Pancasila disebut pilar, MPR dinilai keliru

Senin, 17 Februari 2014 - 23:28 WIB
Pancasila disebut pilar,...
Pancasila disebut pilar, MPR dinilai keliru
A A A
Sindonews.com - Pernyataan pihak MPR dalam sidang Pengujian Undang-undang (UU) tentang Partai Politik di Parpol di Mahkamah Konstitusi (MK) siang tadi, yang menegaskan bahwa Pancasila sebagai pilar kebangsaan berarti sama dengan dasar, dipertanyakan.

Kuasa Hukum Pemohon pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol), TM Lutfi Yazid, menilai jawaban pihak MPR tersebut adalah hanya jawaban "ngeles" atau berkilah.

"Tidak ada yang bisa menjamin karena di situ disebutkan pilar, bukan dasar. Sementara itu di UUD 1945 disebutkan berdasar bukan berpilar, saya kira mereka ngeles saja," ujar Lutfi Yazid, usai sidang Pengujian UU Parpol di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2014).

Dia mengatakan, MPR terlalu naif jika mengatakan pemohon pengujian UU Parpol salah paham dalam mengartikan Pancasila sebagai pilar kebangsaan bukan sebagai dasar negara.

Pembuat undang-undang, menurut dia, telah melakukan kesalahan serius yang telah menempatkan Pancasila sebagai pilar kebangsaan, bukan sebagai dasar negara.

Oleh karena itu, pihaknya akan mendatangkan ahli dalam sidang selanjutnya untuk menguatkan dalil permohonannya, yakni Profesor Doktor Sudjito SH, Profesor Doktor Kaelan, Profesor Jawahir Tantowi dan Profesor Doktor Gede Palguna.

Seperti diketahui, pihak Pemerintah, DPR dan MPR kompak menyatakan arti pilar sama dengan dasar, bukan berarti tiang.

Hal demikian dalam sidang Pleno pengujian UU Parpol yang dipimpin Hamdan Zoelva pada hari ini, dengan agenda mendengarkan jawaban dari pihak pemerintah, DPR dan MPR.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mengatakan keberadaan pilar kebangsaan tidak mereduksi (mengubah) kedudukan Pancasila sebagai dasar atau ideologi negara.

"Istilah 'pilar' dalam empat pilar kebangsaan dimaknai sebagai hal pokok, mendasar dan esesial yang memiliki sifat dinamis. Jadi sama sekali tidak menyamakan kedudukan Pancasila dengan pilar-pilar lain, apalagi mereduksi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yang dijamin dalam Pembukaan UUD 1945," kata Lukman Hakim, saat memberi keterangan dalam sidang MK hari ini.

Lukman mengatakan, dari sisi bahasa pun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan penjelasan resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengartikan istilah pilar sebagai "dasar atau yang pokok".

Menurut Lukman, tak tepat pandangan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa berimpilikasi secara ideologis, politis, yuridis, dan sosiologis yang mereduksi kedudukan Pancasila.

"Apalagi dinilai berpotensi merugikan hak konstitusional warga negara, bangsa dan negara Indonesia," katanya.

Sekedar informasi, pengujian UU Parpol terkait Pancasila pilar kebangsaan ini dimohonkan oleh sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo dan Semarang (MPP Joglosemar).

Mereka menguji Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol yang menyatakan parpol wajib menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya sejajar dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.

Mereka merasa keberatan dengan masuknya Pancasila sebagai pilar kebangsaan. Padahal Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, negara Indonesia berdasarkan Pancasila (dasar negara), bukan sebagai pilar kebangsaan.

Pemohon menilai pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0763 seconds (0.1#10.140)