Perppu MK dibatalkan, Refly usulkan amandemen konstitusi
A
A
A
Sindonews.com - Amandemen UUD 1945 untuk merevisi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tepat. Langkah itu dinilai tepat pasca MK memutuskan untuk menghapus Undang-undang tentang Penyelamatan MK yang dibuat setelah Mantan Ketua MK Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus penanganan sengketa pemilukada di MK.
"Upaya terakhir, kalau MK tidak mau sedikitpun memperbaiki upaya rekrutmen, tidak mau dijaga keluhuran martabatnya, maka mau tidak mau kita harus mengamandemen konstitusi, mengubah konstitusi," ujar mantan Ataf Ahli Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun, usai acara diskusi di Gallery Cafe Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2014).
Dia mengatakan prinsip transparan, partisipatif, akuntabel dan obyektif dalam mekanisme seleksi hakim konstitusi perlu dimasukkan revisi Undang-undang MK. Kemudian, menurut dia, perlu dibuat lembaga pengawasan hakim konstitusi yang tidak bertentangan dengan konstitusi.
"Tetapi prinsip menjaga keluhuran dan martabat tetap ada. Misalnya tetap dibentuk majelis kehormatan hakim konstitusi yang independen, tetapi tidak melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam proses pembentukannya," katanya.
Lebih lanjut, kata dia, panel ahli dalam pembentukan lembaga pengawas hakim konstitusi itu harus dari kalangan independen. "Tuangkan semua hal-hal tersebut dalam konstitusi," katanya.
Seperti diketahui, Kamis 13 Februari 2014, MK mengabulkan uji materi atau pengujian Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014. Maka itu, putusan ini otomatis menghapus Undang-undang tentang Penyelamatan MK yang dibentuk pasca mantan Ketua MK Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus penanganan sengketa pemilukada di MK.
MK menilai Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, undang-undang tersebut tidak berlaku lagi. MK kemudian memutuskan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 berlaku kembali.
Baca berita:
Perppu dibatalkan, wibawa MK gagal pulih
"Upaya terakhir, kalau MK tidak mau sedikitpun memperbaiki upaya rekrutmen, tidak mau dijaga keluhuran martabatnya, maka mau tidak mau kita harus mengamandemen konstitusi, mengubah konstitusi," ujar mantan Ataf Ahli Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun, usai acara diskusi di Gallery Cafe Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2014).
Dia mengatakan prinsip transparan, partisipatif, akuntabel dan obyektif dalam mekanisme seleksi hakim konstitusi perlu dimasukkan revisi Undang-undang MK. Kemudian, menurut dia, perlu dibuat lembaga pengawasan hakim konstitusi yang tidak bertentangan dengan konstitusi.
"Tetapi prinsip menjaga keluhuran dan martabat tetap ada. Misalnya tetap dibentuk majelis kehormatan hakim konstitusi yang independen, tetapi tidak melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam proses pembentukannya," katanya.
Lebih lanjut, kata dia, panel ahli dalam pembentukan lembaga pengawas hakim konstitusi itu harus dari kalangan independen. "Tuangkan semua hal-hal tersebut dalam konstitusi," katanya.
Seperti diketahui, Kamis 13 Februari 2014, MK mengabulkan uji materi atau pengujian Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014. Maka itu, putusan ini otomatis menghapus Undang-undang tentang Penyelamatan MK yang dibentuk pasca mantan Ketua MK Akil Mochtar ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus penanganan sengketa pemilukada di MK.
MK menilai Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, undang-undang tersebut tidak berlaku lagi. MK kemudian memutuskan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 berlaku kembali.
Baca berita:
Perppu dibatalkan, wibawa MK gagal pulih
(kri)