yang sungguh-sungguh bukan semata karena popularitas atau elektabilitas yang tinggi. Untuk jangka panjang, ini akan sangat bermanfaat merawat demokrasi lebih bermartabat dan berkualitas. Dalam pemilihan langsung suara satu orang rakyat sama dengan suara satu orang elite atau penguasa. Padahal akses informasi dan pemahaman politik keduanya berbeda. Kekurangan kompetitor tersebut yang dieksploitasi untuk saling melemahkan posisi masing- masing.

Kekurangan yang dieksploitasi diatur sedemikian rupa tidak masuk pada isu fisik, agama, ras, atau masalah privat lain. Eksploitasi kekurangan kompetitor dibatasi hanya pada lingkup yang terkait urusan publik seperti leadership, kapasitas, pengalaman, transparansi, independensi, manajerial, kejujuran, atau networking. Jika terdapat kelemahan dari seorang kandidat, misalnya dapat dibuktikan seorang kandidat ingkar terhadap janji politik yang pernah disampaikannya, menjadi hal yang sah dijadikan materi negative campaign.

Namun dalam situasi hiper-realitas saat ini memang sulit membedakan antara black campaign, black propaganda, whispering campaign atau negative campaign. Tidak mustahil, karakter pemilih yang cenderung tertarik pada kandidat yang difitnah atau dizalimi justru dimanfaatkan untuk black campaign atau black propaganda terhadap diri sendiri. Memfitnah diri sendiri atau menzalimi diri sendiri untuk menuai simpati dan memenangkan kompetisi.

ISWANDI SYAHPUTRA
Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0729 seconds (0.1#10.140)