Rehabilitasi ekonomi pascabencana
A
A
A
INDONESIA menjadi sedikit negara di dunia dengan frekuensi bencana alam sangat tinggi atau wilayah “rawan bencana”. Sejumlah bentuk bencana alam kerap hadir mulai erupsi gunung berapi, gempa bumi, risiko tsunami, banjir, dan bentuk bencana alam lainnya.
Semua bentuk bencana alam tersebut berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian nasional mulai proses produksi, jalur distribusi, rehabilitasi ekonomi kerakyatan, masa panen, sampai aspek psikologis dalam bentuk trauma masyarakat yang terkena bencana. Karena itu, kemampuan untuk antisipasi muncul bencana alam, penanganan korban bencana, serta kemampuan rehabilitasi ekonomi pascabencana menjadi tiga aspek penting.
Sejak 2004 hingga saat ini sejumlah bencana alam terjadi dan berpotensi mengganggu perekonomian nasional. Pada 2004 terjadi tsunami Aceh yang menimbulkan kerusakan dan kerugian dari sisi ekonomi. Menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), jumlah kerugian akibat tsunami mencapai Rp41,4 triliun. Kemudian pada 2006 terjadi gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah dan kerugian ditaksir sebesar Rp29 triliun.
Pada 2007 kerugian akibat banjir di Jakarta di kisaran Rp5,18 triliun dan gempa bumi di Bengkulu dengan kerugian Rp1,8 triliun. Pada tahun yang sama terjadi gempa bumi Sumatera Barat dan menelan kerugian Rp20,87 triliun. Berikutnya, tercatat pada 2010, terjadi erupsi Gunung Merapi yang menelan kerugian materiil sebesar Rp3,56 triliun.
Diikuti dengan banjir bandang Wasior yang menelan kerugian sebesar Rp281 miliar. Tidak berhenti di sini, pada 2011 terjadi erupsi dan semburan lahar dingin Gunung Merapi dengan kerugian mencapai Rp1,6 triliun. Sepanjang 2012 banjir bandang dan puting beliung mendominasi bencana di berbagai titik dengan kerugian sekitar Rp30 triliun.
Sementara di Jakarta banjir terjadi hampir setiap tahun dengan intensitas yang berbeda dan termasuk awal 2014 ini. Meskipun Indonesia kerap dilanda bencana alam, kita perlu bersyukur bahwa sistem penanggulangan bencana telah tersusun dengan baik. Setiap ada bencana alam, baik kecepatan maupun kesigapan penanggulangan bencana telah mampu menyelamatkan banyak jiwa dan mengurangi potensi kerugian ekonomis yang lebih buruk.
Dunia bahkan mengakui Indonesia menjadi contoh bagi negara-negara yang dikategorikan sebagai “rawan bencana” baik atas penanganan maupun proses pemulihan pascabencana. Ini terlihat bagaimana peran pemerintah dalam mengoordinasikan program Multi-Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) serta Java Reconstruction Fund (JRF).
Dua program tersebut terbukti mampu mendukung rehabilitasi ekonomi berbasis masyarakat dalam bentuk program seperti rekonstruksi permukiman, rekonstruksi sejumlah infrastruktur dasar, dan pemulihan mata pencaharian. Walaupun sepanjang 2004-2013 merupakan tahun ujian yang cukup berat bagi Indonesia khususnya terkait bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah, proses pembangunan dan daya dorong pertumbuhan terus menguat.
Kesigapan dan daya lenting dalam penanggulangan bencana merupakan kunci utama dalam mengatasi persoalan bencana di Indonesia. Pascatsunami di Aceh, kewaspadaan dan antisipasi risiko bencana terus ditingkatkan melalui manajemen bencana (disaster management) yang didesain dari tingkat pusat hingga daerah baik melalui BNPB maupun BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).
Di titik-titik rawan bencana bahkan dilakukan sejumlah simulasi rutin untuk meningkatkan kewaspadaan dan respons cepat masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana. Yang menarik, meskipun sepanjang periode 2004-2013 Indonesia dihadang berbagai bencana alam, kinerja perekonomian tetap menguat.
Capaian proses pembangunan yang sudah dan sedang berjalan pada periode tersebut telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, bahkan di tengah tekanan global pada 2008 dan 2013.
Pada 2006 Pemerintah Indonesia berhasil melunasi seluruh utang kepada IMF. Pada 2009 Indonesia bergabung dengan kelompok G-20, kelompok negara-negara dengan PDB terbesar di dunia. Saat ini Indonesia menempati peringkat ke-16 negara dengan PDB terbesar di dunia. Pada 2011 Indonesia masuk dalam kelompok trillion dollar club, negara yang memiliki PDB (PPP) di atas USD1 triliun.
Sepanjang 2010-2012 sejumlah lembaga pemeringkat internasional menaikkan posisi Indonesia ke investment grade zonedengan proyeksi stabil dan positif. Rasio utang terhadap PDB dapat ditekan hingga 24% pada 2012 dibanding 56% pada 2004. Pertumbuhan ekonomi terjaga positif dengan rata-rata 5,9% sepanjang 2009-2013. Pertumbuhan Indonesia bahkan merupakan pertumbuhan tercepat kedua (setelah Tiongkok) di antara negara G-20.
Cadangan devisa meningkat dari USD36 miliar pada 2004 menjadi hampir USD100 miliar saat ini. Tahun lalu (2013), ketika terjadi gejolak pasar keuangan global, pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di level 5,76% walaupun relatif melambat dibanding tahun sebelumnya. Realisasi investasi tercatat sebesar Rp398,6 triliun atau lebih tinggi dari target Rp390 triliun.
Pertumbuhan serapan tenaga kerja mencapai 41,9% yang menandakan besaran investasi di sektor padat karya. Pemerintah pusat akan selalu siap bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menanggulangi dampak bencana alam. Dukungan baik pendanaan, logistik, program pencarian lapangan pekerjaan, maupun pembangunan kembali infrastruktur menjadi beberapa fokus agar ekonomi cepat kembali pulih.
Terkait dengan bencana Sinabung yang dihadapi awal 2014 ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi atensi yang besar dengan menginstruksikan penanggulangan bencana dilakukan secara sigap, cepat, dan sistematis.
Saat kunjungan ke Sinabung, Presiden mengeluarkan tujuh poin kebijakan. Pertama, Presiden meminta kebutuhan pokok di tempat penampungan sementara terus dijaga dan ditingkatkan hingga Maret 2014.
Kedua, Presiden SBY menginstruksikan kepada Kementerian Pendidikan Nasional memperhatikan para siswa secara khusus melalui sistem dan skema yang ada seperti pemberian Bantuan Siswa Miskin dan pemberian beasiswa bagi para korban erupsi Gunung Sinabung di berbagai tingkatan pendidikan (SD, SMP, SMA, dan PT).
Ketiga, segera melakukan program Cash for Work untuk membantu menstimulasi para korban agar dapat bekerja atau berkreasi di tempat penampungan sementara. Cash for Work dilakukan melalui berbagai skema bantuan langsung tunai. Keempat, mengalokasikan dana bantuan untuk mengatasi kerusakan- kerusakan di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
Kelima, Presiden meminta OJK melakukan penjadwalan kembali utangutang korban bencana Sinabung. Keenam, relokasi kepada 1.000 keluarga dalam radius 3 km ke tempat yang lebih aman.
Ketujuh, Presiden telah menunjuk Kepala BNPB untuk memimpin koordinasi penanggulangan bencana Sinabung dibantu Kepala Staf Kodam (KASDAM) Bukit Barisan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, serta TNI-Polri.
Kesigapan dan kecepatan untuk menangani dan memulihkan ekonomi masyarakat pascabencana perlu terus kita tingkatkan. Sampai saat ini sejumlah bencana alam bahkan masih terjadi baik di Sinabung, banjir di sejumlah propinsi, gempa bumi, erupsi gunung berapi, tingginya gelombang laut, maupun tanah longsor.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga perlu terus ditingkatkan baik sebagai langkah antisipasi maupun penanganan bencana alam. Komunikasi serta mengesampingkan kepentingan politik juga sangat diperlukan untuk harmonisasi program-program penanganan bencana alam di seluruh wilayah Indonesia.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
Semua bentuk bencana alam tersebut berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian nasional mulai proses produksi, jalur distribusi, rehabilitasi ekonomi kerakyatan, masa panen, sampai aspek psikologis dalam bentuk trauma masyarakat yang terkena bencana. Karena itu, kemampuan untuk antisipasi muncul bencana alam, penanganan korban bencana, serta kemampuan rehabilitasi ekonomi pascabencana menjadi tiga aspek penting.
Sejak 2004 hingga saat ini sejumlah bencana alam terjadi dan berpotensi mengganggu perekonomian nasional. Pada 2004 terjadi tsunami Aceh yang menimbulkan kerusakan dan kerugian dari sisi ekonomi. Menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), jumlah kerugian akibat tsunami mencapai Rp41,4 triliun. Kemudian pada 2006 terjadi gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah dan kerugian ditaksir sebesar Rp29 triliun.
Pada 2007 kerugian akibat banjir di Jakarta di kisaran Rp5,18 triliun dan gempa bumi di Bengkulu dengan kerugian Rp1,8 triliun. Pada tahun yang sama terjadi gempa bumi Sumatera Barat dan menelan kerugian Rp20,87 triliun. Berikutnya, tercatat pada 2010, terjadi erupsi Gunung Merapi yang menelan kerugian materiil sebesar Rp3,56 triliun.
Diikuti dengan banjir bandang Wasior yang menelan kerugian sebesar Rp281 miliar. Tidak berhenti di sini, pada 2011 terjadi erupsi dan semburan lahar dingin Gunung Merapi dengan kerugian mencapai Rp1,6 triliun. Sepanjang 2012 banjir bandang dan puting beliung mendominasi bencana di berbagai titik dengan kerugian sekitar Rp30 triliun.
Sementara di Jakarta banjir terjadi hampir setiap tahun dengan intensitas yang berbeda dan termasuk awal 2014 ini. Meskipun Indonesia kerap dilanda bencana alam, kita perlu bersyukur bahwa sistem penanggulangan bencana telah tersusun dengan baik. Setiap ada bencana alam, baik kecepatan maupun kesigapan penanggulangan bencana telah mampu menyelamatkan banyak jiwa dan mengurangi potensi kerugian ekonomis yang lebih buruk.
Dunia bahkan mengakui Indonesia menjadi contoh bagi negara-negara yang dikategorikan sebagai “rawan bencana” baik atas penanganan maupun proses pemulihan pascabencana. Ini terlihat bagaimana peran pemerintah dalam mengoordinasikan program Multi-Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) serta Java Reconstruction Fund (JRF).
Dua program tersebut terbukti mampu mendukung rehabilitasi ekonomi berbasis masyarakat dalam bentuk program seperti rekonstruksi permukiman, rekonstruksi sejumlah infrastruktur dasar, dan pemulihan mata pencaharian. Walaupun sepanjang 2004-2013 merupakan tahun ujian yang cukup berat bagi Indonesia khususnya terkait bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah, proses pembangunan dan daya dorong pertumbuhan terus menguat.
Kesigapan dan daya lenting dalam penanggulangan bencana merupakan kunci utama dalam mengatasi persoalan bencana di Indonesia. Pascatsunami di Aceh, kewaspadaan dan antisipasi risiko bencana terus ditingkatkan melalui manajemen bencana (disaster management) yang didesain dari tingkat pusat hingga daerah baik melalui BNPB maupun BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).
Di titik-titik rawan bencana bahkan dilakukan sejumlah simulasi rutin untuk meningkatkan kewaspadaan dan respons cepat masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana. Yang menarik, meskipun sepanjang periode 2004-2013 Indonesia dihadang berbagai bencana alam, kinerja perekonomian tetap menguat.
Capaian proses pembangunan yang sudah dan sedang berjalan pada periode tersebut telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, bahkan di tengah tekanan global pada 2008 dan 2013.
Pada 2006 Pemerintah Indonesia berhasil melunasi seluruh utang kepada IMF. Pada 2009 Indonesia bergabung dengan kelompok G-20, kelompok negara-negara dengan PDB terbesar di dunia. Saat ini Indonesia menempati peringkat ke-16 negara dengan PDB terbesar di dunia. Pada 2011 Indonesia masuk dalam kelompok trillion dollar club, negara yang memiliki PDB (PPP) di atas USD1 triliun.
Sepanjang 2010-2012 sejumlah lembaga pemeringkat internasional menaikkan posisi Indonesia ke investment grade zonedengan proyeksi stabil dan positif. Rasio utang terhadap PDB dapat ditekan hingga 24% pada 2012 dibanding 56% pada 2004. Pertumbuhan ekonomi terjaga positif dengan rata-rata 5,9% sepanjang 2009-2013. Pertumbuhan Indonesia bahkan merupakan pertumbuhan tercepat kedua (setelah Tiongkok) di antara negara G-20.
Cadangan devisa meningkat dari USD36 miliar pada 2004 menjadi hampir USD100 miliar saat ini. Tahun lalu (2013), ketika terjadi gejolak pasar keuangan global, pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di level 5,76% walaupun relatif melambat dibanding tahun sebelumnya. Realisasi investasi tercatat sebesar Rp398,6 triliun atau lebih tinggi dari target Rp390 triliun.
Pertumbuhan serapan tenaga kerja mencapai 41,9% yang menandakan besaran investasi di sektor padat karya. Pemerintah pusat akan selalu siap bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menanggulangi dampak bencana alam. Dukungan baik pendanaan, logistik, program pencarian lapangan pekerjaan, maupun pembangunan kembali infrastruktur menjadi beberapa fokus agar ekonomi cepat kembali pulih.
Terkait dengan bencana Sinabung yang dihadapi awal 2014 ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi atensi yang besar dengan menginstruksikan penanggulangan bencana dilakukan secara sigap, cepat, dan sistematis.
Saat kunjungan ke Sinabung, Presiden mengeluarkan tujuh poin kebijakan. Pertama, Presiden meminta kebutuhan pokok di tempat penampungan sementara terus dijaga dan ditingkatkan hingga Maret 2014.
Kedua, Presiden SBY menginstruksikan kepada Kementerian Pendidikan Nasional memperhatikan para siswa secara khusus melalui sistem dan skema yang ada seperti pemberian Bantuan Siswa Miskin dan pemberian beasiswa bagi para korban erupsi Gunung Sinabung di berbagai tingkatan pendidikan (SD, SMP, SMA, dan PT).
Ketiga, segera melakukan program Cash for Work untuk membantu menstimulasi para korban agar dapat bekerja atau berkreasi di tempat penampungan sementara. Cash for Work dilakukan melalui berbagai skema bantuan langsung tunai. Keempat, mengalokasikan dana bantuan untuk mengatasi kerusakan- kerusakan di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
Kelima, Presiden meminta OJK melakukan penjadwalan kembali utangutang korban bencana Sinabung. Keenam, relokasi kepada 1.000 keluarga dalam radius 3 km ke tempat yang lebih aman.
Ketujuh, Presiden telah menunjuk Kepala BNPB untuk memimpin koordinasi penanggulangan bencana Sinabung dibantu Kepala Staf Kodam (KASDAM) Bukit Barisan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, serta TNI-Polri.
Kesigapan dan kecepatan untuk menangani dan memulihkan ekonomi masyarakat pascabencana perlu terus kita tingkatkan. Sampai saat ini sejumlah bencana alam bahkan masih terjadi baik di Sinabung, banjir di sejumlah propinsi, gempa bumi, erupsi gunung berapi, tingginya gelombang laut, maupun tanah longsor.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga perlu terus ditingkatkan baik sebagai langkah antisipasi maupun penanganan bencana alam. Komunikasi serta mengesampingkan kepentingan politik juga sangat diperlukan untuk harmonisasi program-program penanganan bencana alam di seluruh wilayah Indonesia.
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
(nfl)